25 April 2024
8 / 100

Dimensi.id–Cawapres nomor urut 3, Mahfud MD meminta masyarakat, khususnya generasi Z dan milenial tidak tertarik pinjaman online karena dapat menjerat,” Datang ke bank saja, pemerintah menyediakan pinjaman-pinjaman lunak, dan macam-macam,” ujar Mahfud (republika.co.id, 15/1/2024).

 

Dalam kesempatan itu, Mahfud memaparkan bahwa ada hukum pidana dan hukum perdata. Hukum perdata itu dasarnya kesepakatan. Kasus pinjaman online, seringkali menimbulkan masalah baru karena masuk di dua ranah hukum, perdata dan pidana.

 

Pinjaman Online dan Lifestyle

 

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat mayoritas penerima kredit pinjaman online di Indonesia berusia 19 sampai 34 tahun. Kelompok usia yang didominasi generasi milenial dan generasi Z ini mempunyai jumlah nilai utang pinjol sebesar Rp 27,1 triliun, atau setara 54,06% pada bulan Juli 2023.

 

Kemudian diikuti usia 35 sampai 54 tahun sebesar 39,46% atau Rp 19,78 triliun dan di atas usia 54 tahun sebesar 6.1% atau mencapai Rp 3,06 triliun. Sedangkan, untuk usia di bawah dari 19 tahun nilai pinjamannya mencapai Rp 183,3 miliar (detik.com, 17/10/2023).

 

Selain itu, OJK juga memantau kredit macet pinjol. Pada bulan Juli 2023, sebagian besar kelompok usia 19 sampai 34 tahun menjadi penyumbang terbesar kasus kredit macet pinjol. Kelompok usia yang terdiri dari mahasiswa dan pekerja tersebut mempunyai jumlah nilai gagal bayar utang sebesar Rp 782 miliar atau setara 40,24%. Mereka disebut penyumbang nilai kredit macet secara konsisten.

 

Perencana Keuangan dari Tatadana Consulting Teja Sari menilai ada beberapa penyebab mayoritas anak muda menjadi nasabah pinjol. Di antaranya, kurangnya kontrol diri terhadap keuangan sehingga mudah terpancing apabila ada promosi dan iklan barang konsumtif.

 

“Jadi, terus belanja dengan asumsi yang kita beli barang murah. Kalau nggak beli sekarang menyesal, nggak ada kesempatan lain lagi. Orang jadi pengin belanja sekarang juga. Lupa mana kebutuhan dan mana keinginan,” kata Teja (detik.com, 10/16/2023).

 

Faktor lainnya, adanya akses pinjaman yang mudah, mulai dari banyaknya pilihan aplikasi pinjol sampai kecepatan pembayarannya. Bahayanya, mereka lupa dengan kemampuan bayar yang tidak seimbang. Sebab rata-rata usia 19 sampai 34 tahun adalah mahasiswa, pekerja muda yang sangat-sangat terpengaruh dengan Lifestyle barat.

 

Sama halnya dengan Teja, Direktur Ekonomi Digital dan Ekonom CELIOS Nailul Huda menilai adanya kemudahan proses pinjam menjadi faktor banyaknya anak muda terlibat pinjol.“Proses pinjol ini kan sangat gampang, cukup punya KTP, akun digital platform dan sebagainya, bisa langsung dapat pinjaman di platform tertentu,” kata Huda.

 

Selain itu, kurangnya ada pengecekan kemampuan membayar lebih valid lagi. Faktor lainnya adalah sifat konsumtif generasi muda. Menurut Huda, saat ini pinjaman konsumtif generasi muda sebesar 65% dari total pinjaman online.

 

Sebagian besar digunakan untuk belanja album kpop, konser, dan sebagainya. Bahkan untuk Judi online, semudah mereka mengoperasikan game berbasis judi, maka ketika hendak bertaruh mereka memanfaatkan kemudahan pembayaran secara online, diantaranya pinjaman online.

 

Simalakama” Pinjol Sebagai Lifestyle Generasi Z dan Milenial

 

Dengan entengnya, Mahfud MD menyarankan masyarakat, terutama mereka yang usia produktif untuk datang ke bank, hal ini sama saja menjadi simalakama, yang seharusnya menjauh dari pinjaman online ini malah diminta ke Bank, yang transaksinya tak kalah sadis, yaitu dengan bunga riba.

 

Bukankah ini sama saja dengan keluar mulut buaya masuk ke mulut harimau, sama-sama binasa. Bisa dibayangkan jika pejabat pemerintahan ini terus menerus duduk di kursi kekuasaannya, dengan terus menebar pesona pepesan kosong. Pastilah bakal rusak generasi.

