10 Mei 2024

Dimensi.id-Kekayaan Indonesia memang sudah tak diragukan lagi di kancah dunia. Mulai dari segi pertambangan, migas, perkebunan, dan kehutanan. Terbukti merupakan salah satu negara dengan potensi cadangan mineral sangat tinggi. Pada mineral nikel misalnya, Indonesia menempati posisi ketiga teratas tingkat global. Selain itu, Indonesia mencatatkan kontribusi sebesar 39% untuk produk emas, berada di posisi kedua setelah China. Maka, jangan heran jika banyak investor yang menilik sumber daya alam (SDA) Indonesia.

Di tengah pandemi Covid-19 yang belum tuntas seutuhnya, pemerintah sedang menggodok kembali RUU Minerba. Ini sempat tertunda, terakhir pada Oktober 2019. Bulan ini, pemerintah berencana membahas RUU Minerba agar segera disahkan maksimal di bulan Agustus 2020. Seolah-olah pemerintah tidak fokus dalam menyelesaikan persoalan yang menimpa negeri ini. Satu sisi dihadapkan dengan wabah pandemi yang masih terus meningkat korbannya, satu sisi lain sibuk memikirkan urusan kontrak dengan investor asing.

Revisi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) alias UU Minerba bergulir kencang. Usai membentuk Panitia Kerja (Panja) pada Kamis (13/2), Komisi VII DPR RI bersama Pemerintah mengebut pembahasan revisi UU Minerba. Menurut, Ketua Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Sugeng Suparwoto, RUU Minerba ini erat kaitannya dengan status kontrak karya pertambangan tujuh perusahaan besar.

Mereka adalah PT Arutmin Indonesia yang habis 1 November 2020, PT Kendilo Coal Indonesia yang habis 13 September 2021, PT Kaltim Prima Coal yang habis 31 Desember 2021, PT Multi Harapan Utama yang habis 1 April 2022, PT Adaro Indonesia yang habis 1 Oktober 2022, PT Kideco Jaya Agung yang habis 13 Maret 2023, dan PT Berau Coal yang habis 26 April 2025.

Selain itu, Sugeng Suparwoto mengatakan, pembahasan 938 Daftar Inventaris Masalah (DIM) sudah rampung pada pekan lalu. Dengan begitu, proses pembahasan revisi UU minerba bisa selesai lebih cepat dari yang dijadwalkan. Pertemuan akam membahas 13 isu atau substansi UU Minerba yang perlu dibahas dalam revisi, yakni, penyelesaian masalah antar sektor, penguatan konsep wilayah pertambangan, dan penguatan kebijakan peningkatan nilai tambah. Kemudian, dorongan eksplorasi untuk penemuan deposit minerba, pengaturan khusus tentang izin pengusahaan batuan, dan pentingnya akomodir putusan MK dan UU No 23/2014.

Sungguh disayangkan apa yang dilakukan oleh pemerintah. Rakyat sedang was-was menghadapi pandemi Covid-19, pemerintah sibuk mengurusi investor asing. Kepedulian yang amat sangat memprihatinkan bagi rakyat. Janji yang disampaikan ketika kampanye pemilu tahun lalu hanyalah kebohongan semata. Tetap saja lebih berat untuk mengurusi rakyat sendiri daripada kehilangan investor asing, padahal kekayaan mineral seharusnya digunakan untuk mengatasi pandemi ini.

Menurut Direktur Eksekutif Pusat Studi dan Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas Feri Amsari mempertanyakan sikap Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang ingin tetap membahas RUU Mineral di tengah pandemi corona saat ini. DPR tidak peduli keadaan dan mengabaikan penderitaan masyarakat yang menghadapi corona, hanya memperjuangkan kepentingan partai dan kelompoknya sendiri. Sehingga DPR memanfaatkan situasi untuk meloloskan paket UU bermasalah agar mudah disahkan.

Terlihat sekali bahwasannya tidak ada aspek dalam RUU Minerba ini yang melindungi keselamatan rakyat, pembatasan ekspansi dan hak veto rakyat. Sebaliknya, akan makin menguatkan oligarki tambang, melindungi korupsi dan memberangus dengan cara mengkriminalkan rakyat. Pasalnya penguasa dan wakil rakyat justru nampak sekali secara diam-diam memberi karpet merah oligarki kapitalisme. Artinya semakin memperkuat legalisasi perampokan harta milik publik itu sendiri.

