17 Mei 2024

Penulis : Tri Handayani

Dimensi.id-Pandemi Covid-19 menjadi wabah di dunia sejak akhir 2019 silam yang belum usai hingga hari ini. Seluruh elemen kesehatan telah dikerahkan untuk mengatasi wabah yang telah menyebar ini. Berbagai upaya telah diintegrasi untuk mereda penyebaran virus Covid-19. Namun korban demi korban terus berguguran setiap harinya baik dari kalangan masyarakat umum maupun tenaga medis itu sendiri. Mengutip dari kompas.com bahwa Ketua Tim Mitigasi Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Adib Khumaidi mengatakan kematian tenaga medis dan kesehatan di Indonesia tercatat paling tinggi. Selain itu, Indonesia juga masuk ke dalam lima besar kematian tenaga medis dan kesehatan di seluruh dunia.

“Sejak Maret hingga akhir Desember 2020 terdapat total 504 petugas medis dan kesehatan yang wafat akibat terinfeksi Covid-19,” ujar Adib dikutip dari siaran pers PB IDI, Sabtu (2/1/2021).

“Jumlah itu terdiri dari 237 dokter dan 15 dokter gigi, 171 perawat, 64 bidan, 7 apoteker, 10 tenaga laboratorium medis,” tuturnya.

Lebih lanjut Adib mengungkapkan, sepanjang Desember 2020 PB IDI mencatat 52 tenaga medis dokter meninggal akibat Covid-19. Angka ini naik lima kali lipat dari awal pandemi.

Epidemiolog dari Griffith University Australia, Dicky Budiman mengatakan terus bertambahnya dokter yang meninggal dunia akibat Covid-19 adalah kerugian besar bagi Indonesia.
Dicky mengungkapkan, berdasarkan data Bank Dunia, jumlah dokter di Indonesia terendah kedua di Asia Tenggara, yaitu sebesar 0,4 dokter per 1.000 penduduk.

“Artinya, Indonesia hanya memiliki 4 dokter yang melayani 10.000 penduduknya. Sehingga, kehilangan 100 dokter sama dengan 250.000 penduduk tidak punya dokter,” kata Dicky.

Selain itu, kehilangan ini juga merugikan Indonesia dalam hal investasi sumber daya manusia (SDM) di bidang kesehatan. “Padahal kita sedang berperang maraton melawan Covid-19. Kehilangan tenaga medis adalah salah satu sinyal serius, yakni betapa masih lemahnya kita dalam program pengendalian pandemi,” ungkap Dicky.

Bertambahnya secara terus menerus jumlah tenaga kesehatan yang gugur akibat Covid-19 seharusnya menjadi perhatian khusus bagi pemerintah untuk lebih tegas dalam membuat kebijakan terkait upaya pencegahan dan penanganan wabah Covid-19. Pemerintah dengan kewenangannya mampu mengintegrasikan seluruh sistem dan elemen baik instansi maupun masyarakat untuk bekerja bersama-sama dalam mencegah penyebaran Covid-19. Disatu sisi, pemerintah juga mampu mengoptimalkan sumber daya yang ada untuk memberikan pelayanan terbaik di bidang kesehatan, logistic dan pangan serta ekonomi kepada rakyat secara gratis, terjamin, dan berkualitas. Namun pada faktanya tidak demikian, pemerintah lebih perhatian kepada investor yang memberikan pengaruh terhadap perekonomian negara daripada kondisi tenaga kesehatan yang berpengaruh langsung terhadap nyawa masyarakat.

Para tenaga kesehatan dituntut untuk berjuang semaksimal untuk menangani pasien Covid, masyarakat dihimbau untuk mati-matian melawan Covid, sedangkan pemerintah hanya mengeluarkan instruksi lemah dan tidak turun langsung ke lapangan. Selain itu pemerintah setengah hati dalam mengeluarkan kebijakan karantina total. Terlihat dari kebijakan PSBB yang diberlakukan sejak awal secara plin-plan. Ketidak seriusan pemerintah dalam menangai wabah pandemi Covid juga terlihat dari kebijakan yang dikeluarkannya melalui Perppu No. 1 tahun 2020 terkait Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan. Perppu yang terbit pada 31 Maret 2020 tersebut menimbulkan banyak asumsi dari para pengamat politik. Anggaran negara sebesar 405,1 T untuk penanganan Covid-19, hanya 75 T yang dialokasikan untuk sektor kesehatan. Sedangkan sisanya 110 T untuk jaringan pengaman sosial, 150 T untuk pemulihan ekonomi, dan 70, 1 T untuk insentif perpajakan.

