2 Mei 2024
Signifikansi Jihad Dan Khilafah Sebagai Solusi Palestina Ditengah Pengkhianatan Penguasa Muslim
77 / 100

Dimensi.id-Disparitas respon umat Islam dengan para penguasa negerinya atas persoalan Palestina semakin menunjukkan perbedaan tajam. Bahkan disaat Hamas berhasil menjebol sistem pertahanan zionis yahudi (iron dome) -yang diyakini sebagai sistem pertahanan terkuat dan tercanggih dunia-, mereka para penguasa negeri muslim itu bungkam seribu bahasa.

Selanjutnya pada saat zionis menyerang brutal, sikap mereka pun permanen sebagaimana 75 tahun silam, hanya  mengecam, meminta kedua belah pihak saling menahan diri, mengembalikan pada solusi dua negara dan beretorika kosong untuk rakyat Palestina. Mengapa? Karena, para penguasa dunia Islam telah mengkhianati perjuangan muslim Palestina dengan menormalisasi dan membuka hubungan diplomatik bersama agresor yahudi. Mana mungkin mereka akan sungguh-sungguh memenangkan hak muslim atas Palestina seutuhnya atau sekedar menyelamatkan masjid suci Al-Aqsha, sedangkan mereka sendiri tunduk dibawah arahan Barat?

Pada 15 September 2020, Uni Emirat Arab (UEA) dan Bahrain secara bersamaan melakukan normalisasi hubungan dengan Israel dan menandatangani perjanjian Abraham Accords di Gedung Putih, Washington D.C, AS, menyusul kemudian Sudan dan Maroko. Menurut Penasihat khusus Presiden Donald Trump tentang negosiasi Timur Tengah, Avi Berkowitz, akan ada tujuh negara Arab atau Muslim kemungkinan mengikuti langkah UEA dan Bahrain. Negara-negara tersebut sedang mempertimbangkan menandatangani perjanjian untuk menormalkan hubungan dengan Israel. (republika.co.id 01/10/20).

Yordania telah menjalin hubungan dengan Israel pada tahun 1994 dan Mesir di tahun 1978. Bahkan Turki menjadi negara mayoritas muslim pertama (sebelum Iran pada tahun 1950) yang mengakui Israel, ketika pada Maret 1949 – setahun setelah Israel berdiri- Turki sudah menjalin hubungan diplomatik. Qatar dan Tunisia pada 1996, lalu Muritania pada 1999 dan terbaru, Arab Saudi yang semula tampak besar pembelaannya ke Palestina, mulai tampak ‘abnormal’. Dengan demikian, di saat yang sama rakyat Palestina harus pula menghadapi pengkhianatan terbuka para penguasa negeri muslim. Lalu, bagaimana dengan negeri muslim terbesar dunia, Indonesia?

Peran Indonesia Untuk Palestina

Tidak bisa dipungkiri, kompleksitas persoalan Palestina-Israel hingga hari ini membuatnya semakin problematik. Mulai dari bertambah kuatnya Israel sebagai sebuah negara penjajah, mendapatkan dukungan dari negara adi daya AS, mendapatkan dukungan dari penguasa negeri muslim melalui normalisasi hubungan dengan Israel secara berjama’ah dan meninggalkan Palestina seorang diri.

Berikutnya, problem dunia -selain Palestina- semakin bertambah mulai dari covid-19,  perang Rusia-Ukraina, kekhawatiran akan krisis pangan dan energi, persoalan iklim dan dampaknya hingga ancaman resesi ekonomi global yang menjadikan masalah Palestina tidak mendapat perhatian serius. Mampukah Indonesia sebagai negeri muslim terbesar dunia berkontribusi lebih -selain hanya memberi kecaman atau berpegang pada two state solution– untuk membebaskan bumi Palestina  dari penguasaan agresor yahudi?

Dalam peta konstelasi internasional, Indonesia selama ini kita kenal sebagai negara yang tidak ber-mabda’. Lebih tepatnya adalah negara pengikut (mutabbi’). Sebagai negara non ideologis, Indonesia tidak memiliki pemikiran asasi yang baku dalam politik luar negerinya. Sehingga setiap hubungan dengan negara lain akan dikembalikan pada national interest (kepentingan nasional) Indonesia.

