1 Mei 2024
77 / 100

Oleh. Zahratul Jannah

Dimensi.id-Penyakit DBD masih meresahkan masyarakat. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mencatat kenaikan kasus demam berdarah dengue (DBD) pada tahun 2024. Kenaikan terpantau cukup drastis jika dibandingkan tahun sebelumnya hingga mencapai hampir tiga kali lipat. Data Kemenkes pada pekan ke-15 tahun 2024 atau awal April mencatat sebanyak 62.001 kasus DBD di Indonesia. (cnnindonesia.com, 18/04/2024)

Kasus demam berdarah di Jawa Barat juga terus mengalami peningkatan. Data yang dihimpun sejak Januari 2024 oleh Dinas Kesehatan Pemprov Jabar, kasus demam berdarah sudah berada pada angka 11.058 kasus. Dari angka tersebut, tercatat ada 96 kasus kematian. Tak hanya di Jabar, kasus peningkatan DBD juga terjadi di provinsi lain. Bahkan, di salah satu kota di Jawa timur juga RS sampai penuh dengan kasus tersebut.

Pilu Kasus DBD

Pilu dirasakan oleh sebagian masyarakat yang anggota keluarganya terkena DBD. Seperti yang terjadi pada salah satu anak. Diketahui seorang anak di suatu wilayah yang sedang sakit tidak mendapatkan kamar saat sudah tiba di rumah sakit. Sehingga, dia harus keliling cari RS yang masih ada kamarnya. Namun, tetap saja belum menemukan sampai akhirnya ia menemukan RS yang jaraknya jauh sekali dari rumahnya. Padahal, ini sangat berisiko saat kondisi semakin drop. Bisa saja nyawa sang anak tidak tertolong.

Kasus DBD yang terus berulang terjadi hingga memakan banyak korban, haruslah ada solusi komprehensif hingga kasus ini bisa diatasi.

Solusi ini memang semua pihak harus mengambil peran. Mulai dari individu, masyarakat, dan negara. Kesadaran individu dan masyarakat terhadap pentingnya menjaga kebersihan lingkungan juga diperlukan. Harus ada motivasi dari negara. Sosialisasi pencegahan dan penanganannya pun negara harus ada. Negara harus mengambil langkah preventif dan tidak menunggu kasus menyebar.

Baca juga : https://dimensi.id/menyelesaikan-kasus-perundungan-dengan-islam/

Solusi Kasus DBD

Jika penanganan kasus ini hanya diberikan kepada masyarakat, banyak masyarakat yang terbentur faktor ekonomi. Terlebih lagi masyarakat menengah ke bawah yang merasa keberatan dengan biaya yang harus ditanggung saat ada anggota keluarga yang terkena penyakit. Apalagi kasus DBD ini butuh waktu yang cukup lama untuk diagnosa sampai sembuh.

Tak hanya itu, maraknya penyakit ini juga bisa diakibatkan dari rendahnya pemahaman masyarakat akan pentingnya menjaga kesehatan dan lingkungan. Masyarakat miskin yang sebagian tinggal dalam lingkungan kumuh memang rawan terkena penyakit. Oleh karena itu, kepengurusan yang baik dari negara terhadap rakyatnya tentu tidak boleh diabaikan.

Lagi dan lagi negara harus hadir dalam kasus ini. Jika ada masyarakat yang sakit, sudah seharusnya negara memberikan pelayanan dan bantuannya. Sebab, negara adalah pengurus rakyat. Negara juga perlu mengadakan riset hingga menemukan vaksin untuk DBD ini. Vaksin yang diberikan harus aman dan rakyat bisa menjangkaunya. Sehingga, kesehatan akan dapat diperoleh.

Sungguh, kesehatan adalah kebutuhan primer bagi masyarakat. Ini hanya akan terwujud dengan kerja sama antara individu, masyarakat, dan negara. Negara yang dapat memberikan jaminan kesehatan bagi masyarakat faktanya ada di dalam sistem pemerintahan Islam. Saat itu, negara benar-benar menjalankan tugas dan kewajibannya sebagai pengurus dan penanggung jawab semua urusan rakyatnya. Maka dari itu, adalah hal yang tepat jika kita berkaca kepada Islam bagaimana cara menangani terjadinya suatu wabah penyakit.

Wallahu a’lam bi showab. [DMS/FU]

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.