Utang Infrastruktur – Masa PPKM darurat hampir telah berakhir dan berganti nama dengan PPKM level 4, berharap angka pandemi bisa ditekan menjadi lebih rendah. Namun angka yang diharapkan belum dapat terealisasi. Tempo.com, (16/7/2021)
Melansir bahwa penambahan kasus harian Covid-19 Indonesia menempati urutan pertama di dunia, sedangkan dalam penambahan kasus kematian hariannya menempati urutan kedua setelah Brazil. Namun betapa kontradiktifnya, ditengah tingginya angka pandemi.
BUMN kembali merencanakan pinjaman utang luar negeri, untuk membiayai operasional Kereta Cepat Jakarta Bandung yang sampai saat kini belum tuntas pengerjaannya.
CNN Indonesia (8/7/2021) melansir Kementerian BUMN mengungkapkan bahwa pada awal pengoperasian Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) akan mengalami kekurangan biaya operasi. Karenanya pemerintah tengah bernegosiasi dengan China.
Kartika Wirjoatmodjo selaku Wakil Menteri BUMN mengatakan bahwa pinjaman bisa diperoleh dari China Development Bank (CDB) dengan jaminan oleh PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI.
Ia juga menyebutkan lemahnya manajemen proyek dan keterlambatan pembebasan lahan serta perencanaan yang terlalu optimis di awal, mengakibatkan proyek KCJB berpotensi mengalami pembengkakan konstruksi sampai dengan 1,4 -US$1,9 miliar.
Betapa miris berbagai polemik terjadi seiring dilaksanakannya proyek ini. Di antaranya muncul dari sejumlah warga penggarap sawah, mereka melalukan demo menuntut hak ganti rugi, akibat kehilangan mata pencahariannya.
Disusul polemik terjadinya banjir bandang di sekitar proyek tol, bahkan terjadi kebakaran diduga akibat adanya pondasi proyek KCIC yang mengenai pipa bahan bakar Pertamina yang menghubungkan Bandung–Cilacap.
Proyek ini juga sempat diinstruksikan untuk dihentikan sementara oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) selama dua minggu sejak tanggal 2 Maret 2020.
Sebagaimana tertuang dalam surat tertanggal 27 Februari 2020 yang ditandatangani oleh Danis Sumadilaga yang menjabat Plt Dirjen Bina Konstruksi, selaku Ketua Komite Keselamatan Konstruksi.
Baca juga: Pejabat krisis empati, sekularisme mengikis habis nilai kemanusiaan
Setidaknya tercatat beberapa alasan di antaranya yakni terkait manajemen proyek,minimnya perhatian manajemen proyek yang mengakibatkan pembiaran penumpukan material di bahu jalan.
Hal itu berdampak pada kebersihan jalan, keselamatan pengguna dan fungsi drainase. Drainase yang buruk dan lambatnya pembangunan saluran pengairan yang telah terputus karena kegiatan proyek menyebabkan kerap terjadinya banjir di area tol.
Alasan lain tercatat bahwa pembangunan pilar LRT pada posisi KM 3+800 tanpa izin, sehingga berpotensi membahayakan keselamatan pengguna jalan.
Bahkan pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja (K3), keselamatan lingkungan, dan keselamatan publik belum memperhatikan peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia. (CNN Indonesia, 29/2/2020)
Jika kita cermati lebih dalam seberapa pentingnya manfaat proyek KCJB d rakyat? Tentu pengguna KCJB dipastikan orang-orang yang memiliki mobilitas tinggi terhadap kedua kota tersebut.
Sedangkan penduduk di luar daerah Bandung dan Jakarta yang jumlahnya mayoritas dipastikan hanya mampu menonton tanpa memetik manfaatnya.
Maka ketika pemerintah akan melobi utang untuk infrastruktur, sungguh ironis karena hakikatnya dengan bertambahnya utang maka semakin membebani keuangan negara dan juga masyarakat.
Hal ini seolah menggambarkan bahwa konsentrasi penguasa tertuju kepada masalah ekonomi di tengah angka pandemi yang kian meninggi.
Jangan heran, itulah watak sistem ekonomi kapitalisme sekularisme. Sistem ini menjadikan utang sebagai andalan dan solusi jitu dalam menutup defisitnya anggaran.
