4 Mei 2024

Dimensi.id-Hari ini sepertinya akan panas sekali, kulihat celah-celah matahari di rumahku yang terbilang banyak lubang anginnya. Rumah kayu itu menurutku cukup nyaman, bahkan lebih nyaman dari rumahku yang sebelumnya. Rumah panggung yang dibawahnya dialiri air kala banjir dan lembab jika musim kemarau.

Hingga kami terbiasa bermain dibawahnya, bahkan seringkali ayah menggelar tikar dan tidur disana. Jangan Tanya aku dimana, aku mengajak pasukan yang Nampak bosan dikala siang hari. Dengan mahirnya aku merangkai manik-manik ditanganku hingga menjadi gelang cantik. Itulah caraku membuang bosan dengan manfaat kala mamak melarangku pergi bermain.

Kadang kala aku lebih rindu hidup dirumah panggung dengan kolam ikan dibawahnya. Tidak ada seekor ularpun atau tikus yang berani naik kerumahku. Bahagia itu sederhana kan, sesederhana senyuman kita. Terlalu banyak kenangan disana, suka dan duka, kehilangan mereka, terpisah tanpa suara.

Semua tentang kita kawan, terlalu indah kita bagi cerita kita pada mereka, yang saat ini lebih disibukkan hp dan game. Hidup kita realistis kita punya cara bermain yang berbeda bukan! Masih anak kampungan yang senantiasa sibuk mengaji dikala malam hari dan bermain dikala sore hari. Berlari, sembunyi, tawa candadan amarah kita.

Kulihat pagi-pagi Om Anto datang mengantarkan sesuatu, aku bersembunyi dibalik kamar seperti biasa. Beliau teman seperjuangan ayah, senang masih ada yang mengingat beliau meski sudah tiada. Katanya orang baik akan dikelilingi oleh orang baik pula.

Ayahku cukup baik hingga dalam kisahnya mamak sempat sebal karna ayah sering menampung anak muda tangguh, jiwa mudanya bergejolak. Tapi entahlah, mereka seperti menghilang satu persatu ditelan waktu, entah dimana rimbanya saat ini.

“Ini… alhamdulilah mau ngantar sedikit rezeki sie meugang (daging meugang) buat anak-anak” Kata Om Anto

“Alhamdulilah…masih di ingat kami, masuk lah dulu” Kata Mamak mempersilahkan Om Anto masuk

Setelah sedikit basa-basi Om Anto pamit pulang. Mamak pun bergegas kepasar dengan uang seadanya, hanya membeli sedikit bumbu untuk ngolah daging ini. Daging ini pun dibagi ketiga rumah, sikakak dan di abang yang punya anak kecil.

Sore pun alhamdulilah mendapat daging ayam, lumayan buat dimasak dihari kedua Meugang besar nanti menyambut ramadhan. Meugang sebuah tradisi bagi masyarakat Aceh yang dilakukan saat mau menjelang ramadhan dan lebaran. Entah sejak kapan tradisi meugang ini ada, katanya sangat erat kaitannya dengan kekhalifahan.

Sungguh ya Rabb nikmatmu yang mana lagi mampu ku dustai, ditengah wabah seperti ini tiada manusia yang lebih baik dari mereka yang memberikan sedikit hartanya untuk kami. Bukan meraka yang hanya mampu koar-koar berkata dapat gaji meski tak bekerja…ah itu bulsyit, gak ada makan siang gratis didunia ala kapitalis yang memang palis (jahat).

Selama kau hidup pun mereka para kapitalis membuat kami cukup menderita, kami tak bisa berkerja, kami seperti mengemis meminta pertolongan dari satu koantor ke kantor yang lain. Meminta dana bantuan yang memang hak kami, namun dimanipulasi entah berapa banyak lagi mereka merampok rakyat kecil seperti kami. Kalau kata mamak “bah dipajoh keudeh, bah keumong prut (biarkan aja mereka makan, biar bengkak perutnya)

Penulis : Cut Zhiya Kelana, S.Kom

Editor : Fadli

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.