2 Mei 2024
Sertifikat Tanah, Mampukah Menyelesaikan Konflik Lahan?
61 / 100

Dimensi.id-Pada tanggal 27 Desember 2023; bapak Joko Widodo menyatakan pada tahun 2015-2016 mengenai konflik lahan, yang masih belum bersertifikat dan masalah terkait sengketa lahan di Sidoarjo, Jawa Timur. Berdasarkan data yang disampaikan oleh bapak Joko Widodo, bahwa hanya tersisa 6 jutaan lahan yang belum bersertifikat, namun  Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) hanya mampu mengeluarkan 500.000 sertifikat per tahun. Dan ini memerlukan waktu yang sangat lama,  yaitu 160 tahun lagi agar seluruh lahan di Indonesia memiliki Sertifikat. (www.detik.com)

Pembagian sertifikat lahan tidak dapat menyelesaikan konflik agraria;  Ada ketimpangan kekuasaan yang masih belum terselesaikan; Sejumlah proyek strategis nasional (PSN yang kerap merampas lahan masyarakat, “Penyelesaian konflik agraria Jokowi hari ini, itu adalah reforma agraria palsu. Justru melalui UU Cipta Kerja, konflik agraria itu semakin meningkat, ”RUU masyarakat adat belum disahkan, masih berjuang untuk mempertahankan tanahnya di kawasan-kawasan hutan;  Setelah UU Cipta Kerja, ada pemutihan terhadap sawit gila-gilaan di kawasan hutan, ungkap bapak Zainal Arifin selaku Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Bidang Advokasi dan Jaringan. (www.voaindonesia.com)

Dimana yang kita ketahui bahwa presiden kita yaitu Pak Jokowi hanya menyebarkan pembuatan sertifikat kesalah satu wilayah yaitu Sidoarjo, dan untuk wilayah-wilayah lain belum, sedangkan masa jabatan beliau sudah hampir berakhir di tahun 2024 ini. Jadi apakah janji-janji beliau ditahun depan akan dilaksanakan oleh Presiden baru atau malah  akan tetap menjadi masalah yang tidak akan habis di setiap wilayah di Indonesia.

Bahkan menurut dari Bapak Zainal bahwa rencana pengolahan sertifikat itu, tidak mampu menyelesaikan permasalahan terkait lahan ini, karena yang cukup banyak kita ketahui bahwa dalam perebutan lahan ini; pemerintahpun terkait contohnya mengenai investasi ke negara lain.

Dengan dalih bahwa akan digantikan, pada nyatanya banyak masyarakat yang rugi karna lahan mereka dirampas, apa yang dikatakan Pak Zainal itu benar bahwa yang di usut tuntas itu bukan hanya saja membuat sertifikatnya tapi apa yang menjadi masalahnya yaitu; pembuatan proyek yang tanpa persetujuan masyarakat, dengan dadakan dan perampasan bahkan harus setuju, padahal rakyat mesti tahu kenapa dan ada apa. Tapi karena penguasa dan memiliki kuasa jadi seenaknya, apa harus seperti ini terus masalah yang tidak pernah berkurang malah tambah banyak dan menggunung.

Begitu banyak kekeliruan yang dilakukan oleh presiden kita ini, dan cukup banyak yang menyadari dan megetahuinya, tapi apa memang benar salah di presidennya saja atau ada hal lain yang merusak tatanan struktur kepemilikan lahan didunia ini. Jika seperti itu hanya ada satu masalah yang terjadi; yaitu sistem yang terjalani selama ini salah dan tidak bisa diselesaikan, selain keluar dari gelapnya sistem itu.

Konflik lahan adalah masalah nyata di negara kapitalisme demokrasi yang melahirkan politik oligarki, negara membuat aturan yang memudahkan perampasan tanah rakyat atas nama pembangunan, padahal sebenarnya untuk kepentingan oligarki.

Jika dibandingkan dengan pengelolaan dalam sistem Islam yaitu; Islam memiliki konsep kepemilikan lahan yang jelas, yaitu untuk kepentingan rakyat dan dilindungi oleh penguasa bahkan pembangunan dalam negara Islam dilakukan untuk kepentingan rakyat dan didukung oleh kebijakan yang melindungi rakyat. Kepemilikan lahan dalam Islam adalah mendudukkan bahwa lahan adalah milik Allah Taala.

Sebagaimana dalam firman-Nya dalam QS An-Nuur ayat 42, “Dan kepunyaan Allahlah kerajaan langit dan bumi dan kepada Allahlah kembali (semua makhluk).” Yang artinya, pengelolaan lahan wajib menggunakan hukum Allah Sang Pemilik lahan secara hakiki.

Menurut Abdurrahman al-Maliki, tanah atau lahan dapat dimiliki dengan enam cara menurut hukum Islam, yaitu melalui jual beli, waris, hibah, ihya’ul mawut (menghidupkan tanah mati), tahjir (membuat batas pada tanah mati), dan iqtha’ (pemberian negara kepada rakyat). Kepemilikan lahan dalam Islam tidak ditentukan oleh surat kepemilikan tanah, tetapi diukur dari caranya menghidupkan atau mengelolanya di atas lahan yang memang tidak ada pemiliknya.

Begitu banyak Hadist terkait lahan yang ada di bumi Allah ini, diantaranya:

Sabda Rasulullah saw., “Barang siapa terlebih dahulu (mengelola atau mengerjakan tanah yang mati) yang belum dimiliki (didahului) oleh seorang muslim, maka tanah itu (menjadi) miliknya.” (HR Thabrani dalam Al-Kabīr).

“Barang siapa menghidupkan tanah yang mati, maka tanah itu (menjadi) miliknya.” (HR Bukhari).

“Siapa saja yang menghidupkan tanah mati maka tanah itu menjadi miliknya dan tidak ada hak bagi penyerobot tanah yang zalim (yang menyerobot tanah orang lain).” (HR At-Tirmidzi, Abu Dawud dan Ahmad).

“Siapa saja yang mendirikan pagar di atas tanah (mati), maka tanah itu menjadi miliknya.” (HR Ath-Thabrani).

Nabi Muhammad Shalallaahu Alaihi Wassalaam bersabda, “Siapa yang merampas tanah orang lain dengan cara zalim, walaupun hanya sejengkal, maka Allah akan mengalunginya kelak di Hari Kiamat dengan tujuh lapis bumi.” (HR Muslim). (muslimahnews.net)

Jadi kesimpulan yang terjadi adalah Konflik lahan di negara kapitalisme demokrasi terjadi karena negara lebih mengutamakan kepentingan oligarki daripada rakyat. Islam memiliki konsep kepemilikan lahan yang lebih adil dan melindungi rakyat.

Wallahu a’lam bishawab

Oleh : Zaymah Bubiyah (Pegiat Pena Banua)

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.