1 Mei 2024
81 / 100

Oleh. Nurul Khotimah

Dimensi.id-Kasus perundungan di Indonesia kembali menjadi perhatian masyarakat. Hal ini dilatarbelakangi oleh terungkapnya beberapa kasus baik di sekolah, pesantren, maupun di masyarakat. Diawali oleh viralnya bullying yang dilakukan oleh sekelompok remaja di sekolah yang mengatasanamakan Geng Tai kepada teman sekolahnya. Kasus ini terjadi di SMA Binus Serpong yang notabenenya sekolah elit bertaraf internasional (bbc.com, 21/02/2024). Perundungan ini mengakibatkan korban harus dirawat di rumah sakit. Kasus lain yang juga menggemparkan adalah perundungan yang dilakukan kepada salah seorang santri putra di salah satu pesantren di Kediri, Jawa Timur. Perundungan dilakukan oleh seniornya dan menyebabkan korban meninggal (bbc.com, 29/03/2024).

Selain dua kasus tersebut masih banyak kasus-kasus lain yang tidak terungkap di media. Menurut Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), terdapat 30 kasus bullying di sekolah sepanjang 2023. Angka itu meningkat dari tahun sebelumnya yang berjumlah 21 kasus. Sebanyak 80% kasus perundungan pada 2023 terjadi di sekolah yang dinaungi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), dan 20% di sekolah yang dinaungi Kementerian Agama.

 

Perundungan dan Kemerosotan Mental

Rentetan kasus perundungan yang belakangan menjadi buah bibir masyarakat sangat meresahkan karena sudah sampai penghilangan nyawa. Ini adalah bentuk kemerosotan moral remaja yang harus segera diatasi. Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan remaja melakukan perundungan. Masa remaja merupakan fase peralihan dari anak-anak menuju dewasa, artinya di fase ini anak-anak mengalami banyak perubahan dalam diri mereka mulai dari fisik, mental hingga perilakunya. Alasan di balik kasus bullying cukup marak terjadi pada usia remaja seperti kurangnya kemampuan dalam mengontrol perilaku, ketidakmampuan mengelola emosi hingga akhirnya memicu hasrat untuk balas dendam demi bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan.

Buruknya perilaku remaja tersebut tidak terlepas dari lingkungan tempat tinggalnya. Remaja saat ini hidup di lingkungan sekuler yang jauh dari ajaran agama terutama islam. Mereka tidak menyelaraskan perbuatannya dengan aturan islam yang jelas melarang tindak kekerasan. Keluarga sebagai lembaga pendidik utama yang seharusnya memberikan pemahaman islam telah hilang fungsinya seiring dengan derasnya arus sekulerisme. Banyak orangtua yang disibukkan dengan pekerjaan sehingga lalai mendidik anaknya. Sehingga banyak remaja yang lemah dalam ketakwaan individu. Remaja saat ini banyak yang terpapar liberalisme atau kebebasan yang mendorong remaja bebas melakukan berbagai hal tanpa takut dosa.

Di samping itu kurikulum pendidikan tidak memberikan pemahaman agama yang cukup sehingga mampu mencegah remaja bertindak amoral. Kurikulum pendidikan di Indonesia berpijak pada sekularisme. Pelajaran agama dianggap tidak terlalu penting sehingga hanya diberi porsi sangat sedikit. Pemerintah sebagai benteng terakhir tidak memberi sanksi yang menjerakan. Sanksi yang diberikan ringan bahkan sudah menjadi rahasia umum jika lembaga peradilan bisa disuap untuk membebaskan pelaku. Hukum di Indonesia menganggap anak yang berusia 18 tahun ke bawah terkategori anak-anak sehingga pelaku bullying tidak mendapatkan hukuman.

Lemahnya sanksi terhadap pelaku perundungan membuat pelaku tidak kapok. Mereka tidak berhenti merundung atau menganiaya orang lain. Akan berbeda cerita apabila pengaturan dalam masyarakat menggunakan Islam. Dalam Islam perilaku tercela ini tidak akan terjadi karena pendidikan Islam menanamkan akidah dengan kuat sehingga terwujud ketakwaan hakiki dan takut dengan sang maha pencipta. Akidah inilah yang akan mencegah kaum muslim melakukan bullying atau penganiayaan.

Baca juga : https://dimensi.id/islam-tak-diterapkan-kdrt-terus-terulang/

Islam Menyelesaikan Kasus Perundungan

Dalam Islam anak yang belum balig (berakal) tidak mendapat sanksi meskipun melakukan kriminalitas seperti perundungan. Karena anak yang belum balig tidak dibebankan hukum syarak. Akan tetapi anak tersebut harus diberi pemahaman yang benar supaya tidak melakukan perbuatan tercela tersebut. Sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dawud bahwa Rasulullah saw. bersabda,

Telah diangkat pena dari tiga golongan, yaitu orang tidur hingga ia bangun, anak kecil hingga ia balig, dan orang gila hingga ia berakal (waras).” (HR Abu Dawud).

Yang dimaksud “diangkat pena” (rufi’a al-qalamu) dalam hadis ini adalah diangkat taklif (beban hukum), yakni tiga golongan itu bukan mukalaf. (Taqiyuddin an-Nabhani, Asy-Syakhshiyyah al-Islamiyyah, 3/36).

Sementara anak yang sudah balig atau remaja maka akan mendapatkan sanksi apabila melakukan perundungan atau pelanggaran hukum syarak yang lain. Hukuman bagi pelaku perundungan juga sangat tegas mereka akan di qisas (dibunuh) apabila menganiaya korban sampai mati dan hukuman lain dalam bentuk hudud, jinayat, mukhalafat dan takzir sesuai dengan tindakan penganiayaan yang dilakukan. Hukuman ini akan membuat jera pelaku dan mencegah orang lain melakukan perundungan. Hukuman dalam Islam juga akan menghapus dosa pelaku kejahatan sehingga terbebas dari hukuman di akhirat.

Penerapan syariat Islam secara menyeluruh termasuk pendidikan Islam dan didukung peran negara dengan memberikan sanksi yang tegas maka kasus perundungan tidak akan terjadi. Maka tidak ada jalan lain satu-satunya solusi untuk menghapus bullying adalah dengan diterapkan Islam kaffah dalam negara Islam yaitu Khilafah Islamiyah.

Wallahu a’lam bishawab. [DMS/FU]

 

1 thought on “Menyelesaikan Kasus Perundungan dengan Islam

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.