Ditambah dia sebagai negara pengekor, maka  politik luar negerinya seringkali tidak bisa dilepaskan dari pengaruh negara besar dan negara ula. Berdasarkan pembacaan posisi Indonesia tersebut, berbicara dalam konteks peran nya untuk menyelesaikan persoalan Palestina, maka agaknya jauh panggang dari api. Mustahil terjadi kecuali bersikap pragmatis.

Meski Indonesia belum menyatakan hubungan diplomatik dengan Israel, namun tidak demikian halnya dengan hubungan non diplomatik. Sebab secara bilateral, Indonesia sudah sejak lama memiliki hubungan dengan Israel dalam berbagai sektor seperti ekonomi, budaya dan politik.

Hal ini menunjukkan bahwa bagi Indonesia hubungan non diplomatik dan hubungan diplomatik merupakan dua hal yang terpisah. Indonesia tetap tidak menyetujui penjajahan yang dilakukan Israel, namun di sisi lain Indonesia menikmati keuntungan kerjasama dengan penjajah, pembunuh dan perampas tanah saudaranya.

Sebagai contoh disektor perdagangan, hubungan dagang Indonesia dengan Israel menguat dalam lima tahun terakhir. Hal ini terlihat dari nilai ekspor dan impor Indonesia-Israel yang trennya meningkat selama periode 2018-2022.

Menurut data Kementerian Perdagangan, pada 2022 total nilai ekspor Indonesia ke Israel mencapai USD 185,6 juta, naik sekitar 14% dibanding tahun sebelumnya (year-on-year/yoy). Total nilai impor dari Israel juga naik sekitar 80% (yoy) ke USD 47,8 juta. Jika dilihat secara kumulatif, selama periode 2018-2022 nilai ekspor Indonesia ke Israel sudah tumbuh sekitar 11%, sedangkan nilai impornya tumbuh 0,9%. (https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2023/03/27/perdagangan-indonesia-israel-menguat-meski-tanpa-hubungan-diplomatik).

Keuntungan ekonomi yang Indonesia dapatkan dari Israel sejalan dengan pragmatisme politik luar negerinya. Selama berada dilevel ini tentu Indonesia tidak akan banyak membantu Palestina. Padahal secara potensi, Indonesia memiliki sumber daya militer, manusia, penguasaan teknologi dan alam yang luar biasa besar. Apabila Indonesia mampu mengelola potensi tersebut hingga beranjak meningkat dari levelnya hari ini, pasti akan mampu berkontribusi riil bagi pembebasan Palestina.

Apa yang dapat Indonesia lakukan untuk mewujudkan hal tersebut? Indonesia harus memproses diri dan bertransformasi sebagai negara ideologis. Tentu satu-satunya ideologi yang harus diadopsi Indonesia adalah Islam. Setelah tampak jelas kekeliruan Sosialisme-Komunis dan kerusakan Kapitalisme, hanya Islam yang layak diambil. Kedua, hanya Islam pula sebagai ideologi shohih yang tidak sejalan dengan penjajahan.

Maka, menjadi negeri muslim terbesar dunia, sudah sepatutnya Indonesia kembali pada identitas mendasarnya yaitu Islam ideologi. Pada saat Indonesia mencapai kondisi tersebut, berarti dakwah pemikiran yang menyadarkan umat akan Islam ideologi telah berjalan masif.

Selanjutnya Indonesia akan memegang kendali dakwah Islam keluar dan melakukan penyatuan negeri muslim lainnya hingga kompak menghadapi Israel serta siapapun yang mendukung Israel. Di titik itulah, Indonesia akan memiliki kadar pengaruh signifikan atas konstelasi internasional dan kebijakan politik global. Pembebasan Palestina pun dengan mudah dicapai, yaitu dengan menerapkan politik jihad dengan terlebih dulu mewujudkan Khilafah.

Mengapa Harus Jihad?

Ada tiga alasan mengapa solusi pembebasan Palestina hanya bisa dilakukan dengan jihad fi sabilillah. Pertama, siapa pun yang masih waras akan melihat kemustahilan mengakhiri penjajahan zionis Yahudi lewat jalur politik. Berbagai perundingan yang dilakukan oleh negara-negara Barat, termasuk PBB, dengan otoritas Palestina dan kaum Yahudi penjajah tidak memberikan keuntungan apa-apa bagi warga Palestina. Malah wilayah Palestina makin terus dicaplok oleh kaum zionis, sedangkan dunia mendiamkan hal itu.

