3 Mei 2024

Dimensi.id-Sesuai Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 28 Tahun 2021 tentang Pengadaan PPPK JF Guru pada Instansi Daerah Tahun 2021 Pasal 42, masa hubungan perjanjian kerja PPPK Guru dengan instansi daerah paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun dalam seleksi calon aparatur sipil negara atau ASN 2021.

Deputi Bidang Sistem Informasi Kepegawaian BKN Suharmen mengatakan bahwa masa kontrak PPPK guru paling singkat adalah satu tahun dan bisa diperpanjang sampai batas usia pensiun jabatan guru. Seperti sudah diketahui bahw sebanyak 173.329 guru honorer dinyatakan lulus sebagai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) pada tahap I.

Lantas apa keuntungan menjadi guru PPPk? Dikutip dari Instagram @kemdikbud, perubahan status dari guru honorer menjadi ASN PPPK akan membawa jaminan kesejahteraan ekonomi bagi guru, yang meliputi gaji dan tunjangan profesi. Juga memungkinkan lebih banyak guru mengikuti program-program peningkatan kompetensi dan sertifikasi. Peningkatan kompetensi ini sangat penting untuk jaminan ekonomi dan karier jangka panjang guru, serta kualitas pengajaran yang diterima oleh pelajar indonesia (portal Sulut.com, 11/10/2021).

Ternyata sejahtera itu bersyarat, sebab apa yang bakal diperoleh oleh para guru honorer yang sudah lulus PPPK bisa hilang karena diberhentikan dengan hormat dan tidak hormat, menariknya salah satu yang diberhentikan tidak hormat adalah ketika menjadi anggota/pengurus partai politik, dan dihukum penjara karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 2 tahun atau lebih dan tindak pidana tersebut dilakukan dengan berencana. Apa hubungan jika seseorang terkait dengan anggota atau pengurus partai politik sehingga bisa menghilangkan haknya untuk sejahtera? Bukankah ini adalah negara demokrasi, dimana kebebasan berpendapat sangat didukung karena menjadi salah satu pilarnya?

Begitu rumitnya apa yang semestinya diterima oleh rakyat dalam hal ini oleh tenaga pendidikan secara gratis, namun di negeri ini sejak awal mendapatkannya saja sudah ” bertaruh nyawa” seperti kasus bunuh dirinya calon ASN PPPK, padahal tinggal menunggu pengumuman kelulusan. Kemudian setelah luluspun masih ada syarat agar ke-ASNannya bisa terus diperpanjang, yaitu dari pencapaian kinerja sesuai, kesesuaian kompetensi dalam jabatannya dan di dasarkan pada kebutuhan setiap instansi. Nasibnya meskipun sudah berstatus ASN masih bak di ujung duri yang tak bisa tegak kokoh berdiri. Apakah karena rakyat sehingga harus bersyarat? Sedangkan pejabat kekayaannya kian buncit.

Baca juga: 5 obat untuk hati yang sedang sakit

Perjanjian kerja PPPK akan berlanjut pada tahap II dan III, namun jika mekanisme pelaksanaannya sama tentu hasilnya sama pula, dimana sejahtera akan diwujudkan untuk individu dengan syarat tertentu. Penguasa masih akan keukeuh tarik ulur dan perhitungan untung rugi.

Jelas ini ketidakadilan dan bagian dari politik kemanfaatan bukan periayaan ( pengurusan). Dengan kata lain, jika status anda rakyat maka sejahtera itu harus memenuhi beberapa syarat, baru bisa diwujudkan itupun ada tenggang waktunya. Padahal jelas-jelas, aktifitas para guru honorer itu tak beda dengan guru yang sudah ASN, sama-sama mencerdaskan anak bangsa dengan ilmu yang mereka timba dalam dunia perkuliahan. Lebih sengsara lagi mereka yang mengajar di daerah tertinggal, pinggiran dan terpencil dengan hanya gaji ratusan ribu untuk semua kebutuhan hidupnya.

