25 April 2024
Upaya Pemerintah Memberantas Korupsi, Apakah Worth it??
68 / 100

Dimensi.id-Korupsi merupakan salah satu kasus yang tak pernah dapat terselesaikan secara keseluruhan dari zaman Presiden Ir Soekarno sampai Jokowi. Beribu upaya telah dilakukan dari penangkapan sampai edukasi namun tak membuahkan hasil yang berarti. Malah koruptor makin menjadi dari setiap generasi. Mengapa hal itu terjadi?

Pendahuluan

Dikutip dari antaranews.com, Ketua Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK) RI Firli Bahuri menyatakan bahwa lembaga anti korupsi itu sudah menangkap sebanyak 1.600 koruptor dalam kurun waktu 20 tahun terakhir yakni sejak tahun 2003-2023, ungkap Firli Bahuri, ditemui di Roadshow Bus KPK dan road to Hakordia 2023, di Banda Aceh, Kamis, 9 November 2023.

Firli menegaskan, memberantas korupsi di negeri ini tidak cukup hanya dengan kegiatan penindakan saja, akan tetapi perlu pendidikan dari masyarakat untuk membangun kesadaran mereka, keprihatinan, pemahaman terhadap generasi agar tidak melakukan korupsi.

Dan dikutip dari tirto.id Budaya antikorupsi di masyarakat dan birokrasi pemerintah terbukti masih perlu upaya ekstra. Berdasarkan rilis terbaru Badan Pusat Statistik (BPS), nilai Indeks Perilaku Antikorupsi (IPAK) Indonesia 2023, mengalami penurunan dibandingkan dengan IPAK tahun 2022, menjadi sebesar 3,92. Tahun lalu, nilai IPAK yang dirilis BPS mencatat angka 3,93.

Hasil IPAK 2023 menunjukkan, nilai Indeks Persepsi 2023 sebesar 3,82 atau meningkat 0,02 poin dibandingkan tahun 2022. Sebaliknya, Indeks Pengalaman 2023 menunjukkan angka 3,96 yang berarti menurun sebesar 0,03 poin dibanding Indeks Pengalaman 2022 (3,99). Angka IPAK 2023 sebesar 3,92 juga berarti tidak tercapainya angka IPAK yang ingin dicapai tahun ini berdasarkan target dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).

Memahami Akar Persoalan Korupsi

Pemegang kebijakan mengandalkan demokrasi sebagai sistem pemerintahan saat ini terjadi demokrasi yang menyuburkan korupsi menjadi alat bagi para koruptor untuk terus bermain kotor. Sehingga wajar apabila demokrasi selalu berhubungan dengan para oligarki. Pada aspek ini, pemegang kebijakan dan oligarki saling bersimbiosis mutualisme. Mereka yang rakus dengan kekuasaan tentu butuh modal untuk melaju di pesta demokrasi juga didukung oleh kapitalisme yang selalu mementingkan keuntungan materi.

Siapa saja yang punya modal besar ialah yang dapat memegang kebijakan. Sedangkan para oligarki butuh regulasi agar dapat memuluskan usaha. Main kotor pada dasarnya kedaulatan demokrasi terletak pada tangan manusia, demokrasi memberi ruang bagi pemain untuk curang. Alhasil, meski ada lembaga antikorupsi yang terus menyuarakan untuk menangkap para tikus berdasi, pembasmian korupsi menjadi sebatas fatamorgana.

Sistem Demokrasi Biang Korupsi

Juga kita tidak bisa menggantikan peran masyarakat dalam melawan korupsi. Namun, sebaik apa pun masyarakat, jika negaranya masih tetap menerapkan sistem yang membuat masyarakat terus melakukan perilaku haram tersebut, tetap tidak akan mampu membendung korupsi.

Ini karena masyarakat yang awalnya membenci korupsi, bisa saja terpengaruh dan berubah menjadi koruptor ketika masuk dan bergabung dalam iklim saat ini. Masyarakat memiliki tugas besar, yaitu senantiasa mengingatkan pemegang kebijakan untuk bertindak benar karena yang dapat menyelesaikan kasus korupsi adalah pemegang kebijakan, yaitu pemerintah.

Bagaimana Islam Memberikan Solusi Atas Persoalan Korupsi

Apabila sistem demokrasi gagal dalam memberantas  korupsi, dengan sistem yang diatur oleh pemerintahannya, hanya sistem Khilafah yang mampu memberantas korupsi hingga akarnya. Bahwa khilafah akan menjadikan akidah Islam sebagai landasannnya dan khalifah pemimpinnya yang akan menyusun undang-undang yang selaras dengan pandangan islam.

Sebagai khalifah (pemimpin), maka ia pun wajib taat syariat. Ini karena pemimpin yang bisa mengayomi dan dapat melindungi warganya yang akan membuat umat tidak akan merasa kekurangan.

Khalifah akan menerapkan sistem pendidikan yang berbasis akidah Islam sehingga kurikulumnya yang bertujuan membentuk intelektual yang mempunyai kepribadian islam. Akan ada sanksi tegas dari negara terhadap individu yang korupsi. Pelakunya akan dihukum sesuai syariat Islam yang berfungsi sebagai penebus dosa dan membuat jera pelakunya, serta pencegah bagi orang lain untuk melakukan hal serupa. Jika berhubungan dengan suap-menyuap, ia disebut harta ghulul atau harta yang diperoleh secara curang. Harta ini tidak boleh dimiliki oleh individu dan akan dikembalikan kepada negara.

Sebagaimana pernah dilakukan Khalifah Umar bin Khaththab, untuk meminimalkan pembengkakan kekayaan, akan diberlakukan perhitungan kekayaan untuk mengetahui seorang pejabat tersebut melakukan korupsi atau tidak. Oleh karena itu budaya antikorupsi hanya bisa terwujud apabila sistem islam diterapkan ditengah-tengah umat.

Wallahu A’lam Bish Shawab

Penulis : Mega Rahayu (Mahasiswi STEI Hamfara Yogyakarta)

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.