1 Mei 2024

Penulis : Elsa Novia Wita Siregar

Dimensi.id-Sampai hari ini, hitungan jemari tak cukup untuk merunut dengan detail betapa banyaknya persoalan yang dialami negeri. Puncak masalah yang bisa disaksikan oleh jutaan pasang mata saat ini adalah bagaimana gagapnya penguasa dalam memberikan penanganan terhadap ganasnya virus Corona yang telah merenggut ribuan jiwa. Kita tak pernah lupa betapa remeh temehnya penguasa saat pertama kali merespon masuknya virus ini kedalam negeri. Meraka menunjukkan ketidakseriusan dan membuat lelucon yang tidak seharusnya keluar dari mulut penguasa. Andai saja direspon serius, barangkali kita tidak kelabakan separah ini.

Lihatlah yang kita rasakan sekarang terhadap gagalnya penguasa memberikan solusi dalam menangani virus. Dimulai dari tindakan preventif yang tidak menyentuh akar masalah sampai kepada tindakan kuratif yang dinilai setengah hati. Jangan tanya berapa jumlah dana yang sudah dialokasikan untuk menangani wabah ini sebab jumlahnya fantastis. Namun keluh kesah mengenai serba kurangnya APD, alat test, dan peralatan kesehatan masih kerap terdengar.

Yang paling mengiris hati adalah ditengah kesemrawutan penanganan wabah, pemerintah melalui penguasa justru gagal fokus dan disibukkan dengan pembahasan banyak hal yang dinilai tidak relevan dengan persoalan yang sedang dihadapi. Misalnya wacana HIP yang mendapat penentangan keras, UU minerba yang disahkan diam-diam, ngototnya pilkada ditengah pandemi, sampai isu reshuffle kabinet yang akhir-akhir ini hangat dibicarakan. Mengenai reshuffle, menjadi sangat menarik untuk dibahas sebab berkaitan erat dengan eksistensi serta reputasi para penguasa dijajaran kementrian. Reshuffle berarti mengharuskan adanya pencopotan jabatan secara sepihak oleh presiden dengan berbagai alasan dan pertimbangan.

/Reshuffle: Bukan Akhir Penguasa Pandir/

Pandemi menjadi momentum ujian kelayakan beberapa para menteri dalam menjalankan peran dan fungsinya dijajaran kementerian. Seperti kita ketahui bahwa selama menangani pandemi ini, kinerja para menteri memang patut dipertanyakan. Ketidakoptimalan ini ternyata menjadi sorotan presiden dan memunculkan desas-desus akan dilakukannya reshuffle. Isu ini mencuat saat presiden berpidato membuka  sidang kabinet paripurna di Istana Negara, Jakarta.

Presiden lantas menyampaikan ancaman reshuffle bagi menterinya yang masih bekerja biasa-biasa saja. “Langkah extraordinary ini betul-betul harus kita lakukan. Dan saya membuka yang namanya entah langkah politik, entah langkah kepemerintahan. Akan saya buka. Langkah apa pun yang extraordinary akan saya lakukan. Untuk 267 juta rakyat kita. Untuk negara,” ucap Presiden. “Bisa saja membubarkan lembaga. Bisa saja reshuffle. Sudah kepikiran ke mana-mana saya. Entah buat perppu yang lebih penting lagi kalau memang diperlukan. Karena memang suasana ini harus ada, suasana ini, (jika) Bapak Ibu tidak merasakan itu, sudah,” kata Kepala negara.  KOMPAS.com (29/06/2020)

Ancaman reshuffle presiden mencuatkan berbagai spekulasi sampai prediksi nama-nama menteri yang layak turun jabatan. Prediksi itu tentu bukan tanpa alasan, ini dikarenakan buruknya kinerja pemerintah (menteri) selama ini, terlebih disaat pandemi yang dapat disaksikan seluruh rakyat dengan mata telanjang. Kegagalan penguasa dalam menjalankan amanah menjadi bukti yang kuat bahwa keberadaan mereka dikursi jabatan sangat tidak layak.

Jauh sebelum para menteri mempertontonkan kecerobohan mengurusi rakyat, ada beberapa menteri semenjak awal dipiih oleh Presiden mendapat protes keras masyarakat karena dianggap tidak memiliki kapasitas mumpuni. Sebut saja menteri pendidikan, menteri kesehatan, menteri hukum dan HAM dan menteri agama yang dulu banyak mendapat sorotan publik. (Kompas.com 25/10/2019) 

Beberapa menteri tersebut  diduga kuat akan mendapatkan kado pahit dari presiden, berupa pencopotan jabatan. Ketidaklayakan mereka mengurusi rakyat semakin jelas terlihat disaat pandemi ini. Para menteri mendadak miskin gagasan bahkan tidak mengambil peran dalam membantu menangani persoalan wabah.

Keadaan ini mengingatkan kita pada peringatan yang pernah disampaikan oleh Baginda Rasulullah SAW dalam hadist yang berbunyi:

««أَخَافُ عَلَيْكُمْ سِتًّا: إِمَارَةَ السُّفَهَاءِ…

“Aku mengkhawatirkan atas diri kalian enam perkara yaitu (salah satunya, red.): kepemimpinan orang-orang bodoh/dungu…” (HR Ahmad dan ath-Thabarani).

