3 Mei 2024
69 / 100

Oleh: Dini Azra

Dimensi.id – Berita terkait kasus kekerasan terhadap anak selebgram asal Malang, Aghnia Punjabi, JAP (3) menggemparkan dunia maya. Awalnya Aghnia mengunggah foto anaknya dengan wajah babak belur, matanya lebam dan ada goresan luka di telinga.

Selain itu dia juga memposting video bukti penganiayaan yang dilakukan oleh pengasuh anaknya di dalam kamar korban yang diambil dari rekaman CCTV. Tampak dalam video tersebut pengasuh anak berinisial IPS (27) telah memukul, menjambak, membanting dan menindih tubuh korban. Saat itu orang tua korban memang sedang bepergian dan menitipkan anak tersebut kepada pengasuhnya yang sudah dipercaya. Tak disangka anaknya malah berujung celaka.

Kapolres Kombes Pol Budi Hermanto menyampaikan polisi langsung bergerak menangkap IPS, sesaat setelah menerima laporan dari Aghnia Punjabi. Dan setelah memeriksa beberapa orang saksi IPS pun dijadikan tersangka dalam kasus ini. Menurut keterangan polisi, motif pelaku melakukan penganiayaan karena kesal korban tidak mau diberikan obat. Selain itu pelaku juga punya alasan lain bahwa anggota keluarganya ada yang sakit.

Hal itu tentu tidak dapat dijadikan pembenaran atas tindak kekerasan yang dia lakukan. Karena perbuatannya tersebut, IPS akan dijerat pasal 80 ayat 2 UU RI nomor 35 Tahun 2014 perubahan Nomor 23 Tahun 2022 tentang perlindungan anak dengan ancaman lima tahun penjara dan denda 100 juta.

Kasus ini langsung viral dan menarik perhatian publik. Bisa jadi karena orang tua korban adalah seorang selebgram, video kekerasan tersebut dengan cepat direspon masyarakat. Di sisi lain, setiap orang yang punya nalar pasti murka melihat anak sekecil itu dianiaya. Ibarat fenomena gunung es ada banyak kasus kekerasan anak terus berulang meskipun perlindungan anak sudah disahkan dalam undang-undang.

Bentuk kekerasan bisa beragam, latarbelakang dan tempat kejadian juga berbeda-beda. Kondisi ini menjadi bukti bahwa jaminan keamanan bagi anak masih sangat kurang. Kasus kekerasan bisa terjadi di jalan, di sekolah bahkan di rumah yang seharusnya menjadi tempat teraman bagi mereka.

Meskipun pemerintah sudah merevisi undang-undang perlindungan anak sebanyak dua kali, faktanya tidak mampu membuat kasus kekerasan berhenti, malah dari tahun ke tahun semakin banyak terjadi.

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen-PPPA) merilis data kasus kekerasan terhadap anak pada tahun 2023 mencapai 24.158 kasus. Berdasarkan jenisnya, kadus kekerasan seksual sebanyak 10.932, kekerasan psikis sebanyak 4.511, kekerasan fisik sebanyak 4.410, penelantaran sebanyak 1.332, eksploitasi sebanyak 260, trafficking 206 dan kekerasan lainnya sebanyak 2.507 kasus.

Data ini dihimpun berdasarkan basis waktu input dari korban atau pelapor yang dikoleksi per 1 April 2024. Bisa jadi ada banyak kasus yang tidak terhitung karena korban tidak melapor.

Menjadi pertanyaan besar mengapa hal ini bisa terus terjadi dan sulit ditangani? Sebab utamanya karena negeri ini masih enggan menjadikan agama sebagai sumber hukum yang diterapkan. Justru memilih sekularisme yang memisahkan agama dari kehidupan sebagai landasan. Akibatnya, masyarakat dalam menjalani hidup semakin jauh dari ajaran Islam.

Agama hanya dianggap sebagai ruang privasi yang tak boleh dicampuri. Orang beragama bebas untuk menjalankan ritual ibadah apapun, tapi bebas pula untuk meninggalkannya. Ketiadaan pemahaman agama bagi setiap individu umat menjadikan mereka tidak mengerti batasan syariat. Segala sesuatu dilakukan hanya berdasarkan manfaat.

Dalam naungan kapitalisme, masyarakat akan terbiasa menjadikan materi sebagai tujuan hidup. Orang tua dituntut untuk bekerja banting tulang demi mencukupi kebutuhan dan masa depan anak. Jika penghasilan ayah tidak cukup ibu pun turut bekerja membantu perekonomian keluarga. Mau tidak mau anak akan menjadi korban, kurang kasih sayang, perhatian dan kebersamaan dengan orang tua.

Mempekerjakan babysitter sering menjadi pilihan, tapi tidak mungkin bisa menggantikan peran orang tua sepenuhnya. Sebab, pengasuh anak bekerja karena tujuan materi, tidak akan sama dalam memberikan kasih sayang dan perlindungan.

Di dalam Islam, anak adalah generasi penerus peradaban yang harus diberikan hak berupa pendidikan, keamanan dan keamanan yang akan dijamin oleh negara secara cuma-cuma. Negara akan memberikan jaminan pekerjaan bagi para ayah agar bisa mencari nafkah bagi keluarganya.

Sehingga ibu bisa fokus menjadi pengurus rumah tangga dan mendidik anak-anaknya menjadi generasi yang beriman dan bertakwa. Pendidikan berbasis akidah Islam akan ditanamkan sedari dini, mulai dari tingkat paling dasar sampai tertinggi tidak dibedakan antara pendidikan agama dan ilmu pengetahuan. Maka akan lahir generasi yang tangguh dari segi keimanan dan juga ahli di bidang keilmuan dunia.

Selain itu, masyarakat pun akan kondusif dengan lingkungan yang Islami. Sebab setiap individu sudah memiliki kesadaran dan pemahaman tentang tata cara hidup dalam Islam. Masyarakat akan menjadi kontrol sosial yang akan selalu melakukan amar makruf nahi mungkar.

Dengan begitu potensi terjadinya kemaksiatan dan kejahatan sangat kecil. Jika pun terjadi kejahatan seperti kasus kekerasan, negara akan menjatuhkan sanksi yang menjerakan. Tentu disesuaikan dengan tingkat kejahatan yang dilakukan, tak lebih dan tak kurang.

Selama negara masih bersistem kapitalisme-sekularisme, penanganan kasus kekerasan tidak akan maksimal. Solusi yang ditawarkan hanya bersifat parsial tidak sampai kepada akar masalah. Sebab hal-hal yang bisa menjadi pemicu tindak kekerasan itu tetap dibiarkan. Misalnya saja tontonan yang mengandung unsur seksualitas dan kekerasan, setiap saat bisa ditayangkan.

Kurikulum pendidikan yang hanya berfokus pada tujuan materi, lapangan kerja yang sulit dicari, harga kebutuhan dasar tinggi serta masyarakat individualis yang mementingkan diri sendiri. Hukuman bagi pelaku kekerasan tidak cukup menjerakan. Maka, sudah seharusnya masyarakat negeri muslim membutuhkan sistem bernegara Islam.

Hanya dengan menerangkan syariat Islam secara kaffah seluruh problematika kehidupan akan terpecahkan.

Wallahu a’lam bishawab.

 

Editor : Vindy Maramis

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.