18 Mei 2024

Penulis : Shita Ummu Bisyarah

 Dimensi.id-Covid 19 telah menginfeksi 16,2 Juta jiwa per 27 Juli 2020, bahkan diprediksi akan terus meningkat. Di Indonesia sendiri total cases corona semakin memprihatinkan. Dilansir dari Worldometer per tanggal 18 Juli 2020 Total kasus orang yang positif covid-19 di Indonesia resmi melebihi China, negara asal sang virus. Per 27 juli 2020 virus ini telah menginveksi 98.778 orang dan diprediksi akan terus meroket tajam. Belum lagi total death Indonesia yang kini resmi mengalahkan China. Ironisnya total test peole di Indonesia hanya 697.043 orang, sedangkan China 90.401.000 orang. Dari jumlah test people dengan jumlah kasus positif dan kasus kematian, maka bisa kita lihat seberapa parah kasus Covid-19 di Indonesia.

Melihat fakta mengerikan ini harusnya pemerintah kembali mengevaluasi kebijakannya dan bertindak tegas untuk menghentikan penyebaran virus ini. Memberlakukan New Normal di tengah pandemi yang masih meroket tajam sama saja dengan tindakan mengorbankan rakyat dan para nekes. Lihat saja ketika New Normal diberlakukan masyarakat bebas berlalu lalang tanpa mengidahkan protokol kesehatan.  Cluster baru mulai terbentuk sehingga harapan virus ini hilang hanya fatamorgana.

Disisi lain para nekes mulai kewalahan dengan membludaknya pasien. Dilansir dari kompas.com (13/07/2020) tiap pekan ada 14 dokter yang meninggal akibat Covid-19. Bahkan angka kematian nakes di Indonesia menjadi tertinggi di Asia. Dengan peraturan yang tidak tegas seperti ini Nakes seolah dikorbankan.

Parahnya pemerintah malah sibuk menggodog berbagai macam UU. Mulai dari UU Minerba hingga RUU HIP. Disini sangat terlihat betapa negeri ini hanya dikuasai oleh segelintir pemilik modal yang membuat kebijakan hanya untuk menguntungkan golongannya, sedangkan rakyat diperas hartanya. Hal ini tidak lain karena Indonesia menerapkan sistem Demokrasi Kapitalisme yang meniscayakan semua hal itu.

Kapitalisme jelas gagal menangani pandemi karena ideologi ini memandang manusia dengan paradigma materi. Sehingga nyawanya tidak lebih berharga dari pada sebongkah emas. Maka wajar saja jika ditengah pandemi banyak para pemilik modal yang justru memanfaatkan keadaan untuk memperkaya diri dan golongan tanpa mempedulikan nyawa manusia.

Hal ini sangat bertolak belakang dengan ideologi Islam yang terbukti sukses menangani pandemi. Sejarah mencatat dengan tinta emasnya bagaimana Islam sukses menangani sebuah pandemi. Sebut saja pandemi pertama peradaban Islam yakni wabah Tha’un dimasa Rasulullah, Umar bin Khatab, dan khalifah penerusnya. Wabah dengan cepat dan tepat bisa teratasi. Bagaimana Islam mengatasi wabah?

Penanganan sebuah pandemi bukanlah persoalan teknis medis semata, tetapi perkara ini berkaitan erat dengan cara pandang terhadap manusia, kesehatan, dan keselamatan jiwanya. Disinilah bedanya Islam dengan kapitalisme. Dilansir dari kompasiana.com, kapitalisme merupakan ideologi dimana pemilik modal bisa melakukan usahanya untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya. Dari prinsip ini dapat kita lihat bahwa kebijakan apapun akan tergantung pada segelintir orang si pemilik modal. Negara tidak bisa melakukan intervensi karena sifatnya hanya regulator saja. Maka dalam menangani pandemi fokus utamanya adalah si pemilik modal ini tak boleh merugi, maka jelas nyawa manusia tak ada harganya dibanding kerugian ekonomi.

Berbeda dengan Islam. Islam memberikan penghargaan tertinggi pada nyawa manusia, sebagaimana firman Allah SWT yang artinya “Hilangnya dunia, lebih ringan bagi Allah dibanding terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak.” (HR Nasa’i); Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala, “Dan barang siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya.” (TQS Al Maidah [5] :3).

Maka kebijakan yang diambil oleh Islam dalam menangani pandemi  harus secepat mungkin dan sebisa mungkin tidka ada korban jiwa. Ada tiga prinsip Islam dalam penanggulangan wabah sehingga segera berakhir tanpa korban lebih banyak lagi.

Pertama pengambilan kebijakan lockdown sesegera mungkin. Hal ini ditegaskan oleh Rasulullah saw, “Apabila kalian mendengarkan wabah di suatu tempat maka janganlah memasuki tempat itu, dan apabila terjadi wabah sedangkan kamu sedang berada di tempat itu maka janganlah keluar darinya.” (HR Imam Muslim).

Ke dua mengisolasi orang yang sakit. Sabda Rasulullah saw, “Sekali-kali janganlah orang yang berpenyakit menular mendekati yang sehat.”(HR Imam Bukhari).

Ke tiga Pengobatan segera hingga sembuh. Bersabada Rasulullah saw, “Sesungguhnya Allah menurunkan penyakit dan obat, dan didiadakan-Nya bagi tiap-tiap penyakit obatnya maka berobatlah kamu, tetapi janganlah berobat dengan yang haram.”

Islam memandang kesehatan sebagai kebutuhan pokok rakyat, sehingga negara wajib memberikannya secara cuma – cuma alias gratis.  Hal ini tentu didukung sepenuhnya oleh sistem kesehatan Islam yang merupakan resultante(hasil) dari sistem kehidupan Islam yakni sistem ekonomi dan politik Islam berikut sekumpulan konsep sahihnya. Sistem pendidikan sebagai pilar utama membentuk masyarakat yang hidup sehat, politik riset dan industri dilandaskan pada paradigma sahih Islam, sementara pembiayaan berbasis baitulmal dengan anggaran bersifat mutlak.

Dengan paradigma dan prinsip seperti itu mudah saja bagi negara dalam menyelesaikan wabah. Seperti melakukan screening epidemiology, berupa pemeriksaan yang cepat dan akurat terhadap semua orang dengan gejala klinis atau contac tracing. Dalam waktu kurang dari 12 jam bahkan akan bisa dipilah mana orang yang terinfeksi dan mana yang sehat, sehingga bisa dilaksanakan 3 prinsip yang sudah dijelaskan diatas.

Begitulah Islam sebagai sistem kehidupan yang sohih dengan seperangkat aturan yang kompleks dannparadigma yang mulia sehingga bisa menjadi solusi setiap problematika dunia. Karena Islam hadir tak hanya menjadi rahmat bagi kaum muslim tapi rahmat bagi seluruh alam.  Wallahualambissawab.

Editor : Fadli

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.