17 Mei 2024

Jokowi menegaskan, bahwa pemerintah tetap memutuskan menerapkan PPKM mikro untuk mengendalikan kasus covid-19. Jokowi menilai, PPKM mikro merupakan kebijakan paling tepat, lantaran tak akan mematikan ekonomi rakyat. PPKM Mikro dan Lockdown, keduanya  memiliki esensi yang sama, yakni membatasi kegiatan masyarakat. “Saya sampaikan bahwa PPKM Mikro dan lockdown memiliki esensi yang sama, yaitu membatasi kegiatan masyarakat. Untuk itu tidak perlu dipertentangkan,” kata Jokowi dalam jumpa pers virtual, Rabu (cnnindonesia.com,23/6/2021).

Maka presiden meminta seluruh elemen masyarakat maupun kepala daerah mengoptimalkan posko-posko Covid-19 yang telah terbentuk di masing-masing wilayah desa atau kelurahan yang merupakan turunan kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) skala mikro yang diterapkan pemerintah.

 Posko itu bertujuan untuk mendorong perubahan perilaku masyarakat dalam menghadapi pandemi Covid-19. Sebab, protokol kesehatan pencegahan Covid seperti memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan merupakan kunci agar Indonesia terbebas dari wabah virus corona. Sayangnya saat ini penerapan PPKM mikro masih belum menyeluruh di seluruh wilayah dan masih bersifat sporadis.

Pihak yang mengapresiasi keputusan pemerintah ini salah satunya adalah Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) mengapresiasi keputusan pemerintah yang memilih  menerapkan PPKM Mikro ketimbang lockdown atau karantina wilayah.

PHRI menilai kebijakan karantina wilayah akan semakin memberatkan kondisi dunia usaha pariwisata dan ekonomi kreatif. “Kita apresiasi keputusan pemerintah melalui PPKM Mikro tapi kalau lockdown berbahaya untuk dunia usaha umumnya,” ucap Sekjen PHRI Maulana Yusran dalam acara bertajuk Optimisme Pariwisata di Tengah Pandemi di Jakarta, Rabu, 23 Juni 2021 ( Republika.co.id, 24/6/2021).

Istilah Semakna, Beda resiko

Bisa dimaklumi jika pemerintah keukeuh menerapkan PPKM Mikro dibanding lockdown. Secara istilah memang semakna namun beda resiko. Pasca Hari Raya Idul Fitri Juni lalu, memang terjadi peningkatan pasien positif Corona, bahkan disinyalir virus yang terbawa masuk ke Indonesia adalah varian terbaru yang juga menyerang Inggris dan India, pemerintah pusat pun  memberlakukan PPKM mikro mulai 22 Juni hingga 5 Juli 2021. Ada 11 sektor yang dibatasi oleh pemerintah, misalnya perkantoran, pusat perbelanjaan/mall, kafe/restoran, sekolah, rumah ibadah, dan lainnya.

PPKM Mikro ini adalah pembatasan kegiatan masyarakat namun  harus tetap mempertimbangkan pemenuhan kebutuhan dasar penduduk seperti pendidikan, produktivitas kerja, dan ibadah. Pihak yang paling bertanggung jawab adalah posko-posko di daerah, maka dibentuklah desa siaga Corona, hingga tingkat RT masyarakat di dorong untuk swadaya menjaga wilayahnya masing-masing secara mandiri. Negara tak perlu susah payah mengkoordinir bahkan membiayai seluruh kebutuhan masyarakat selama PPKM tersebut

Sedangkan lockdown merupakan tindakan darurat atau kondisi saat orang-orang untuk sementara waktu dicegah memasuki atau meninggalkan area atau bangunan yang telah ditentukan selama ancaman bahaya berlangsung. Cakupan wilayahnya lebih luas, seperti negara misalnya. Dari sisi pembatasan hampir mirip, maka lahirlah kebijakan  seperti meliburkan sekolah, dilarang bepergian, dan tidak boleh beraktivitas di area publik demi mencegah penyebaran virus.