 

Padahal masalahnya hanyalah satu, yaitu lifestyle yang berkiblat kepada lifestle barat yang mengagungkan kebebasan atau liberalisme. Kebahagiaan dihitung dari banyaknya benda yang mampu memuaskan hawa nafsu mereka. Mereka lebih menyesal tidak melihat idola mereka di konser misalnya daripada gaji yang mereka miliki lebih berkah untuk kepentingan lainnya.

 

Tak soal makan dihemat, rumah masih kontrak, ataupun lainnya asal, apa yang menjadi impian banyak orang mereka termasuk yang bisa mewujudkannya. Sehingga mereka berputar pada status “limited edition”, “ Legend” “viral” dan lain sebagainya. Seolah tidak akan dianggap manusia jika belum bisa eksis dengan apa yang menjadi standar manusia.

 

Dari sini muncullah kesenjangan sosial, yang kaya semakin kaya sedangkan yang miskin semakin miskin. Negara yang semestinya hadir sebagai periayah juga mandul, bahkan hukum yang dibuat untuk menghukumi pelanggaran Pinjol pun tak baku.

 

Islam Mengatasi Akar Persoalan Pinjol: Ketidaksejateraan

 

Ketika seseorang berutang sebenarnya indikasi jika seseorang itu tidak sejahtera. Terlebih di era kapitalisme hari ini,  banyaknya kebutuhan yang harus diselesaikan namun tidak linier dengan besaran gaji yang diperoleh. Kemudian ditambah dengan negara yang menetapkan pajak sepanjang tahun.

 

Teladan lainnya adalah utang luar negeri. Negara ini sangat rajin terus menambah utang, padahal sudah memiliki pola pembayaran utang baru untuk membayar utang lama.

 

Mindset utang ini memang penyakit, yang semakin tumbuh subur di sistem ekonomi kapitalisme. Para pemodal sengaja memanfaatkan kemudahan aplikasi online untuk menggelontorkan harta mereka dan mengambil keuntungan dari masyarakat.

 

Secara logika, dari pinjaman senilai seratus dua ratus ribu rupiah, harus dibayar dengan nominal puluhan juta hanya dalam tempo singkat.  Jelas menjadikan seseorang stres, depresi hingga bunuh diri jika sudah kepepet pinjaman onlinenya macet.

 

Belum lagi jika terjadi kriminal melalui pinjaman online, dengan meretas data pribadi dan lain sebagainya digunakan untuk memeras seseorang. Apapun bisa saja terjadi, selama sekulerisme, yaitu pemisahan agama dari kehidupan bernegara dan bermasyarakat belum dihapus.

 

Maka, Islam dengan hukum syariatnya akan memberikan solusi terbaik sebab mindset pemimpin  adalah periayah ( pengurus) urusan rakyat. Sebagaimana Rasulullah saw. bersabda,” Imam adalah pemimpin yang pasti akan diminta pertanggung jawaban atas rakyatnya. ” (HR. Al-Bukhari). Jika ada imam yang diperintahkan , maka secara logika akan ada instansi yang dengannya seluruh ketetapan bisa diterapkan, yaitu negara.

 

Maka, negara akan menjamin kesejahteraan rakyatnya mudah mengakses kebutuhan pokok, seperti sandang, papan, pangan, kesehatan, pendidikan dan keamanan.

 

Pembiayaan jelas bukan utang luar negeri yang itu diharamkan, namun melalui Baitulmal, pos pendapat Baitulmal terdiri dari hasil pengelolaan kepemilikan umum, kepemilikan negara dan zakat.

 

Negara akan menjatuhkan sanksi dan hukum yang tegas dan adil pada setiap perbuatan yang melanggar ruang hidup. Perlindungan data yang akurat dan up to date akan ditegakkan oleh negara terutama mencabut hak permanen media sosial yang tidak bertanggungjawab.

 

Rakyat tidak terdzalini lagi seadainya syariat yang mulia ini menjadi standar perbuatan setiap individu rakyat. Generasi mudanya akan produktif dengan sebenarnya produktif, bukan sekadar menghasilkan pribadi hedonisme, liberalisme namun rapuh ketika menghadapi cobaan.

 

Melainkan generasi yang pandangan mereka lurus hingga di akhirat, mereka sadar setiap apa yang mereka kerjakan hari ini akan dipertanggungjawabkan. Wallahualam bissawab. [DMS].

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.