7 Mei 2024

Penulis : Ashaima Va

Dimensi.id-Viral tanda pagar Indonesia Terserah di tengah pandemi ini. Tagar terserah ini muncul sebagai reaksi terhadap terhadap berbagai kebijakan pejabat negeri yang cenderung mengorbankan rakyat dan pro pada oligarki di tengah wabah.  Terserah yang dimaksud tentunya bukan masa bodo dan tidak peduli. Justru terserah yang dimaksud adalah keheranan rakyat pada sesuatu yang sudah jelas jangan dilakukan pada masa pandemi namun dilanggar dengan berbagai alasan.

Minimnya empati dan ketidakpedulian dari para penguasa juga turut mencederai citra mereka. Semua kebijakan dibuat menabrak batas-batas kemanusiaan sampai rakyat tak mampu berkata-kata lagi. Terserah.

Diantara kebijakan yang patut dikritisi adalah PSBB yang ditunda-tunda mengakibatkan penyebaran virus covid-19 tidak terkendali sejak bulan Maret. Mirisnya belum jelas penurunan grafik pengidap covid-19, pemerintah berencana melonggarkan PSBB di bulan Juni nanti. Meskipun belakangan diralat, bukan pelonggaran PSBB namun mencari cara-cara tepat untuk bisa beraktivitas ekonomi dengan tetap aman dari virus. Sayangnya esensinya sama, melanggar social distancing.

Terang saja para Nakes yang berada di garda terdepan penanganan covid-19 ini bersuara lantang. Covid-19 bukan ancaman main-main. Jika jumlah PDP dan positif covid-19 tidak sebanding dengan jumlah Nakes yang menangani maka tunggu saja, apa yang terjadi di Spanyol bisa terjadi juga di Indonesia.

Untuk anggaran penanganan wabah pun pemerintah dinilai tak pro rakyat. Anggaran yang ditetapkan melalui Perpu tersebut senilai Rp405,1 T dengan rincian Rp75 triliun untuk bidang kesehatan, Rp110 Triliun untuk social safety net (jaring pengaman sosial), Rp70,1 triliun untuk insentif perpajakan dan stimulus KUR Rp150 triliun dialokasikan untuk pembiayaan program pemulihan ekonomi nasional, termasuk restrukturisasi kredit dan penjaminan serta pembiayaan untuk UMKM dan dunia usaha menjaga daya tahan dan pemulihan ekonomi. (Economy.okezone.com, 5/4/2020)

Dari 400an Triliun hanya 75 T saja yang dialokasikan untuk kesehatan. Padahal bidang kesehatan adalah bidang yang membutuhkan paling banyak anggaran. Anggaran lebih banyak diperuntukkan untuk program pemulihan perekonomian dan insentif pajak.

Dari porsi anggaran ini bisa dibaca korporasilah yang paling besar merasakan dananya.  Maka jangan heran jika dalam penanganan covid-19 ini untuk memenuhi kebutuhan APD dan kebutuhan nakes lebih banyak berasal dari donasi warga.

Lucunya pemerintah yang berkewajiban menjamin penanggulangan wabah malah menginisiasi dilangsungkannya konser penggalangan dana untuk penanggulangan wabah. Sudahlah mencari donasi dari warga, konser ini pula tak memerhatikan keselamatan warga dengan prosedur social distancing. Ditambah konser ini diadakan di bulan mulia. Minggu-minggu dimana mestinya kita mencari malam lailatul qadar, malah diisi dengan kemaksiatan pada Allah. Memprihatinkan.

Ini semua bisa dipahami karena sistem aturan yang dianut negeri ini, demokrasi kapitalis, meniscayakan hal tersebut. Pejabat sudah tidak lagi bicara amanah dan tanggung jawab dalam menjalankan tugas-tugasnya. Yang mereka pikirkan adalah bagaimana membuat aturan sesuai dengan pesanan para cukong-cukong korporasi sebagai pemodal dalam kampanye pemilu. Pengesahan UU Minerba di tengah pandemi contohnya, telah menyakiti hati rakyat yang sedang berdarah.

Kebutuhan dasar rakyat sudah tak lagi jadi perhatian. Jangankan sandang, pangan, papan, untuk kesehatan saja rakyat diminta iuran. Rakyat dibiarkan babak belur sendiri memenuhi kebutuhan hidupnya. Sudahlah lapangan pekerjaan yang berkurang di masa pandemi, rakyat juga dibebani dengan iuran kesehatan BPJS yang naik 100%.

Duhai pengampu negeri, rakyat hanya bisa menyaksikan bagaimana salah urus negeri ini dengan aturan manusia. Allah sang pencipta, telah memberi tuntunan berupa syari’ah Islam dalam sistem mulia Khilafah Rasyidah di atas jalan kenabian malah diabaikan.

Padahal simpel, kalau pemimpin negeri ini disebut-sebut mirip khalifah ‘Umar. Semestinya mereka meneladani bagaiamana ‘Umar menangani wabah. Am Ramadha atau masa paceklik dulu pernah terjadi di masa ‘Umar bin Khatab.

Belum usai kekeringan kaum muslimin juga dilanda wabah tha’un yang berpusat di daerah Amwas di Kota Syam. Menghadapi kedua bencana ini tak ada yang ‘Umar pikirkan selain keselamatan dan kemaslahatan kaum muslimin bisa terwujud. Tak ada pertimbangan Herd Immunity dalam kebijakannya.

Meneladani tuntunan Rasulullah, ‘Umar segera meminta kaum muslimin untuk meningkatkan ketakwaan dan memperbanyak doa pada Allah SWT. Tentu saja tak ada konser amal sarat kemaksiatan dalam kebijakannya. ‘Umar juga segera mengisolir daerah Syam khususnya Amwas.

Tidak boleh ada yang keluar atau pun masuk ke kota itu. Isolasi kota tentu berdampak secara ekonomi pada Kota Syam dan sekitarnya, maka ‘Umar tak mengabaikan hal tersebut. Kebutuhan dasar masyarakat tetap dijamin pemenuhannya.

Selama menghadapi dua bencana ini ‘Umar secara khusus menetapkan kebijakan ekonomi yang menjamin pemenuhan kebutuhan dasar warga dan mengurangi beban masyarakat. Beliau mengirimkan surat ke beberapa Gubernurnya di beberapa daerah seperti Abu Musa di Basrah,  ’Amru bin Ash di Mesir, Mu’awiyah bin Abu Sufyan di Syam dan Sa’ad bin Waqash di Iraq, untuk mengirimkan bantuan kebutuhan pokok ke Madinah.

Hal ini dilakukan sebagai jaminan pemenuhan kebutuhan pokok warga Madinah selama ‘Am Ramadha. Tidak hanya itu ‘Umar pula menangguhkan pembayaran zakat demi meringankan beban masyarakat.

Terlihat tidak ada yang ‘Umar pikirkan selain kemaslahatan umat. Bukan kemaslahatan segelintir golongan apalagi kemaslahatan korporasi. Jika membandingkan apa yang ‘Umar tempuh dan apa yang pemerintah terapkan saat ini, kita bisa katakan negeri ini sudah salah urus. Syari’ah Islam yang memperlakukan rakyat sebagai manusia bertentangan jauh dengan aturan demokrasi kapitalis yang memeras rakyat. Sudah, kembali pada Syari’ah Khilafah saja kalau begitu. Tak ada pilihan lain.[S]

Editor : azkabaik

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.