Di negara lain, negaralah yang menjamin warganya dalam memenuhi kebutuhan pokoknya, seperti Jepang, Italia, Inggris dan yang lain, dari mulai kebutuhan makan hingga uang. Bisa jadi inilah yang memberatkan, dan Indonesia sendiri tak bisa melarang warga asing untuk memasuki Indonesia, selain karena promosi pariwisata dan ekonomi kreatif yang masif juga warga Cina dan India  yang datang sebagai pekerja pun tak terelakkan sebab Indonesia sudah terikat dengan perjanjian bilateral. Meski kontroversial, namun itulah Indonesia, kebijakan satu menteri akan berlawanan dengan menteri yang lain. Padahal sama-sama posisi sebagai pembantu presiden.

Munculkan Solusi Hakiki, Bukan Polemik

Maka jika digali lebih dalam, sikap pemerintah yang tetap menerapkan PPKM Mikro dan bukan lockdown adalah bukti kelemahan pemerintah dalam mengurusi urusan rakyatnya. Kebijakan PPKM Ini telah berjalan berkali-kali dari pembatasan biasa, makro hingga mikro.  Dilakukan sekali hingga diperpanjang dua kali, bahkan kini kembali diterapkan. Pasien positif Corona tetap fluktuatif, ,berkali-kali pemerintah mengklaim angka pasien positif menurun, namun berkali-kali pula di lapangan ditemukan fakta sebaliknya. Bahkan terakhir Madura, Kudus dan Kendari meningkat tajam.

Selain butuh edukasi yang benar terkait Covid  kepada masyarakat, pemerintah seharusnya juga totalitas menangani Covid ini, sehingga kepercayaan umat kepada penguasa tidak menurun bahkan tak ada lagi pemberontakan sebagaimana yang terjadi di beberapa daerah. Selain menghambur-hamburkan dana, juga tak ketahuan ketahuan fokusnya dimana. Ketidakkonsistenan pemerintah inilah yang memicu pergesekan di tengah umat sehingga terkesan umat belum sepenuhnya berubah perilakunya. Dan pandemi ini memang tak akan selesai hanya dengan bicara meskipun dengan prokes yang disepakati.

Setelah hampir dua tahun pandemi ini berjalan di Indonesia, seharusnya sudah bisa memunculkan solusi hakiki. Rasulullah bersabda, “Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari). Semestinya dari perkataan Rasulullah seorang pemimpin beranjak, agar tak hanya sebutan sebagai pemimpin melekat pada pribadinya, namun juga keputusan-keputusannya diingat masyarakat sebagai bukti ketaatannya pada Rabbnya.

Bukan istilah yang kemudian seharusnya diperbesar, namun pemilihan kebijakan yang hakikilah urgensitas yang sebenarnya, sebab meskipun diklaim PPKM Mikro tidak mematikan perekonomian , namun secara individu rakyat tetap kesulitan, sandang , pangan, papan, kesehatan, pendidikan, keamanan semuanya mahal dan tak tercapai, pengangguran bertambah, ironinya tenaga kerja Cina pun bertambah menggeser nasib dan kesempatan pekerja Indonesia.

Yang terpenting adalah, apapun istilahnya, mengacu pada hadist di atas , artinya, semua biaya ditanggung oleh negara. Rakyat tak akan dibebani seperpun untuk pembiayaan kesejahteraannya. Maka ketika wabah melanda, langsung didata mana yang sehat dan mana yang sakit, agar ekonomi benar-benar berjalan tanpa hambatan. Lockdown wilayah bahkan negara segera diterapkan, kelompok yang sehat tetap dibebaskan sedang yang sakit dipelihara negara hingga sembuh total. Negara pantang melayani masyarakat dengan asas untung rugi dan bukan manfaat semata .Wallahu a’lam bish showab.

Penulis: Rut Sri Wahyuningsih | Institut Literasi dan Peradaban

Editor: Fadli

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.