Dalam realisasinya awal Desember 2020, dari hasil perkembangan operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan oleh KPK ditemukan adanya beberapa oknum yang terlibat dalam kasus korupsi bantuan sosial (bansos) untuk wilayah Jabotebek di Kementerian Sosial. Kasus ini menyeret nama Menteri Sosial Juliari Peter Batubara yang diduga kuat menerima Rp 17 M dari korupsi bansos yang ditujukan untuk keluarga miskin yang terdampak akibat wabah virus corona. KPK menduga dana ini digunakan untuk kepentingan pribadi.

Di satu sisi, tenaga kesehatan dari beberapa daerah yang minim anggaran terpaksa menggunakan alternatif lain semisal mengenakan jas hujan  dan kacamata las sebagai pengganti APD.

“Tim medis kami pakai jas hujan, tutup kepalanya pakai palstik shower (palstik penutup kepala) yang digunakan untuk mandi, kaca mata google untuk ngelas itu, itu kami pakai. Tim medis kami tetap pakai masker, sarung tangan, kalua ada sepatu boot mereka pakai tanpa lapisan lain sebelum memakainya.” tutur Kepala Puskesmas Aikmel Lombok Timur, Mawardi.

Di tempat lain, IDI Medan meminta agar pemerintah menyediakan APD bagi tenaga kesehatan, terutama yang menjadi relawan Covid-19. Tenaga kesehatan di Medan saat ini mengeluhkan kekurangan APD. Bahkan sejumlah dokter memakai masker N95 selama tujuh hari.

Kondisi tersebut sebenarnya membuat petugas medis dibeberapa tempat merasa khawatir dan takut, meski mereka tetap berusaha memberikan yang terbaik bagi warga.

Namun seperti inilah adanya kondisi negeri ini, lelah letih dan jeritan para tenaga kesehatan yang berjuang menangani wabah Covid-19 terlihat tak berarti di mata penguasa. Gugurnya pahlawan kesehatan secara senyap dan bertambah terus menerus sama sekali tidak membukakan mata hati penguasa untuk memperhatikan mereka. Bahkan demi ambisi kekuasaan, penguasa tega menyelenggarakan pesta demokrasi berupa pilkada serentak saat pandemi yang meniscayakan adanya kerumunan massa. Ledakan pasien yang positif Covid-19 pun tak terelakkan paska pilkada.

Watak penguasa di sistem kapitalisme memang seperti demikian, tak bisa dipungkiri. Penguasa dengan tabiat serakah dan berorientasi untung lebih mempedulikan ekonomi dan ambisi kekuasaan daripada kesehatan atau nyawa rakyatnya. Sampai kapanpun selama sistem yang diterapkan adalah kapitalisme, selama itu pula watak penguasa kapitalis-materialis akan tetap eksis.

Sehingga untuk memupus problem ini tidak ada solusi/alternatif lain selain mengganti sistem tersebut. Islam sebagai agama spiritual dan ideologi telah memberikan contoh nyata terhadap penerapan syariat islam sebagai hukum perpolitikan suatu negara. Islam dengan kesempurnaan syariatnya memberikan aturan yang sangat komprehensif kepada manusia dalam kehidupan individu, sosial dan bernegara. Negara yang menerapkan syariat islam, memandang hal diatas – dalam hal ini terkait wabah dan penanganannya- sebagai sebuah tuntutan kewajiban untuk mengatasinya. Negara dengan sistem islam – dalam menghadapi wabah- akan menundukkan semua permasalahan kepada hukum islam.

Islam sendiri memandang kesehatan sebagai salah satu jaminan yang wajib diberikan oleh negara kepada rakyat. Jaminan ini bersifat gratis dan berkualitas. Sehingga dalam kasus penanganan wabah, negara islam akan hadir pertama kali untuk melakukan tindakan preventif atau mitigasi melalui karantina total. Kemudian negara akan memberikan jaminan kesehatan dan kecukupan logistic pangan kepada penduduk yang terkena wabah, termasuk menyediakan tim medis. Tim medis oleh negara diberikan fasilitas lengkap dan memadai sesuai kebutuhan mereka untuk mengobati pasien wabah. Selain menjamin kebutuhan tim medis, negara juga memberikan jaminan kebutuhan kepada keluarga para tim medis. Sehingga tidak ada kekhawatiran bagi tim medis terhadap keluarga mereka dirumah. Pun negara juga menjamin kebutuhan para pasien dan masyarakat yang terdampak wabah.

Hal yang paling penting dari itu semua adalah adanya ketakwaan individu yang mampu mengarahkan seluruh elemen masyarakat untuk senantiasa menjadikan semua upayanya sebagai ibadah. Hal ini yang mendasari terwujudnya sinergi yang baik di dalam negara islam. Ketakwaan individu, kesadaran masyarakat, dan tunduknya negara berikut elemen masyarakatya pada aturan Pencipta Yang Agung mewujudkan sebuah negara yang terbebas dari ambisi/keserakahan penguasa. Sekali lagi hal ini hanya ada dalam sebuah negara yang menerapkan syariat islam sebagai hukum pemerintahannya.

Editor : Fadli

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.