1 Mei 2024

Penulis : Sriana, S.Pdi

Dimensi.id-Di masa wabah begini, banyak istri yang berbenah. Menikmati masa bersama yang mungkin jarang terjadi,  walau lebih menguras energi. Berbagai hal baru digeluti. Entah sekedar menyalurkan hobi, atau berusaha menyambung nyawa di situasi pandemi.

Memasak menjadi hal utama yang diprioritaskan. Sekedar mengganjal perut atau seru-seruan mengurai kebosanan. Semua mendadak jadi koki. Memamerkan hasil jepretan walau tak selalu sesuai ekspektasi. Sehingga sosmed menjadi menu kedua yang diperhitungkan. Kebutuhan membeli Kuota sebanding dengan ketersediaan bahan makanan.

Risikonya, unggahan apapun harus siap dengan dua kemungkinan. Dipuji atau dicaci. Ada lovers, ada haters. Seperti yang dialami Khaerani yang sering membagikan menu bekal suami di akun twitter @rainydecember ternyata membuat cuitannya ramai dibahas di media sosial, karena komentar negatif beberapa netizen.

Di tengah arus media komunikasi yang semakin canggih ini, memang harus siap bermental baja. Ada cuitan lisan yang tak terbendung di luaran sana yang siap menyerang kita. Walaupun hal positif yang kita bagikan.

Saya termasuk yang tidak begitu suka membagikan berbagai momen di setiap beranda. Walaupun setiap hari membuat camilan misalnya, Tapi tidak pernah saya unggah.

Namun, saya justru sering mendapat inspirasi menu dari unggahan teman. Atau seaching resep masakan. Artinya, banyak orang seperti saya yang butuh ide-ide kreatif dari postingan orang lain. Ambil sisi positifnya.

Bahkan di situasi wabah begini, banyak emak-emak yang banting stir jualan makanan online, tuk menambah pemasukan. Tak ada yang salah bukan?. Maka alangkah tidak patutnya para nyiyirun itu berkomentar negatif, bahkan menyinggung peran hakiki perempuan. Ide basi yang membuat kita mual membacanya.

Maka, jika kita merasa sebagai emak strong, yang berjibaku mempersembahkan hal terbaik untuk suami, anak dan keluarga. Jangan hanya terpaku di sudut bisu. Sejatinya hal itu perlu kita luruskan. Jelaskan pengaturannya dalam Islam.

Islam tidak pernah mendiskriminasi perempuan, menempatkan perempuan sebagai korban penindasan pria, atas nama kepemimpinan di rumah tangga. Justru disanalah pahala jihad bisa diraih. Karena ketaatan kepada suami menjadi kunci surga baginya.

Perbedaan pengaturan hak dan kewajiban dalam Islam, menempatkan manusia sesuai fitrahnya. Jika dulu para sahabat hanya sami’na wa atta’na dengan syariat yang disampaikan Rasulullah saw. Mereka tidak pernah merasa terkekang dengan perannya masing-masing.

Sekarang perbedaan fitrah itu telah terbukti secara ilmiah. Tidak hanya ilmu psikologi yang membenarkan, cabang eksak pun telah mengupas tuntas perbedaan otak laki-laki dan perempuan yang mengendalikan kerja tubuhnya.

Maka, ide memaksakan laki-laki harus sama dan setara dengan wanita adalah hal yang tak logis.  Tidak hanya melanggar aturan sang pencipta, Tapi juga melanggar batas kenormalan sebagai manusia.

Ketika perempuan merasa mampu menduduki peran yang sama bahkan lebih dari pria, yang terjadi justru kerusakan. Berawal dari institusi terkecil, Rumah tangga. Merembet kesemua arah lalu menumbangkan ketahanan sosial masyarakat. Perempuan akan berada di ambang kegagalan. Gagal sebagai istri dan ibu.  

Karena itu, Allah mendesain penciptaan yang unik bagi keduanya. Bukan untuk meninggikan salah satunya lalu merendahkan yang lainnya. Tapi agar kelak, ketika mereka menjadi pasangan, perbedaan itu menjadi pelengkap untuk menutupi kelebihan dan kekurangan keduanya.

“Janganlah kamu iri hati terhadap keistimewaan yang dianugerahkan Allah terhadap sebagian kamu atas sebagian yang lain. Laki-laki mempunyai hak atas apa yang diusahakannya dan perempuan juga mempunyai hak atas apa yang diusahakannya.” (QS. al-Nisa/4:32)

Jadi, aktivitas istri membuat bekal, adalah salah satu cara berkhidmat kepada suami. Itu kewajiban dari Rab-nya. Suami berhak mendapatkan itu. Sama halnya istri berhak atas kewajiban yang ditunaikan suaminya. Begitulah sejatinya kehidupan suami istri dalam Islam.  Ada rasa saling ketergantungan. Tolong-menolong dalam menjalankan peran. Tidak mutlak semua urusan tetek bengek rumah diurus sendiri oleh istri. Bahkan suami harus mencarikan orang lain yang bisa meringankan pekerjaan istrinya pada fase repot, jika ia tidak sempat mengulurkan tangan.

Begitu juga seorang istri. Adakalanya ia harus memutar otak mencari solusi, agar dapur tetap mengepul. Setiap jerih payah yang ia lakukan saat membantu suami mencari nafkah, dibalas Allah dengan pahala sedekah. Alangkah harmonisnya kehidupan rumah tangga jika kedua pihak memahami peran dan tidak berpangku tangan mengulurkan bantuan. Namun, tentu saja apapun yang dilakukan semata karena mengharap ridho sang pencipta. Allah Swt.

Editor : Fadli

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.