Dalam hadis di atas, ada enam perkara yang dikhawatirkan Rasul saw. terjadi atas umat ini. Salah satunya—dan yang paling pertama disebut oleh beliau—adalah imârah as-sufahâ (kepemimpinan orang-orang dungu/bodoh/pandir). Imârah as-sufahâ disebut di urutan pertama karena boleh jadi perkara inilah yang paling dikhawatirkan oleh Nabi saw. terjadi atas umat ini. As-Sufahâ` bentuk jamak dari safîh. Artinya: orang bodoh/dungu, kurang akal dan keahlian, ahlu al-hawa (biasa memperturutkan hawa nafsu), sembrono/gegabah serta buruk tindakan dan penilaiannya.  Kekawatiran Rasul diatas tampaknya sangat relevan dengan pemandangan yang sedang terjadi saat ini.

/Penguasa Pandir Lahir dari Sistem yang Salah/

Saat ini bukanlah menjadi perkara yang sulit menemukan bukti kegagagalan penguasa dalam mengurusi rakyat. Sebenarnya kegagalan ini adalah sesuatu hal yang lahir secara sistemik dari sistem yang sedang dijalankan negeri ini. Sistem demokrasi kapitalisme sangat mungkin melahirkan penguasa pandir (bodoh/dungu). Sistem ini memberikan peluang kepada siapa saja untuk menjabat, sekalipun tidak memiliki keahlian dibidangnya. Dalam sistem ini, mereka juga diberikan hak penuh untuk menentukan dan membuat kebijakan (hukum) dengan mengoptimalkan akal yang sudah nyata memiliki keterbatasan.

Selama sistem demokrasi kapitalisme yang menjalankan roda pemerintahan, reshuffle bukanlah solusi tuntas saat hendak mengevaluasi kinerja para penguasa. Sebab pangkal persoalan yang menyebabkan kekacauan bukan hanya diberikannya amanah kepada yang bukan ahli, tetapi menjadikan sistem yang salah dalam menjalankan kepemimpinan. Rasulullah telah mengatakan dengan gamblang dalam hadist tentang penguasa bodoh yang dimaksud adalah mereka yang tidak menjalankan petunjuk dari Allah dan rasul-Nya (kepemimpinan selain islam). Sabda Rasul :

“Semoga Allah melindungi kamu dari imârah as-sufahâ`.” Kaab bertanya, “Apa itu imârah as-sufahâ`, wahai  Rasulullah?” Beliau bersabda, “Mereka adalah para pemimpin sesudahku, yang tidak mengikuti petunjukku dan tidak meneladani sunnahku…” (HR Ahmad, al-Hakim dan al-Baihaqi).

Karena itu kepemimpinan penguasa manapun yang tidak merujuk pada petunjuk dan Sunnah Nabi saw. terkategori sebagai imârah as-sufahâ` (pemimpin bodoh/dungu). Tegasnya, pemimpin yang meninggalkan petunjuk al-Quran dan as-Sunnah, seraya menjalankan sistem dan perundangan yang bukan syariah Islam, pada dasarnya itulah imârah as-sufahâ`.

Hadist diatas menjadi bukti bahwa penguasa bodoh adalah mereka yang menjalankan kepemimpinan dengan menggunakan aturan yang tidak bersumber dari Allah dan Rasul, dan ini yang terjadi pada sistem demokrasi kapitalisme.

/Penguasa Pandir Takkan Ada dalam Islam/

Tanda-tanda berakhirnya eksistensi penguasa pandir telah begitu nyata. Kegagalan penguasa hari ini dalam menjalankan amanah kepemimpinan menjadi alasan kuat bahwa kekuasaan yang demikian hanya akan menghantarkan rakyat pada nestapa tak berkesudahan. Saatnya kita menyongsong lahirnya kepemimpinan islam yang akan menjalankan pemerintahan sesuai dengan petunjuk Al-qur’an dan Sunnah. Sistem islam juga tidak akan pernah memberikan kesempatan muncul dan berkuasanya penguasa pandir.

Sistem islam akan melahirkan penguasa yang takut dan taat kepada Allah SWT. Penguasa dalam sistem islam adalah penguasa yang amanah, sebagaimana sabda rasul :

“Sungguh jabatan ini adalah amanah. Pada Hari Kiamat nanti, jabatan itu akan menjadi kehinaan dan penyesalan, kecuali bagi orang yang mengambil jabatan itu dengan haq dan menunaikan amanah itu yang menjadi kewajibannya (HR Muslim).

Meraka juga akan terus diingatkan dengan hadis:

“Siapapun yang diangkat memegang tampuk kepimpinan atas rakyat, lalu dia menipu mereka, maka dia masuk neraka (HR Ahmad).

Inilah gambaran penguasa didalam sistem islam yang seharusnya kehadirannya dirindukan oleh setiap muslim. Hadirnya sistem islam sekaligus menandakan eksistensi penguasa pandir telah berakhir.

Wallohu’alam bisshawab

Editor : Fadli

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.