Wajar jika kemudian fakta ini memunculkan stigma negatif, untuk apa sekolah tinggi, jika selesai sekolah tidak mendapat pekerjaan? lebih baik sekolah Vokasi saja, bisa langsung ikatan dinas. Dampaknya jelas lebih buruk lagi, mimpi memiliki generasi masa depan yang peduli jelas tinggal mimpi sebab tidak ada elemen atau institusi yang melindungi. Sumber daya manusia akan terbatas pada buruh kasar saja minus tenaga ahli, ilmuwan. Dan parahnya semakin tunduk pada kekuatan kapitalisme, para pemodal besar.

Politik kemanfaatan lahir dari pemisahan agama dari kehidupan, sebab politik ini benar-benar memenuhi nafsu seseorang dan menjadikan hukum manusia yang bersumber dari akal yang lemah untuk diterapkan, termasuk mengatur nasib bangsa dan negara.

Islam, menempatkan kesejahteraan rakyatnya bukan berdasarkan kasta atau sebagai apa dirinya (profesinya) namun jika ia terdaftar sebagai warga negara Daulah khilafah, tak peduli bahasa, warna kulit, agama dan budayanya akan mendapatkan porsi yang sama satu dengan yang lainnya. Sebab sejahtera berkaitan dengan terpenuhinya kebutuhan dasar seperti sandang, papan, pangan, pendidikan, kesehatan dan keamanan. Negaralah yang menjamin semuanya terselenggara dengan penuh.

Setiap guru adalah ASN, penghargaan Islam terhadap guru sangatlah luar biasa. Bukan berarti profesi lainnya menjadi anak tiri, namun karena sebuah peradaban mulia dan terdepan berawal dari pendidikan maka jelas negara akan mengambil konsentrasi penuh dalam penyelenggaraannya, baik terkait dengan kurikulum, pembangunan sarana dan prasara berikut dengan pengadaan SDMnya dan tenaga pendidiknya.

Umar bin Khattab ketika menerima baiat menjadi Khalifah sangat sadar bahwa amanah di atas pundaknya adalah pertaruhan bagi kehidupannya di akhirat. Sekali ia mengabaikan rakyatnya padahal ia memiliki kekuasaan maka nerakalah ancamannya. Dengan luasnya wilayah kekuasaannya, Umar sadar bahwa semakin besar juga kebutuhan kehidupan di segala bidang. Sebagai penunjang kebutuhan tersebut manusia membutuhkan keterampilan dan keahlian, maka diperlukan pendidikan.

Dalam hal ini perhatian Umar dapat diketahui melalui kebijakannya dengan memerintahkan kepada setiap panglima perang bila berhasil menaklukkan suatu wilayah maka harus mendirikan masjid sebagai Islamic Center atau pusat ibadah dan pendidikan (Samsul Nizar, 2007: 47). Ia juga melarang sahabat-sahabat senior untuk keluar dari daerah kecuali atas izin darinya dan dalam kurun waktu yang terbatas. Jadi, jika ada di antara umat Islam yang ingin belajar ilmu agama, maka harus pergi ke kota Madinah. Hal ini mengindikasikan bahwa penyebaran Ilmu para sahabat dan tempat pendidikan adalah terpusat di kota Madinah.

Begitu pun dengan Umar sendiri, ia merupakan seorang pendidik yang memberikan penyuluhan di kota Madinah. Umar juga mengangkat dan menunjuk guru-guru untuk setiap daerah yang ditaklukkan itu, tugas mereka mengajarkan kandungan Al-Qur’an dan ajaran Islam lainnya kepada penduduk yang baru masuk Islam. Di antara sahabat-sahabat yang ditunjuk oleh Umar ke daerah adalah Abdurrahman bin Ma’qal dan Imran bin Hasim. Keduanya ditempatkan di Bashrah (Samsul Nizar, 2007: 47). Gaji yang diberikan pada setiap guru diambil dari Baitul Mal (Gifari, Noor Muhammad, 1989: 35).

Inilah yang seharusnya kita sadari, betapa Islam sangat mementingkan pendidikan, maka tenaga pendidik yang termasuk dalam unsur penting pendidikan sangatlah diperhatikan. PPPK sebetulnya hanyalah bukti kelemahan pemerintah memberikan kesejahteraan bagi rakyatnya . Sebab tidak menyeluruh dan hanya menyentuh masyarakat tertentu di satu hal. Keadilan hanya bisa terwujud dalam sistem terbaik, yaitu Islam. Wallahu ‘alam bish showab. [DMS]

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.