6 Mei 2024
75 / 100

 

Oleh Afif Eka Sari

 

Dimensi.id-Dikutip dari cnnindonesia.com, sebanyak 5.931 warga binaan yang sebelumnya melakukan tindak kejahatan di sejumlah lembaga pemasyarakatan (lapas) dan rumah tahanan (rutan) di Sulawesi Selatan mendapatkan remisi khusus Idulfitri. Sebanyak 14 orang di antaranya langsung bebas.

Warga binaan yang menerima remisi terdiri dari Remisi Khusus (RK) I dan RK II. Secara rinci, terdapat 5.917 warga binaan yang dapat RK I dan 14 warga binaan yang mendapatkan RK II ataupun langsung bebas. Pelepasan warga binaan yang mendapatkan remisi menuai pro kontra. Benarkah remisi mampu mengatasi tindak kejahatan?

Ketidakseriusan Menangani Kejahatan?

Jika dilihat dari sisi lain tentang remisi, menunjukkan bahwa sanksi tidak dapat memberikan efek yang menjerakan kepada para pelaku kejahatan. Hal itu sudah dapat dibuktikan dengan meningkatnya kasus kejahatan yang semakin beragam. Semua itu disebabkan karena hilangnya rasa takut setiap pelaku bahkan mereka justru merasa candu sehingga mencoba hal lain yang lebih besar.

Kondisi seperti ini membuktikan bahwa gagalnya sistem aturan yang berlaku. Banyak sekali solusi yang sudah diambil namun tidak ada satupun yang dapat menyelesaikan permasalahan yang ada. Sistem ini merupakan sistem manusia, yang dimana manusia itu bersifat lemah dan terbatas.

Alhasil setiap kesepakatan yang dibuat pun akan memiliki kekurangan, bahkan bisa jadi kesepakatan tersebut bukan berdasarkan kesejahteraan rakyat namun keuntungan para penguasa. Oleh karena itu satu satunya sistem yang dapat mewujudkan kesejahteraan bagi masyarakat hanyalah sistem Islam.

Baca juga : https://dimensi.id/menyelesaikan-kasus-perundungan-dengan-islam/

Sistem Islam Menjerakan Pelaku Kejahatan

Dalam Islam, sanksi akan diberikan kepada setiap pelaku kejahatan. Seorang ulama Syekh Muhammad Ismail dalam kitab Bunga Rampai Islam menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan kejahatan adalah perbuatan yang tercela menurut hukum syarak. Artinya, pelaku telah melanggar hukum syariat (bermaksiat). Karena kemaksiatan tersebut maka wajar bagi pelaku mendapat sanksi atas perbuatannya.

Dalam peraturan Islam sanksi tersebut bersifat sebagai pencegah (zawajir) dan penebus (jawabir). Seperti dalam riwayat Imam Bukhari dari Abu Ubadah bin Ash-Shamit, mengatakan “Rasulullah Saw telah bersabda kepada kami di sebuah majelis, ‘Kalian berbaiat kepadaku untuk tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun, tidak mencuri, tidak berzina, tidak membunuh anak-anakmu, tidak membuat-buat dusta yang kalian ada-adakan sendiri, dan tidak bermaksiat dalam kebaikan. Siapa saja menepatinya, maka Allah akan menyediakan pahala, dan siapa saja yang melanggarnya kemudian dihukum di dunia, maka hukuman itu akan menjadi penebus baginya. Dan bagi siapa saja yang melanggarnya kemudian Allah menutupinya (tidak sempat dihukum di dunia), maka urusan itu diserahkan kepada Allah. Jika Allah berkehendak, maka Dia akan menyiksanya, dan jika Dia berkehendak, maka Allah akan memaafkannya.’ Lalu (Ubadah bin Ash-Shamit melanjutkan) “Kami pun membaiat Rasulullah Saw atas hal-hal tersebut.”

Dalil tersebut sangat jelas bahwa sanksi dalam islam bersifat zawajir dan jawabir. Namun hal tersebut hanya bisa diwujudkan oleh seorang khalifah yaitu dalam sistem Khilafah. Maka jika di dalam sistem Khilafah siapa pun yang terbukti melanggar syariat Islam akan dihukum sebagaimana aturan yang bersumber dari Al-Qur’an dan sunah. Oleh karena itu, tidak akan ada kesalahan dan kekurangan dalam menangani permasalahan tersebut.

Penerapan sistem sanksi dalam Islam pun praktis, tidak terbelit belit serta dapat menimbulkan efek jera dan sebagai penebus dosa bagi pelaku. Itulah Islam sebuah sistem yang dapat menerapkan hukum sempurna dan tiada tandingannya dengan hukum mana pun.

Wallahu a’lam bishawab. [DMS/FU]

1 thought on “Ketidakseriusan Negara dalam Menangani Pelaku Kejahatan

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.