5 Mei 2024

Perekonomian dunia ambruk di bawah topangan ekonomi kapitalisme global. Kekuatannya memang sudah rapuh sebelum makhluk renik itu menyerang. Covid-19 hanyalah pemantik, ibarat bom waktu kini dunia benar-benar terkapar.

Sistem perekonomian yang didominasi oleh sektor non riil ini ibarat bangunan keropos tanpa pondasi. Dibuat oleh kapitalis seolah bangunan besar lagi megah, tetapi sekali diterpa angin lansung roboh tidak berdaya. Bahkan negara adidaya sekelas Amerika dan China saja harus kelimpungan guna menstabilkan perekonomian.

Kini pemerintah mulai melirik bank syariah yang dijadikan alternatif tempat menabung oleh sebagian masyarakat muslim. Terlebih bagi mereka yang sudah faham akan hukum riba dalam Islam. Sehingga umat Islam lebih memilih memarkirkan kekayaan pada perbankan syariah.

Seperti dikutip dari Tempo.co, 12-03-2021, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengakui bahwa sektor ekonomi dan keuangan syariah ternyata bisa lebih survive dari bank konvensional menghadapi resesi akibat pandemi. Hal ini disampaikan Sri Mulyani dalam acara Seremoni Peresmian Sfafiec dan Forum Nasional Keuangan Syariah yang ditayangkan secara virtual, Jumat, 12 Maret 2021.

Ekonomi Bangkit Dengan Perbankan Syariah Hanyalah Ilusi

Secara psikologi, pemerintah mulai kelelahan mencari solusi perekonomian. Ketika kebijakan berada dibawah dikte pemilik modal membuat mereka dilema. Di satu sisi, sistem yang memposisikan pemerintah hanya sebagai regulator. Di sisi lain, rakyat menuntut haknya sebagai warga negara terpenuhi.

Ketertarikan pemerintah terhadap ekonomi syariah tidak serta merta menjadi kabar gembira bagi kaum muslim. Dikukuhkannya perbankan syariah bukan bentuk dari kesadaran pemerintah akan penerapan syariat Islam. Ini hanya semacam solusi instan demi menyelamatkan perekonomian.

Perlu ada pelurusan pemahaman yang keliru terhadap ekonomi syariah. Perbankan Syariah jika masih menginduk kepada bank konvensional, secara aturan sudah pasti ikut mekanisme Bank Indonesia(BI). Jadi, memakai istilah syariah nonriba perlu ada pengkajian yang lebih mendalam.

Pakar Ekonomi Islam Dwi Condro Triono, Ph.D. menyebutkan, sistem ekonomi kapitalisme memiliki empat bagian penting yaitu: mekanisme pasar bebas, alat pembayaran berupa uang kertas, sektor non riil berupa perbankan dan menjadikan interest atau suku bunga sebagai sumber pendapatan.

Oleh karenanya, jika perbankan syariah masih mengikuti mekanisme diatas maka istilah syariah hanya menjadi pemanis demi menarik nasabah. Karena secara hukum belum tentu sesuai dengan syariat Islam. Justru keberadaan bank syariah ini semakin memperkuat kekuasaan kapitalis dalam menguasai perekonomian negara.

Berharap pada perbankan syariah untuk mendongkrak perekonomian adalah solusi naif. Tidak cukup hanya mengandalkan bagi hasil dari uang nasabah yang diinvestasikan. Sedangkan resiko resesi akan terus membayangi karena pasar modal berfluktuasi. Pada faktanya memang sistem perbankan rentan krisis moneter.

Ekonomi Syariah Butuh Sistem Yang Komprehensif

Jalan keluar terbaik untuk keluar dari kemelut ekonomi ini adalah melakukan lompatan pundamental. Tidak bisa mengambil ekonomi syariah secara parsial. Apalagi dipaksa masuk ke sistem ekonomi kapitalis. Ekonomi syariah harus dijalankan dalam sistem Islam, karena semua aspek terintegrasi dengan aspek lainnya.

Ekonomi syariah harus bersumber dari Al-Qur’an dan Sunah. Sistem ekonomi Islam ditopang pasar ekonomi syariah yang menjadikan negara sebagai pelaksana hukum syariah. Menggunakan sistem pembayaran dengan mata uang dinar-dirham. Dan sistem ini hanya bisa diterapkan dalam sebuah negara Islam yaitu Khilafah.

W.E. Hocking dalam bukunya “The Spirit of World Politics, 1932, hlm. 461 mengatakan “Oleh karena itu, saya merasa benar dalam penegasan saya, bahwa al-Quran mengandung banyak prinsip yang dibutuhkan untuk pertumbuhannya sendiri. Sesunguhnya dapat dikatakan bahwa hingga pertengahan abad ke tigabelas, Islamlah pembawa segala apa yang tumbuh yang dapat dibanggakan oleh dunia Barat.”

Walhasil, keberhasilan sebuah negara dalam mengelola dan mengurusi rakyatnya sangat tergantung sistem yang dijalankan. Bukan hanya tergantung pemimpin atau tergantung rezim. Selayaknya kita sebagai manusia tunduk patuh pada Sang Maha Pengatur yaitu Allah ta’ala.

Wallahu a’lam bishshawaab.

Penulis: Merli Ummu Khila | Pemerhati Kebijakan Publik

Editor: Fadli

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.