Berbagai kutukan dan resolusi PBB, termasuk kecaman dari para pemimpin Dunia Islam, juga tidak berpengaruh apa pun terhadap kaum Yahudi. Badan Hak Asasi Manusia PBB (UNHCR) sejak 2006 sudah mengeluarkan 45 resolusi menentang kaum Yahudi. Namun, tidak ada satu pun yang digubris.

Kedua, Islam telah mengharamkan berdamai dan bersahabat dengan entitas yang memerangi kaum muslim. Oleh karena itu, apa pun bentuk perdamaiannya, apalagi solusi dua negara yang ditawarkan Barat, adalah haram. Allah Swt. berfirman,

إِنَّمَا يَنۡهَىٰكُمُ ٱللَّهُ عَنِ ٱلَّذِينَ قَٰتَلُوكُمۡ فِي ٱلدِّينِ وَأَخۡرَجُوكُم مِّن دِيَٰرِكُمۡ وَظَٰهَرُواْ عَلَىٰٓ إِخۡرَاجِكُمۡ أَن تَوَلَّوۡهُمۡۚ وَمَن يَتَوَلَّهُمۡ فَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلظَّٰلِمُونَ

“Sungguh Allah telah melarang kalian menjadikan sebagai kawan kalian orang-orang yang memerangi kalian karena agama, mengusir kalian dari negeri kalian, dan membantu (orang lain) untuk mengusir kalian. Siapa saja yang menjadikan mereka sebagai kawan, mereka itulah kaum yang zalim.” (TQS Al-Mumtahanah [60] : 9).

Ketiga, syariat Islam telah mewajibkan jihad fi sabilillah atas kaum muslim ketika mereka diperangi musuh. Allah Swt. berfirman,

فَمَنِ اعْتَدَىٰ عَلَيْكُمْ فَاعْتَدُوا عَلَيْهِ بِمِثْلِ مَا اعْتَدَىٰ عَلَيْكُمْ

“Siapa saja yang menyerang kalian, seranglah ia seimbang dengan serangannya terhadap kalian.” (TQS Al-Baqarah [2] : 194).

Allah Swt. juga memerintahkan untuk mengusir siapa pun yang telah mengusir kaum muslim.

وَاقْتُلُوهُمْ حَيْثُ ثَقِفْتُمُوهُمْ وَأَخْرِجُوهُم مِّنْ حَيْثُ أَخْرَجُوكُمْ

“Perangilah mereka di mana saja kalian menjumpai mereka dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kalian.” (TQS Al-Baqarah [2] : 191).

Syekh Taqiyuddin an-Nabhani rahimahulLâh dalam kitab Asy-Syakhsiyyah al-Islâmiyyah Jilid 2 menyatakan bahwa jihad adalah fardu ain jika kaum muslim diserang oleh musuh. Fardu ain ini bukan hanya berlaku untuk muslim Palestina, tetapi juga bisa meluas bagi kaum muslim di sekitar wilayah Palestina jika agresi musuh tidak bisa diadang warga setempat.

Ini juga sebagaimana dijelaskan oleh Syekh Said bin Ali Wahf al-Qahthani dalam kitab Al-Jihâd fî SabîlilLâh, ”Jika musuh telah memasuki salah satu negeri kaum muslim, maka fardu ain atas penduduk negeri tersebut untuk memerangi musuh dan mengusir mereka. Juga wajib atas kaum muslim untuk menolong negeri itu jika penduduknya tidak mampu mengusir musuh. Hal itu dimulai dari yang terdekat kemudian yang terdekat.” (Al-Qahthani, Al-Jihâd fî SabîlilLâh Ta’âla, hlm. 7, Maktabah Syamilah).

Oleh karena itu, jihad adalah solusi bagi agresi zionis Yahudi atas tanah Palestina. Hal itu sesungguhnya sangat mudah. Pasalnya, kekuatan militer negeri-negeri muslim seperti Mesir, Suriah dan Yordania secara perhitungan jauh di atas kekuatan militer kaum Yahudi. Sebagai perbandingan, Pasukan Pertahanan Yahudi (IDF) hanya berjumlah 169.500 orang, 1.300 tank. Adapun kekuatan militer Mesir adalah 450.000 personel militer aktif, dengan tank perang 2,16 ribu dan 5,7 ribu kendaraan perang. Apalagi jika negeri-negeri muslim lainnya bersatu. Dengan izin Allah, kekuatan entitas Yahudi akan hancur lebur.

