2 Mei 2024
76 / 100

 

Dimensi.id-Paylater alias bayar kemudian, pasti enggak asing bagi kawula muda. ‘’Buy Now, PayLater’’. Yuppss.. ini adalah slogan dari model pembayaran Financial Teachnology (Fintech). Dengan menggunakan metode paylater ini konsumen bisa membeli barang secara kredit tanpa harus bawa kartu kredit. Mereka bisa bayar di kemudian hari. Ternyata, pilihan cicilan dan paylater sangat menarik bagi masyarakat yang memiliki anggaran terbatas. Mereka merasa dimudahkan dengan sistem ini. Tapi, apa benar semudah itu?

Paylater dan Jebakannya

Kalau dari sisi kemudahan, paylater kelihatan mudah banget ya, Sob. Coz, kalau butuh uang? Tinggal ajukan saja. Tapi kalau dilihat dari dampaknya bagaimana ya?

Perencana Keuangan, Ibu Prita Hapsari Ghozie, S.E, GCertFP, M.com mengingatkan anak muda agar tidak kecanduan paylater dan budaya konsumtif. Menurut Bu Prita, generasi tahun 1981-1994 memang rawan tergiur paylater. Kenapa? Karena generasi ini akan sulit membeli rumah dikarenakan kenaikan gaji mereka tidak seimbang dengan harga rumah di pasaran. Sudahlah gaji yang diberikan rendah, budaya konsumtif pun merajalela. So, enggak bisa dimungkiri kalau fenomena paylater di kalangan pemuda makin marak.

Menurut survei Riset Kredivo dan Katadata Insight Center (KIC) responden yang menggunakan metode pembayaran paylater tahun lalu sebanyak 3.650 jiwa. Pada Maret 2021 saja penggunanya meningkat 55% semenjak pandemi. Sebanyak 16,5%, generasi milenial yang mengikuti survei KIC, sedangkan respons pada Gen Z berkisar diangka 9.7% yang menggunakan paylater. (katadata.co.id, 22/06/2023)

Disadari atau enggak, fenomena paylater sebenarnya adalah jebakan di generasi muda agar memiliki perilaku budaya konsumtif. Ini juga cerminan kalau mereka enggak memiliki kekuatan untuk mengontrol diri dan tidak memiliki kemampuan untuk mengatur prioritas kebutuhan mereka sendiri.

Paylater dan Penyebabnya

Paylater adalah hasil dari pemikiran dalam sistem kehidupan sekularisme dan kapitalisme. Kok bisa? Karena sistem ini telah memisahkan agama dari kehidupan. Paylater, meskipun terlihat menguntungkan, tapi ia tak lepas dari riba yang dilarang oleh Allah Swt.

Lebih dari itu, ketika tidak ada aturan agama dalam ruang publik, maka aturan yang di ada justru hanya memuaskan keinginannya tanpa halangan. Sehingga, sistem ini membuat pemuda mengejar kenikmatan materi. Sistem ini juga memberikan efek pada individu berupa perasaan puas dan bahagia ketika mereka dapat membeli atau mendapatkan apa yang mereka inginkan.

Akibatnya, budaya flexing makin menjamur dan dijadikan sebagai standar kesuksesan. Jika lingkungan sudah tidak mendukung, bagaimana generasi muda selanjutnya? Apalagi para kapital yang membiarkan budaya konsumtif semakin membesar. Mereka akan terus mencoba agar generasi membeli produk mereka.

Coba lihat deh, Sob. Promosi produk kecantikan, fashion, gadget, makanan minuman dan sejenisnya. Iklannya pun juga menggoda para pemuda untuk ngeksis di sosial media. So, akar masalahnya budaya konsumtif sebenarnya bukan di metode pembayaran paylaternya sih, Sob. Tapi karena sistem kehidupan sekularisme dan kapitalisme yang memang memelihara budaya konsumtif.

Baca juga : https://dimensi.id/harga-beras-kembali-naik-impor-menjadi-solusi/

Paylater dalam Pandangan Islam

Paylater yang mengandung riba jelas enggak boleh diambil. Allah Swt. berfirman,

اَلَّذِيْنَ يَأْكُلُوْنَ الرِّبٰوا لَا يَقُوْمُوْنَ اِلَّا كَمَا يَقُوْمُ الَّذِيْ يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطٰنُ مِنَ الْمَسِّۗ ذٰلِكَ بِاَنَّهُمْ قَالُوْٓا اِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبٰواۘ وَاَحَلَّ اللّٰهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبٰواۗ

Artinya : “Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena gila. Yang demikian itu karena mereka berkata bahwa jual beli sama dengan riba. Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (QS. Al-Baqarah : 275)

Masyarakat enggak bakal menemukan semua transaksi berbasis riba kalau hidup pada sistem pemerintahan Islam yang disebut Khilafah. Sobat tahu tidak apa itu Khilafah? Sistem ini adalah sistem warisan Rasulullah saw. Kalau di sistem Khilafah ini ya Sob, budaya konsumtif akan diminimalisasi sekecil mungkin. Khalifah dan penguasa akan mengambil tindakan tegas dan akan menindaklanjuti jika ada perilaku yang melanggar syariat Islam. Khilafah adalah institusi penerap hukum syariah secara praktis. Maka dari itu Khilafah ikut campur tangan dalam segala urusan  masyarakatnya. Karena, Khilafah adalah penanggung jawab atas semua kepengurusan rakyatnya. So, yuk hati-hati dalam berperilaku dan bersikap. Tinggalkan gaya hidup konsumtif dengan paylater yang bikin kamu keblinger!

Wallahu a’lam bishawab. []

 

Penulis : Muthingatus Sholichah

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.