17 Mei 2024
Demi Konten

Penulis : Rut Sri Wahyuningsih | Institut Literasi dan Peradaban

Dunia semakin canggih, kemajuan teknologi nyaris tak terbendung. Setiap detiknya ada perubahan, demikian pula dengan gaya hidup manusia, bermunculan perilaku yang beraneka ragam, demi konten baik dan buruk tak ada bedanya

Ketika apa yang dulu tabu atau membutuhkan waktu lama kini sekejap mata sudah bisa dihadirkan di depan mata. Informasi berputar tanpa sempat mengendap lama.

Demikian pula definisi bekerja dan menghasilkan uang. Tak perlu kantor atau buka lapak sebab kini secara virtual justru lebih diminati. Tak perlu prestasi akademik ciamik,  cukup kreatifitas.

Inilah pula yang digagas oleh menteri pendidikan dan kebudayaan kita, Nadiem Karim terkait peluncuran program belajar merdekanya. Intinya tak perlu bertitel sebab dunia lebih membutuhkan konten kreator kreatif yang menguasai hasil perkembangan teknologi.

Hasil gambar untuk ilustrasi konten
Ilustrasikonten, sumber: easypay.co.id

Walhasil banyak fakultas yang terpaksa ditutup sebab tak mampu mengantar peserta didiknya langsung bekerja dan menghasilkan uang , meskipun fakultas ini kosentrasi ilmu dalam bidang yang menguasai hajat hidup orang banyak seperti pertanian, dokter dan sebagainya. Selain karena waktu kelulusannya lama,  tak banyak perusahaan yang menginginkan juga karena biayanya yang mahal.

Akhirnya apa arahan Mendikbud? Yaitu ekonomi berbasis kreatifitas seperti sehingga bermunculan sekolah-sekolah broadcoasting yang relatif waktu kelulusannya sebentar namun bisa segera menghasilkan uang. Demikian pula dengan tawaran dunia media sosial seperti YouTube, tik tok dan lainnya.

Tak perlu konten mendidik atau berbau keilmiahan, asal rajin mengunggah maka akan banyak follower yang artinya bisa dimonetisasi alias diuangkan dan menjadi penghasilan yang luar biasa dibanding pekerja buruh atau kantoran.

Baca juga: Program gerakan nasional wakaf uang

Muncullah kebiasaan mengisi konten dengan sesuatu yang menarik( meski unfaedah). Semua dilakukan meski berbahaya dan merugikan orang lain, demi konten budaya baru ini sanggup mengubah seseorang menjadi monster bagi manusia yang lain.

Sebagaimana  seorang pemuda bernama Timothy Wilis dan temannya di Nashville, Tennessee, Amerika Serikat tewas tertembak saat hendak melakukan prank perampokan. Prank dilakukan pemuda 20 tahun itu demi konten Youtube, namun berujung mengenaskan (kumparan.com,10/2/2021).

Salah seorang yang didatangi Timothy  di antaranya bernama David Starnes Jr. Dia yang mengetahui didatangi Wilks sembari menggenggam pisau daging lalu mengeluarkan senjata api. Sejurus kemudian dia menembak Wilks tanpa menyadari bahwa perampokan itu hanya lelucon atau prank untuk konten YouTube Wilks.

Prank yang  berujung masalah bahkan kematian tak sedikit kasusnya,pada Agustus 2020, ada dua saudara kembar di California harus menghadapi tuntutan pengadilan.

Alex dan Alan Stokes dituntut melakukan pelanggaran ringan karena membuat prank berupa perampokan bank. Prank yang direkam dan diunggah ke Youtube itu kemudian ditonton 6 juta kali.

Jangan dikira di Indonesia tak ada kasus serupa, inilah dua sisi teknologi , begitu cepat tersebar dan menginspirasi generasi milenial, sebuah video yang memperlihatkan pengemudi mobil dengan sengaja mengebut saat melintasi genangan air di jalanan di Kota Probolinggo, Jawa Timur viral di media sosial.

Dalam video tersebut tampak sebuah mobil yang diduga dikemudikan oleh remaja, melintas dengan kecepatan tinggi di atas genangan air di jalan sehingga menyebabkan cipratan air ke samping dan mengenai warung serta pengguna jalan lain.

Hasil gambar untuk konten youtube
Konten unfaedah, sumber: pandagila.com

Peristiwa dalam video berdurasi 13 detik itu diketahui terjadi di ruas Jalan Cokroaminoto, Kota Probolinggo. Mobil melaju menuju arah simpang tiga Loji. Pelakunya  adalah enam remaja yang masih duduk di bangku SMA dan SMP, termasuk seorang yang mengemudi dan lima penumpang mobil. Penangkapan dilakukan tidak sampai 1×24 jam setelah viralnya video di media sosial.

Kasat Lantas Polres Probolinggo Kota, AKP Tavip Haryanto, para remaja itu secara sengaja melakukan tindakan tersebut demi kesenangan dan untuk dibuat konten media sosial (Joglosemar news.com, 31/1/2021).

Tak bisa dinafikan, kecanggihan teknologi sebenarnya tercipta  untuk memudahkan manusia dalam memenuhi kebutuhan. Teknologi adalah bagian dari akal yang bernilai universal, namun menjadi buruk jika pengunaannya semata berdasar ideologi sekular, meniadakan campur tangan agama. Mengapa? Sebab manusia cenderung tamak, memuaskan kebutuhan jasmaninya tanpa memandang apakah itu merugikan ataukah bahkan merusak.

Kapitalisme cenderung menampakkan ketamakan itu, sebab didukung oleh modal yang besar,  ia bisa memprivatisasi akses teknologi, peralatan bahkan konsumen penggunanya. YouTube dengan monetisasi kontennya telah menyihir sekian banyak generasi muda untuk melupakan visi misi hidup yang hakiki. Demikian pula dengan akun-akun media sosial lain yang banjir dengan konten murahan nirmanfaat.

Sesungguhnya peradaban bangsa yang maju dan terdepan ditentukan oleh kualitas generasi mudanya. Itu berhubungan erat dengan pendidikan. Maka, bisa dibayangkan jika negara menerapkan kurikulum yang justru hanya mencetak output siap kerja tanpa dibarengi dengan penanaman visi misi akhirat jelas akan hancur dan kalah.

Hal itu telah terbukti dari kebodohan anak-anak muda mengisi konten akun mereka, yang mereka pikirkan hanyalah materi dan materi, padahal jika saja mereka menggunakannya untuk sesuatu yang tak melalaikan Allah alangkah baiknya. Wallahu a’ lam bish showab.

Editor: Fadli

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.