17 Mei 2024

Seolah tak pernah absen dari kegaduhan, jagat tanah air  baru-baru ini kembali geger. Pasalnya, gagasan yang dikeluarkan oleh  Kementerian Agama soal sertifikasi wawasan kebangsaan bagi para dai dan penceramah memantik kontroversi di masyarakat.

Sebagaimana dilansir oleh Detiknews (08/6/2021), wacana sertifikasi wawasan kebangsaan bagi para dai dan penceramah yang dikeluarkan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas yang bertujuan sebagai penguatan moderasi beragama melalui kompetensi penceramah. Akhirnya menuai kritik dari berbagai kalangan.

Salah satu kritik datang dari Wakil Ketua MPR RI, Hidayat Nurwahid. Hidayat menyebut, sertifikasi dai tersebut terkesan diskriminatif karena hanya ditujukan bagi penceramah agama Islam.

Ia mengatakan, wacana program tersebut sebenarnya sudah bergulir sejak tahun 2015 lalu. Tetapi selalu ditolak oleh masyarakat dan berbagai ormas yang ada di Indonesia. Seperti MUI, Muhammadiyah, NU, dan lain sebagainya. Menurutnya wacana sertifikasi dai tersebut bergulir di saat situasi yang tidak tepat. Mengingat masyarakat masih dibalut rasa kecewa atas kontroversi tes wawasan kebangsaan KPK serta pembatalan pemberangkatan jemaah haji Indonesia.

Hal senada juga disampaikan oleh Politisi Partai Gerindra, Fadli Zon. Fadli menilai wacana sertifikasi wawasan kebangsaan para dai tersebut harus ditolak. Karena akan menjadi alat segregasi bagi para dai.  Terutama untuk meminggirkan para dai yang kritis. Menurutnya, hal ini adalah pola klasik jahiliah yang dipakai Belanda untuk meredam para ulama zaman dulu. (Tribunnews, 5/6/2021)

Sudah jatuh tertimpa tangga, tampaknya itulah peribahasa yang mampu mewakili kondisi umat muslim di Indonesia saat ini. Setelah berbagai label negatif yang disematkan kepada Islam dan ajarannya, kini hati umat Islam dibuat kembali terluka dengan wacana program sertifikasi dai yang kembali digulirkan Kementerian Agama. Mirisnya, wacana ini dikeluarkan setelah umat Islam dibuat kecewa dengan adanya pembatalan haji sepihak oleh pemerintah.

Baca juga: Islamphobia menggerogoti dunia, pun negeri ini

Ironis memang, di negeri yang mayoritas umat muslim terbesar di dunia, Islam beserta ajarannya selalu didiskriminasi, dianggap radikal, para penceramah dan dainya pun senantiasa diposisikan sebagai pihak utama yang layak dicurigai sebagai pemecah belah bangsa yang mengancam keberagaman. Padahal sejauh ini, kita ketahui bersama tidak pernah ada cerita ataupun bukti nyata bahwa materi ceramah seorang dai mampu memengaruhi seseorang untuk berbuat maksiat. Tidak pernah juga ada berita keterlibatan seorang dai dengan kisruhnya perekonomian negeri ini. Namun kenapa keberadaan seorang dai senantiasa disoroti dan diusik sedemikian rupa?

Jika kita telaah secara mendalam, wacana sertifikasi wawasan kebangsaan bagi dai, sejatinya adalah program deradikalisasi Barat untuk menghambat kesadaran politik dan mencegah kebangkitan Islam. Pasalnya, sertifikasi ini dilakukan dalam rangka penguatan moderasi beragama. Selain itu, wacana sertifikasi ini pun berjalan beriringan dengan isu radikalisme yang saat ini tengah melanda dunia.

RAND Corporation, sebuah lembaga riset swasta Amerika, merilis dokumen berisi grand design Barat untuk menghancurkan Islam. Salah satu cara yang mereka tempuh untuk memuluskan agenda ini adalah dengan mengotak-ngotakkan Islam,  membaginya menjadi beberapa kelompok, kemudian melabeli dan memperlakukan kelompok-kelompok ini dengan cara berbeda satu sama lain.

