2 Mei 2024
Sekulerisme SKB 3 Menteri

Penulis : Habibah, A.M.Keb

Mengutip laman CNN Indonesia Tanggal 03/02/2021. Tentang SKB Tiga Menteri, pemerintah daerah dan sekolah negeri dilarang mengatur seragam maupun atribut siswa yang berkaitan dengan kekhususan agama. Aturan ini tertuang dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, dan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas yang diumumkan, Rabu (3/2/).

Nadiem menegaskan surat tersebut bertujuan agar murid maupun tenaga pendidikan di sekolah bebas memilih seragam dengan atau tanpa kekhususan agama. “Kuncinya hak dalam sekolah negeri untuk pakai atribut kekhususan agama itu adanya di individu guru, murid, orang tua, bukan keputusan sekolah di sekolah negeri,” kata Nadiem. Dalam surat tersebut terdapat enam ketentuan yang diatur soal seragam.

Pertama, SKB tersebut menyasar sekolah negeri yang diselenggarakan pemerintah.

Kedua, peserta didik, pendidik maupun tenaga kependidikan memiliki hak memilih memakai seragam dan atribut tanpa kekhususan keagamaan atau seragam dan atribut dengan kekhususan keagamaan.

Ketiga, pemerintah daerah dan sekolah tidak diperbolehkan mewajibkan atau melarang seragam dan atribut dengan kekhususan agama.

Keempat, peraturan ini mewajibkan kepala daerah dan kepala sekolah mencabut aturan yang mewajibkan atau melarang seragam dan atribut dengan kekhususan agama paling lama 30 hari sejak keputusan bersama tersebut ditetapkan.

Kelima, jika terjadi pelanggaran terhadap SKB ini, maka akan diberikan sanksi. Adapun sanksi akan dilakukan secara hierarkis.

Menurut SKB ini, pemerintah daerah memiliki wewenang memberikan sanksi kepada kepala sekolah, pendidik dan atau tenaga pendidikan. Gubernur memberikan sanksi kepada bupati atau wali kota. Selanjutnya, Kemendagri, bisa memberikan sanksi kepada gubernur.

Sekulerisme SKB
Ilustrasi sekulerisme, sumber: kompasianan.com

Sementara, Kemendikbud dapat memberikan sanksi kepada sekolah dengan menunda pemberian biaya operasional sekolah (BOS) dan bantuan pemerintah lainnya. Selain itu, tindak lanjut terhadap pelaku pelanggaran akan dilakukan sesuai dengan mekanisme perundang-undangan yang berlaku.

Dalam hal ini, Kemenag juga akan melakukan pendampingan praktik agama yang moderat dan pertimbangan pemberian atau penghentian sanksi. Keenam, aturan ini mengecualikan peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan beragama Islam di Provinsi Aceh, sesuai dengan kekhususan Aceh berdasarkan ketentuan perundang-undangan.

Ketua MUI Pusat Dr Cholil Nafis memberikan pandangannya. Dengan begitu, Ia melihat SKB tiga menteri itu wajib ditinjau ulang atau dicabut karena tak mencerminkan lagi adanya proses pendidikan.

“Kalau pendidikan tak boleh melarang dan tak boleh mewajibkan soal pakaian atribut keagamaan, ini tak lagi mencerminkan pendidikan. Memang usia sekolah itu perlu dipaksa melakukan yang baik dari perintah agama karena untuk pembiasaan pelajar. Jadi SKB 3 menteri itu ditinjau kembali atau dicabut,” kata Cholil di akun Twitternya @cholilnafis, Jumat (05/02/2021).  “Saya sudah pisahkan.

Makanya jangan dilarang ketika guru agama Islam mewajibkan jilbab kepada murid muslimanya krn itu kewajiban dari Allah. Pakai sepatu yang kewajiban sekolah aja bisa dipaksakan ko’. Yaopo,”cetusnya (hidayatullah.com)

SKB ini juga bertentangan dengan Pasal 29 Ayat 1 dan 2 UUD 1945. Adapun bunyi Pasal 29 UUD 1945 adalah ayat (1) Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa. Ayat (2) berbunyi, Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Ini mengandung makna bahwa kehendak bangsa ini menjadi bangsa yang religius, bukan bangsa yang sekuler.

Sekuler adalah memisahkan urusan kehidupan sehari-hari dengan Agama. Maka, dengan SKB ini, bukan mendukung adanya penerapan atas ajaran masing-masing agama, tapi malah melarang untuk taat menjalankan perintah Agama, utamanya adalah siswi Muslim.

Hal ini seharusnya menjadi pembelajaran yang dipaksa di sekolah karena perintah dari Allah SWT dan pembiasaan yang baik bagi Siswi Muslim, bagi Non Muslim pakaian tertutup sebenarnya adalah untuk menjaga dirinya sendiri dari hal-hal yang tidak baik. Maka sejatinya SKB ini adalah salah satu bentuk pengokohan Sekuler dalam aspek pendidikan, ini dampaknya akan sangat buruk.

Inilah potret sekulerisme yang alergi akan syariat. Atas nama kebebasan, perintah Allah dijadikan pilihan. Padahal Allah sudah berfirman, “Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah tersesat dengan kesesatan yang nyata” (QS. Al Ahzab:36)

Anak-anak pelajar dengan usia yang masih labil, mereka cenderung akan memilih sebuah aturan yang mudah, sesuai dengan perkembangan zaman, modern. Bukan dilihat dari hal agama. Maka jelaslah bahwa dengan SKB 3 menteri ini akan menyulitkan para orang tua dalam mendidik anak. Akan lahir anak-anak yang tidak mempunyai keimanan dan ketakwaan.

Pelajar akan semakin bebas menentukan pakaian yang hendak dia pakai ke sekolah, sesuka hati, bahkan mungkin akan jauh dari etika berpakaian di negeri mayoritas muslim ini, karena kalau melihat diluar sana, berbagai model pakaian generasi muda sudah banyak berkiblat ke barat, dimana cara berpakaian mereka bebas tanpa batas.

Jilbab bagi seorang muslimah adalah sebuah kewajiban yang perlu ditunaikan, ketika di usia belum baligh pun Islam mengajarkan untuk membiasakan anak-anak perempuan prabaligh untuk belajar menutup aurat. Sehingga SKB 3 Menteri ini sungguh sangat merugikan ummat Islam. Dalil tentang jilbab pun sudah jelas dalam Q.S Al-Ahzab 59 dan Q.S An-nur 31. Maka sejatinya jika pun SKB 3 Menteri ini dikeluarkan, tak selayaknya para pelajar muslimah gentar dengan perkataan manusia.

Terlebih di masa pandemi ini seharusnya SKB 3 Menteri tidak perlu ada, karena pembelajarannya pun masih daring dan tidak diketahui kapan pandemi ini berakhir. Seharusnya hal yang lebih penting adalah memberikan solusi bagi mereka yang kesulitan belajar daring, tidak mempunyai akses internet atau bahkan tidak ada media perangkatnya.

Maka jelaslah kebijakan-kebijakan saat ini hanya ingin menjauhkan ummat dari syariat Islam. Saatnya kembali pada aturan Sang Khaliq, yang tidak ada caat sedikitpun, yakni Sistem Islam kaffah. Wallohu A’lam

Editor: Fadli

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.