27 April 2024
Sekulerisme
60 / 100

Dimensi.id-Pada acara perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW di Banyuwangi (5/10/2022), Farel Prayoga, penyanyi cilik yang tengah naik daun, ditanya oleh Gus Miftah, “Apa agamamu?”. Dan anak lelaki berumur 12 tahun, yang ternyata seorang Muslim namun berasal dari keluarga non Muslim itu menjawab, “privasi.”

Kemudian hal itu diapresiasi dan dianggap luar biasa oleh mantan politisi Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Tsamara Amany, melaui akun twitternya (7/10/2022). Farel memiliki pemikiran yang dewasa, katanya. Mantan ketua DPP PSI itu menyatakan bahwa agama seseorang dan cara beribadah adalah hal yang sangat privat antara manusia dan Tuhannya. Bahwa agama adalah urusan pribadi dan tidak perlu ditunjukkan di hadapan publik.

Tentu saja kicauan Tsamara itu menimbulkan kericuhan,sebab apa yang dikatakan Tsamara mengarah pada pemikiran sekuler, mustinya hal itu tidak dilakukannya karena dia seorang muslim. Yang mana, dalam ajaran Islam semua perbuatan dan tingkah laku umat Muslim adalah ibadah kepada Allah, sehingga hidup seseorang harus selaras dan sejalan dengan agama. Jauh berbeda dengan sekulerisme, yang yang terlahir dari pengalaman pahit masyarakat di negara-negara barat karena trauma terhadap agama.

Di  masa lalu agama, melalui pemuka agama, kerap dijadikan alat oleh raja-raja untuk mencapai keinginannya, membuat kaum intelektual memberontak sehingga tercetuslah sekulerisme. Paham ini didasarkan moral alamiah terlepas dari agama, wahyu dan supernaturalisme. Jadi dapat dipastikan bahwa sekulerisme memisahkan agama dari kehidupan. Agama sama sekali tidak berhak mengatur dunia.

Dengan berkembangnya paham sekuler, maka lahirlah pemikiran-pemikiran seperti Tsamara dan Farel ini. Mereka nampak malu dan bahkan enggan mengaku beragama. Terkesan seolah-olah membawa agama ke ranah publik adalah aib. Padahal  agama adalah jati diri seseorang. Apalagi kita sebagai umat Muslim, semestinya bangga dengan keislaman kita. Sedangkan memisahkan agama dari kehidupan sama halnya dengan mencampuradukkan antara yang haq dengan yang bathil, mencampurkan iman seseorang dengan kekufuran.

Tentu saja hal ini membawa pengaruh yang sangat buruk bagi masyarakat Islam. Islam adalah Dien atau aturan hidup dan legislasi. Dengan adanya sekulerisme dan sekulerisasi membuat umat islam tidak dapat menerapkan syariat islam secara utuh dan menyeluruh, yang berarti meninggalkan syariat. Ini berarti meninggalkan aturan Ilahi dan menolak perintah-perintah Allah.

Karena itu, keduanya harus dihilangkan. Sebab islam tidak pernah mendefinisikan agama dan kehidupan bernegara sebagai dua hal yang berbeda. Arti agama sangat penting untuk mengatasi berbagai persoalan hidup manusia sesuai peraturan dan perintah Allah. Islam memandang individu, masyarakat dan negara sebagai satu kesatuan. Islam adalah agama sekaligus hukum.

Negara berfungsi sebagai raa’in dan sebuah institusi penerap syariat islam secara kaffah, melindungi umat dan menjamin pelaksanaan syariat. Jadi, Islamlah yang melindungi dan mengikat,  sedangkan negara adalah pelaksananya. Dengan kata lain, kedaulatan milik syara’, bukan milik rakyat ataupun negara. Maka dari itu penting bagi kita untuk berpegang teguh pada syariat Islam agar tidak udah diombang-ambingkan oleh paham lain di luar Islam. [Dms]

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.