11 Mei 2024

Dimensi.id-Pernyataan Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan soal cuaca panas membunuh virus corona menuai perdebatan. Pasalnya sampai sekarang belum ada bukti ilmiah soal kebenaran teori ini. Virus corona yang menyebabkan sindrom pernapasan akut SARS (wabah penyakit ini terjadi pada tahun 2002-2003). Penelitian yang masih awal menunjukkan corona jenis ini punya kemampuan bertahan hidup di cuaca sejuk dan dingin. Semakin tinggi suhu dan kelembabannya semakin rendah kemampuan virus bertahan hidup. Tapi riset inipun masih tahap awal. (03/04/2020)

Dilansir dari Liputan6.com (05/04/2020),menurut pakar epidemiologi Universitas Padjajaran (Unpad), Panji Fortuna Hadisoemarto, secara teori, kalau suatu penyakit menular sudah menginfeksi sejumlah tertentu disuatu kelompok masyarakat, otomatis herd immunity terbentuk, dengan asumsi infeksinya menimbulkan kekebalan. Namun sebelum kekebalan tubuh ini terbentuk, mayoritas kelompok masyrakat mesti terinfeksi terlebih dahulu. Semakin menularkan suatu penyakit semakin banyak penduduk yang terinfeksi sebelum terbentuknya Herd Immunity.

Panji mengasumsikan jika sebagian besar rakyat terinfeksi, angka kematiannya berkisar antara 1-2 persen saja. Namun 1-2 persen dari total 75 persen penduduk Indonesia angkanya sekitar 1,5-2,5 juta penduduk mengalami kematian akibat terinfeksi. Jumlah tersebut bukanlah jumlah yang kecil. Apakah pemimpin kita rela mengorbankan nyawa hingga 2,5 juta rakyatnya demi tercapainya herd immunity ?

Pernyataan diatas membuktikan bahwa penguasa saat ini sangat abai dalam menghadapi pandemi virus corona ini. Ditengah pandemi terjadi mereka hanya sibuk mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang belum tentu bisa menghentikan penyebaran wabah corona ini. Berharap pada cuaca alam tanpa memberikan pelayanan kesehatan yang memadai. Berharap pada herd immunity tanpa adanya vaksinasi hanya akan menimbulkan kematian massal.

Buruknya manajemen pemerintah dalam menangani wabah serta enggannya mereka mengurusi dan memenuhi kebutuhan rakyatnya sendiri adalah bukti nyata kualitas pemimpin dalam sistem kapitalis. Paradigma sistem kapitalis yang bertumpu pada kepentingan ekonomi materialistik dan investasi yang berbasis untung rugi, sehingga tak heran jika mereka tak mau mengambil kebijakan lockdown (karantina wilayah) sesuai peraturan UU No.6 tahun 2018.

Paradigma kebijakan tersebut akan sangat berbeda dengan paradigma para pemimpin yang menerapkan aturan Islam yang bersumber dari Sang Maha Pengatur, yang menjadikan para penguasa mengurusi rakyatnya dengan penuh tanggungjawab karena mereka tahu akan ada hari pertanggungjawaban diakhirat kelak.

Bukti nyata bahwa sitem Islam mampu mengatasi wabah yang pernah melanda Daulah Islam saat itu yakni,  wabah Tha’un di Amwas wilayah Syam tahun 639 M, wabah “black death” di Granada pada abad 14 masehi, dan wabah “smallpox” atau cacar yang melanda pemerintahan Turki Utsmani pada abad ke 19 masehi. Pemerintahan Islam saat itu berhasil melakukan kebijakan efektif dalam  mengatasi wabah yang terjadi.

Pertama menerapkan kebijakan “lockdown” di wilayah yang terkena wabah, kebijakan preventif ini untuk mengatasi agar wabah tidak menyebar luas ke wilayah yang belum terkena wabah, sehingga wilayah yang sehat bisa melaksanakan aktivitas kehidupan seperti biasa. Negara pun dengan sangat mudah membantu memenuhi kebutuhan logistik dan kesehatan kepada wilayah yang terdampak wabah.

Kedua, mencari tahu mekanisme penyakit dan antisipasi pencegahan penyakit berbasis bukti, dengan mengobservasi pada khasiat (qadar) yang Allah tetapkan pada spesifisitas pada virus yang berdampak pada totalitas kematian dan mobilitas kesakitannya. Sehingga akan dihasilkan langkah-langkah spesifik yang efektif dalam mencegah penyebaran penyakit dari virus tersebut.

Ketiga kebijakan pengembangan dan produksi vaksin, dengan adanya vaksinasi terhadap masyarakat, virus tidak akan mampu tersebar karena sudah terblokir kemampuannya untuk menginfeksi. Pengobatan ini telah terbukti dan dikembangkan pada masa pemerintahan Daulah Islam Turki Utsmani saat dilanda wabah “smallpox” atau cacar.

Kebijakan tersebut mampu direalisasikan dan dirasakan oleh masyarakat karena didukung oleh pendanaan dari Baitul Mal sebagai Lembaga Keungan Negara Islam. Dana tersebut didapat dari 3 pos pemasukan, yaitu Pos Fa’i dan Kharaj, Pos Kepemilikan Umum, dan Pos Shadaqah (sumber ; Sistem Keuangan Negara Khilafah, karya Abdul Qadim Zallum).

Pos pemasukan negara tersebut akan benar-benar direalisasikan untuk kebutuhan rakyat, sebelum terkena wabah negara sudah merealisasikan pengurusan rakyatnya dengan baik, apalagi jika warga nya terdampak wabah, pastinya negara akan berusaha keras untuk menanganinya.

Inilah sistem kehidupan yang diterapkan dalam aturan Islam, yang belum ada peradaban manapun yang mampu mengunggulinya. Kehidupan peradaban Islam tersebut telah terbukti menaungi selama 14 abad. Maka tak inginkah kita kembali menerapkannya?[ia]

Penulis : Siti Juni Mastiah, SE. (Anggota Penulis Muslimah Jambi)

Editor : Fadli

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.