3 Mei 2024
66 / 100

Dimensi.id–Pada Rapat Koordinasi (Rakor) Pengawasan dan Pengendalian Menuju Birokrasi Berkelas Dunia di Hotel Stones Legian Bali, Selasa (6/2/2024) , Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Suhajar Diantoro menekankan netralitas aparatur sipil negara (ASN) sebagai upaya menjaga kondusivitas Pemilu (Republika co.id, 6/2/2024).

 

“Bagaimana melihat netral atau tidak? Definisi dari netralitas, yang pertama bebas intervensi. Yang kedua bebas pengaruh, jadi tidak boleh dipengaruhi. Kemudian adil, objektif, tidak memihak, bebas kepentingan, seperti itu, sampai tanda-tanda bentuk tangan (simbol jari) itu semua tidak boleh,” kata Suhajar.

 

Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN telah menegaskan bahwa ASN harus bebas dari pengaruh dan intervensi semua golongan dan partai politik. Bahkan, pada Pasal 24 dengan tegas dinyatakan bahwa ASN wajib menjaga netralitas.

 

“Jadi, tolong para kepala daerah ini bahan sosialisasi ke parpol dan timses, karena clear di aturan tersebut menyatakan tidak boleh mengikutsertakan, untuk disampaikan kepada partai politik dan seluruh bawahan-bawahannya,” ujar Suhajar lagi.

 

Suhajar menambahkan, di dalam UU Nomor 10 Tahun 2016 terkait Pilkada, pasangan calon juga dilarang melibatkan ASN, termasuk mengikutsertakan anggota kepolisian dan Tentara Nasional Indonesia (TNI).

 

“Kemudian di PP 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS clear, ASN dilarang memberikan dukungan kepada calon presiden-wakil presiden, calon kepala daerah, wakil kepala daerah, calon anggota DPR, DPD, dan calon anggota DPRD,” terangnya.

 

Dalam Demokrasi, Netral Sangat Sulit Terwujud

 

Sepertinya himbauan ini terlambat mendapatkan momennya, bisa dikatakan juga hanya sekadar retorika, sebab, sejak awal masa kampanye bahkan jauh sebelumnya beberapa timses, yang juga sebagian besar masih aktif sebagai ASN sangat-sangat tidak netral, mereka memaksakan narasi pilih A, B atau C untuk dipilih, baik sebagai presiden dan wakilnya maupun sebagai anggota legislatif dari partai yang mereka dukung.

 

Mereka tak segan mengikuti arahan pusat untuk ” mengedukasi” rakyat dengan mengarahkan pilihan mereka ke Paslon tertentu, sebab mereka masuk dalam tim sukses hanya karena menduduki satu jabatan.

 

Film dokumenter “Dirty Vote” sedikit banyak mengungkapkan praktik itu secara jelas, berbasis data akurat pula. Jejak digital memang susah dihapuskan, namun tetap saja para pejabat kita tidak bijaksana. Ini menunjukkan di alam demokrasi bersikap netral itu ilusi! Anda mau aman, posisi tetap bertahan yang itu artinya previle tetap didapatkan pandailah menjilat. Prinsip “Asal bapak senang” tak pernah lekang oleh waktu.

 

Itulah mengapa mereka keukeuh menjadi pejuang demokrasi, meskipun mereka seorang muslim. Jelas-jelas demokrasi bertentangan dengan akidahnya. Sebab, hanya dalam sistem demokrasi yang menjunjung kebebasan individu segala keinginan mereka bisa terpenuhi.

 

Presiden Jokowi sendiri, yang masih aktif sebagai ASN mengatakan, “ Presiden boleh memihak” . Lantas, aturan ASN harus netral itu untuk siapa?

 

Demokrasi Tak Kenal Netralitas

 

Sebagai sebuah sistem politik, demokrasi telah menjadikan empat kebebasan sebagai pilar, yaitu kebebasan berpendapat, kebebasan memiliki, kebebasan beragama dan kebebasan berperilaku. Asasnya saja sekular, memisahkan agama dari kehidupan sehingga wajar jika sistem buatan manusia ini memang mengagungkan manusia sebagai sosok mandiri penentu hukum mengalahkan Tuhan.

 

Demokrasi tak melarang seseorang meyakini satu agama tertentu pun Islam, namun sangat membenci jika agama itu kemudian turut campur dalam urusan publik manusia. Jelas, mereka begitu mengkultuskan hak pribadi sebagai manusia. Padahal ini salah besar, sejak kapan manusia mampu menentukan maslahat atas dirinya sendiri tanpa pengaturan ilahi?

 

Disinilah titik kritisnya, demokrasi tak kenal netralitas, sebaliknya, demokrasi harus jelas keberpihakannya kemana jika tak mau tersingkir dari putaran sistem. Keberpihakan ini tentu dalam makna sekuler, sebab mereka yang berpihak pada agama, terutama Islam ternyata malah menjadi target pembunuhan karakter.

 

Itulah mengapa agar terlihat merangkul, Islam berusaha dimoderasi agar lebih berwarna demokrasi, bisa merangkul semua pihak dan dakwah kepada Islamnya tidak memukul. Jelas ini berbahaya, sebab menjadikan Islam sebagai tertuduh, padahal, kekacauan dan ketiadaan kesejahteraan hari ini bukan Islam penyebabnya, juga bukan pemimpinnya yang tidak netral, tapi karena sistem yang tidak mengenal netralitas sejati.

 

Islam Sistem Sahih, Lahirkan Pemimpin yang Berpihak Pada Rakyat

 

Hanya satu sistem yang mampu melahirkan pemimpin yang berpihak pada rakyat, netralitas hanyalah senjata kapitalis demokrasi untuk mengajak setiap orang tidak memiliki identitas politik yang sahih. Sejatinya, siapapun jika ia seorang muslim wajib hanya berpihak pada akidahnya. Bukan netral, sebab apa yang menjadi keyakinannya itulah yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah swt.

 

Allah swt. memperingatkan dalam  firman-Nya yang artinya,” Jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang ada di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka dan mereka tidak lain hanyalah berdusta.” (TQS al-An’am 6: 116).

 

Politik hari ini dibangun atas dasar kepentingan, maka bisa dipastikan siapa yang paling besar maslahatnya atas kekuasaan maka dengan segala cara akan berusaha menguasai. Rakyat tentu fokus utamanya. Saatnya kita sadar dan bergerak memperjuangkan sistem yang sahih yang berasal dari Allah SWT, yaitu syariat Islam. Wallahualam bissawab. [DMS].

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.