Dari semua kelompok Islam yang mereka beri label, Islam fundamentalis/radikalislah yang dianggap sebagai ancaman berbahaya. Karena pro-khilafah, pro-syariat Islam, anti demokrasi, dan anti Barat. Oleh karena itu, untuk menghadapi kelompok ini maka Barat menggunakan Islam moderat sebagai senjata dalam menghabisinya. Hal ini,  karena karakter Islam moderat sendiri adalah mendukung demokrasi, anti terhadap penerapan syariat Islam, anti terhadap penegakan khilafah, dan pro terhadap ide-ide Barat. (Dari Isu Radikalisme Membongkar Agenda Barat dalam  Dokumen RAND Corporation, Sigit Nugroho, Kompasiana, 6/12/2019)

Menilik semua fakta ini, cukup menjelaskan hakikat program sertifikasi bagi dai yang kembali digulirkan, bukanlah untuk meningkatkan kompetensi dan kualitas dakwah, melainkan alat untuk mengarahkan para ulama mendakwahkan kepentingan Barat dan membungkam sikap kritis umat.

Tak hanya itu, wawasan kebangsaan bagi dai pun berpeluang besar membahayakan kemurnian ajaran Islam. Oleh karena itu, umat perlu mewaspadai wacana program sertifikasi ini. Pasalnya, ajaran Islam distandarkan dengan pemikiran dan nilai lain di luar ajaran Islam. Mirisnya lagi, umat (Islam) secara perlahan digiring untuk fobia terhadap para penceramah juga ajaran agamanya sendiri.

Sayangnya, sebagian umat muslim tidak menyadari akan hal ini. Mereka menganggap bahwa Islam moderat seolah Islam yang benar. Padahal pelan tapi pasti, pemikiran Islam moderat akan mampu mengebiri Islam dan umatnya. Sungguh ironis, semua kondisi ini tiada lain adalah akibat diterapkannya sistem kapitalisme-sekuler di negeri-negeri muslim. Islam dalam sistem ini, diinterpretasikan sedemikian rupa. Tujuannya adalah untuk menjauhkan umat dari hakikat Islam yang sesungguhnya, yakni Islam kafah.

Baca juga: Pajak kian meroket rakyat menjerit

Sejatinya, dalam Islam tidak ada istilah Islam moderat/moderasi beragama. Islam adalah agama sempurna yang mengatur seluruh aspek kehidupan. Islam hadir ke dunia ini, untuk menuntun manusia kepada cahaya kebenaran. Sebagai agama rahmatan lil alamin, maka dakwah bagi Islam adalah poros kehidupan dan wujud kasih sayang umat kepada sesama.

Itulah sebabnya, keberadaan para dai sangatlah dibutuhkan. Hal ini karena dai/penceramah adalah orang yang menyampaikan ajaran Islam kepada umat, secara terang-terangan, total dan tidak setengah-setengah. Karena itu sertifikasi wawasan kebangsaan bukanlah standar kompetensi bagi penceramah/dai untuk menyampaikan risalah Islam. Tetapi, kompetensi itu dinilai dari keilmuan yang dimiliki dan konsistensi para dai dalam memegang syariat Islam.

Sebagai agama sempurna, Islam pun demikian memuliakan seorang dai. Hal ini karena dengan adanya dai maka amar ma’ruf nahi munkar dapat ditegakkan, kemurnian syariat Islam pun terjaga. Saking mulianya seorang dai, Allah Swt. pun menyebutnya sebagai wali dan memusuhi dai berarti memusuhi Allah.

Dari Abu Hurairah ia menuturkan: Rasulullah saw. bersabda, Allah Swt. berfirman: “Barang siapa yang memusuhi wali-Ku, maka Aku umumkan perang kepadanya ….”(HR. Bukhori)

Berkaca dari hadis ini, maka kita sudah sepatutnya memuliakan seorang dai. Kita pun tidak boleh mencurigai para dai dan mengawasi apa yang mereka sampaikan, meskipun dengan dalih untuk menjaga kebangsaan.

Dari pada terus menerus menyoroti dai, dan terus menerus mempersibuk diri dengan wacana moderasi dan sertifikasi, alangkah baiknya kita semua memfokuskan diri pada generasi negeri ini. Memikirkan cara bagaimana membina dan mengarahkan umat ini ke jalan yang lurus sesuai dengan tuntunan Islam. Agar umat dan generasi tidak salah arah, apalagi terjerumus pada pemikiran asing yang merusak. Seperti liberalisme, pluralisme, hedonisme,   dan pemikiran-pemikiran lainnya yang mengarah pada kemaksiatan terhadap Allah.

“Dan siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal shaleh, dan berkata: sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri?” (TQS. Fussilat : 3)

Wallahu a’lam bi ash-shawwab.

Penulis: Reni Rosmawati | Ibu Rumah Tangga, Pegiat Literasi AMK

Editor: Fadli

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.