Karenanya, rakyat harus tetap waras dan waspada, meski wabah melanda. Berbagai fenomena yang amburadul belakangan ini semakin membuktikan dengan tegas akan watak rezim kapitalistik yang hanya berpihak pada kepentingan segelintir elite dan abai terhadap kepentingan rakyat. Mereka benar-benar oportunis di tengah wabah bahkan hilang empati terhadap derita rakyat. Ini merupakan sumber daya milik rakyat, pasti ada kompensasi sekularisasi yang harus diterima oleh rakyat. Otak kapitalis takkan pernah mau rugi. Itu sudah pakem kerja kapitalisme.

Berbeda hal didalam Islam, sumber daya alam merupakan kepemilikan umum. Negara wajib mengelolanya dengan baik untuk dikembalikan untuk kepentingan rakyat. Kepemilikan umum ternyata terbagi atas tiga kategori, pertama, sarana umum yang diperlukan oleh seluruh rakyat dalam pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari, seperti air. Rasulullah SAW. telah menjelaskan mengenai sifat-sifat sarana umum:

الْمُسْلِمُونَ شُرَكَاءُ فِي ثَلَاثٍ فِي الْمَاءِ وَالْكَلَإِ وَالنَّارِ

Kaum Muslim bersekutu (dalam kepemilikan) atas tiga hal: yaitu air, padang rumput dan api (HR al-Bukhari).

Air, padang rumput dan api merupakan sebagian harta yang pertama kali dibolehkan Rasulullah SAW. untuk seluruh manusia. Harta ini tidak terbatas yang disebutkan pada hadis di atas, tetapi meliputi setiap benda yang di dalamnya terdapat sifat-sifat sarana umum. Kedua, harta yang keadaannya asal pembentukannya menghalangi seseorang untuk memilikinya secara pribadi.

Menurut al-Maliki, hak milik umum jenis ini, jika berupa sarana umum seperti halnya kepemilikan jenis pertama, maka dalilnya yang mencakup sarana umum. Seperti jalan umum yang dibuat untuk seluruh manusia, yang bebas mereka lewati, dan tidak boleh dimiliki oleh seorang pun. Ketiga, barang tambang (sumberdaya alam) yang jumlahnya tak terbatas, yaitu barang tambang yang diprediksi oleh para ahli pertambangan mempunyai jumlah yang sangat berlimpah.

Adapun tata cara pengelolaan kepemilikan umum dilakukan oleh Negara dengan cara. Pertama, pemanfaatan secara langsung oleh masyarakat umum. Air, padang rumput, api, jalan umum, laut, samudra, sungai besar dll bisa dimanfaatkan secara langsung oleh setiap individu. Siapa saja dapat mengambil air dari sumur, mengalirkan air sungai untuk pengairan pertanian, juga menggembalakan hewan ternaknya di padang rumput milik umum. Dalam konteks ini Negara tetap mengawasi pemanfaatan milik umum ini agar tidak menimbulkan kemadaratan bagai masyarakat.

Kedua, pemanfaatan di bawah pengelolaan Negara. Kekayaan milik umum yang tidak dapat dengan mudah dimanfaatkan secara langsung oleh setiap individu masyarakat (karena membutuhkan keahlian, teknologi tinggi, serta biaya yang besar) seperti minyak bumi, gas alam, dan barang tambang lainnya, maka wajib dikelola oleh Negara. Hasilnya dimasukkan ke dalam kas Negara sebagai sumber pendapatan utama APBN untuk kepentingan rakyat.

Oleh karena itu, rakyat akan merasakan pengurusan dari Negara secara langsung. Rakyat akan memiliki arah yang jelas dalam menghadapi situasi yang krusial seperti ini. tidak akan terjadi kebohongan antara Negara dan rakyatnya sendiri, karena sumber dayam alam tidak boleh dimiliki oleh inidvidu atau swasta; melainkan statusnya adalah milik umum seluruh rakyat.

Wallahu’alam bi shawab

Penulis : Citra Ningrum (Ummu Athifa)

Editor : Fadli

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.