Mengapa Harus Khilafah?

Melihat realitas politik hari ini, tidak mungkin kaum muslim mengharapkan pihak lain, termasuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), untuk menolong mereka. Justru PBB terlibat dalam kelahiran dan pengakuan negara Yahudi tersebut. Mustahil pula meminta bantuan kepada negara-negara Barat karena mereka, baik AS maupun Uni Eropa, mendukung kaum Yahudi penjajah. Amerika Serikat akan mengerahkan bantuan militer saat ini. Secara rutin mereka pun setiap tahun menggelontorkan USD3,8 miliar (lebih dari Rp54 triliun) untuk keperluan militer kaum Yahudi.

Tampak bahwa entitas Yahudi ini menjadi kuat karena disokong oleh kekuatan besar. Oleh karena itu, sudah seharusnya Palestina pun didukung oleh kekuatan besar kaum muslim. Jika Barat yang kafir bersatu membela entitas Yahudi, mengapa para pemimpin dunia Islam hanya diam dan mengoceh belaka? Seolah-olah mereka tidak pernah membaca firman Allah Swt,

وَاقْتُلُوهُمْ حَيْثُ ثَقِفْتُمُوهُمْ وَأَخْرِجُوهُمْ مِنْ حَيْثُ أَخْرَجُوكُمْ

“Perangilah mereka di mana saja kalian menjumpai mereka dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kalian.” (TQS Al-Baqarah [2] : 191).

Oleh sebab itu, Palestina hanya bisa dibebaskan jika Khilafah berdiri untuk melindungi tanah yang Allah berkahi tersebut. Khilafah pun akan mengusir para penjajah dari dunia Islam. Dahulu Palestina juga masuk ke dalam pelukan dan perlindungan kaum muslim pada masa Kekhalifahan Umar bin Al-Khaththab ra.. Saat itu, Amirulmukminin Umar bin Al-Khaththab ra. menandatangani Perjanjian Umariyah bersama Uskup Yerusalem Sofronius. Di antara klausulnya adalah tidak mengizinkan seorang Yahudi pun tinggal di tanah Palestina.

Pada masa Rasulullah saw., kaum Yahudi di Madinah juga terusir dari Madinah setelah mereka melakukan pengkhianatan terhadap negara Islam dan kaum muslim. Kaum Yahudi Bani Qainuqa diperangi dan diusir oleh Rasulullah saw. setelah mereka melecehkan kehormatan seorang muslimah dan membunuh seorang laki-laki pedagang muslim yang membela muslimah tersebut. Yahudi Bani Quraizhah diperangi oleh kaum muslim setelah mereka bersekongkol dengan kaum musyrik Quraisy untuk membunuh Nabi saw. pada Perang Ahzab.

Khilafah pula yang membentengi Palestina untuk terakhir kali dari tipu daya gembong Yahudi Theodor Hertzl yang merayu Khalifah Sultan Abdul Hamid II. Kala itu Hertzl mencoba menyogok Khalifah dengan uang yang sangat banyak dan berjanji akan melunasi utang-utang Khilafah Utsmaniyah. Namun, harga diri dan girah Islam Sultan Abdul Hamid II amat tinggi. Ia menolak tawaran itu, bahkan meludahi Herzl.

Oleh karena itulah, eksistensi Khilafah Islamiyah adalah vital dan wajib bagi kaum muslim karena ia akan menjadi pelindung umat. Khilafah adalah perisai yang akan melindungi umat sehingga mereka merasa aman dan nyaman. Dengan Khilafah, harta, darah dan jiwa umat tidak akan tumpah sia-sia. Akan ada pembelaan dan pembalasan untuk itu semua. Wallahualam bissawab.[Dms]

Penulis : Ukhti Yuyun

Referensi

  1. https://www.muslimahtimes.com/para-pengkhianat-memimpin-negeri-muslim
  2. https://muslimahnews.net/2023/10/21/24174/hanya-dengan-khilafah-dan-jihad-palestina-dapat-dibebaskan

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.