Utang merupakan tumpuan APBN-nya. Padahal, ketergantungan utang sejatinya adalah jebakan yang dibuat negara-negara kapitalis untuk menyetir kebijakan dalam di negara-negara berkembang.
Ironisnya kucuran utang malah dianggap sebuah bentuk kepercayaan negara luar terhadap pemerintah, sehingga ketika semakin banyak utang maka semakin tinggi kepercayaan terhadap negeri ini.
Namun hakikatnya tujuan pemberian utang luar negeri sebenarnya bukan membantu negara-negara yang terbelakang, tetapi untuk melanggengkan kepentingannya di negeri yang berutang.
Padahal semestinya tidak demikian, karena sumber daya alam negeri melimpah, namun sayang tidak mampu diharapkan untuk kemakmuran negeri.
Baca juga: Indonesia dalam belenggu kemiskinan sistemik
Kapitalisme telah menjadikan salah urus sehingga sebagian besar harta negeri yang melimpah justru dikelola oleh asing dan aseng. Adapun yang menikmati hanya segilintir rakyat saja,
Berbeda dengan sistem pemerintahan Islam, penguasa adalah penanggung jawab terhadap rakyat yang dipimpinnya. Termasuk tanggung jawab terhadap urusan pembangunan infrastruktur.
Pembangunan akan dibangun berdasar kepada kemaslahatan umat. Posisi rakyat menjadi hal yang utama. Bukan materi atau sekadar gengsi demi alat transportasi modern.
Wabah pandemi akan lebih diprioritaskan penanggulangannya ketimbang pembangunan infrastruktur yang sifatnya sekunder dimana manfaatnya tidak menyentuh seluruh rakyat, terlebih kondisi keuangan negara terbatas.
Sedangkan pembiayaan pembangunan infrastruktur akan dikelola oleh negara. Tidak boleh diserahkan pada swasta apalagi asing. Karena akan berakibat sektor publik dikuasai oleh mereka.
Selain itu sistem pemerintahan Islam di tunjang dengan adanya Baitul Mal (suatu lembaga yang bertugas khusus menangani segala harta umat, baik berupa pendapatan maupun pengeluaran negara) yang sudah terbukti tangguh dan stabil karena sumber pendapatan utamanya jauh dari utang dan pajak.
Adapun sumber pemasukannya yakni dari Fai dan kharaj. kepemilikan umum, dan zakat, semuanya dikelola negara dan diperuntukkan untuk umat.
Jika negara mengalami defisit maka diberlakukan dharibah alias pajak namun hanya dipungut dari orang kaya saja dan bersifat temporal yaitu diberlakukan saat darurat dan akan dihentikan pungutannya saat telah terpenuhi.
Isam juga mengharamkan transaksi berutang pada negara kafir harbi fi’lan . Terlebih terdapat unsur riba, merupakan sebagai salah satu dosa besar. firman Allah Swt.:
“Dan Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba .…” (TQS. Al-Baqarah: 275)
Dengan demikian utang bukanlah sumber pendapatan, justru jeratannya telah merampas keamanan, mengancam kedaulatan sebagai bangsa, serta bisa menjadi pintu masuk penjajahan asing.
Terlebih utang riba, selain akan menjadi sumber kesulitan dan kesengsaraan hidup juga mengundang datangnya azab Allah Swt.
Alhasil negara yang menerapkan sistem Islam akan dipenuhi keberkahan karena selalu terikat dengan hukum Allah Swt. yang penuh kemasahatan di dunia dan di akhirat.
Selain itu kebijakan yang dihasilkan tidak akan dapat disetir oleh luar, melainkan akan fokus pada penyelesaian masalah umat. Pembangunan infrastruktur akan memperhatikan skala prioritas.
Urusan keselamatan rakyat dalam hal ini kesehatan dan nyawa tentu lebih diutamakan. Negara tidak akan mengais utang Infrastruktur ditengah penanganan wabah.
Ketika kini di masa pandemi rumah sakit over kapasitas tak mampu menampung banyak pasien, maka penguasa akan mengutamakan membangun infrastruktur seperti rumah sakit atau lainnya yang menunjang untuk cepat tertanganinya wabah.
Wallahu a’lam bi ash-shawwab
Penulis: Ummu Zakiyyah | Ibu Rumah Tangga
Editor: Fadli