30 April 2024

Penulis : Shofiyatuzzahra

Dimensi.id-Virus COVID-19 sampai sekarang masih belum berujung. Kasus positif semakin hari semakin tak terkendali mengakibatkan jumlah terpapar virus corona meningkat. Apalagi di Indonesia, negara kita saat ini telah menduduki peringkat tertinggi kematian tenaga medis di Asia. Menurut ketua Tim Mitigasi Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Adib Khumaidi mengatakan, kematian tenaga medis dan kesehatan di Indonesia tercatat paling tinggi di Asia.

“Sejak Maret hingga akhir Desember 2020 terdapat total 504 petugas medis dan kesehatan yang wafat akibat terinfeksi COVID-19,” ujar Adib dikutip dari siaran pers PB IDI, Sabtu (2/1/2021). kompas.com

“Jumlah itu terdiri dari 237 dokter dan 15 dokter gigi, 171 perawat, 64 bidan, 7 apoteker, 10 tenaga laboratorium medis,” tuturnya. kompas.com

Fakta mengejutkan bahwa, jumlah tenaga medis akibat COVID-19 sampai saat ini terus bertambah. Bulan Desember kemarin adalah kasus terbanyak meninggalnya Nakes akibat Covid-19.

Menurut catatan Lapor COVID-19 hingga 28 Desember 2020, total ada 507 nakes dari 29 provinsi di Indonesia yang telah gugur karena Covid-19. Puncak tertinggi kasus meninggalnya tenaga medis dalam sebulan selama pandemi yakni sebanyak 96 orang meninggal dunia pada Desember 2020. Menurut Ahmad Arif, salah satu inisiator Lapor COVID-19, mengatakan, data kematian tersebut diperoleh berkat kolaborasi dengan organisasi profesi kesehatan, seperti IDI, PPNI, dan IBI.

“Untuk pendataan kami berkolaborasi dengan organisasi profesi seperti IDI, PPNI, IBI, dan lain-lain. Selain juga ada yang laporan masyarakat. Data diverifikasi oleh tim,” kata Ahmad saat dihubungi Kompas.com, Selasa (29/12/2020).

Inisiator Pandemic Talks, Firdza Radiany, mengatakan jumlah tenaga kesehatan di Indonesia yang meninggal karena Covid-19 lebih besar dari jumlah kematian warga di 6 negara Asia Tenggara.

“Jumlah perawat atau nakes yang meninggal di Indonesia ini jumlahnya jauh lebih besar dari kematian Covid-19 warga Singapura, Thailand, Vietnam, Kamboja, Brunei, Laos,” kata Firdza dalam webinar, Kamis, 3 Desember 2020. Kompas.com

Menurutnya juga penanganan COVID-19 di Indonesia saat ini belum maksimal atau sangat buruk. Bahkan tingkat penularan virus di Indonesia 14 sampai 15 persen padahal menurut WHO maksimal 5 persen, dan hal ini tidak stabil dan dibawah standar WHO.

Tidak hanya itu, ia juga mengatakan bahwa pelacakan penularan COVID-19 di Indonesia tidak bisa mencapai standar 3T, yaitu testing, tracing, treatment.

Kalau kita lihat bahwa, sangat jelas pemerintah seakan abai dan tidak serius dalam menangani kasus COVID-19 di Indonesia. Bukan rahasia publik, jika kasus terpapar virus corona semakin hari terus bertambah. Bahkan sekarang Indonesia menjadi kasus meninggalnya tenaga medis tertinggi di Asia tenggara.

Tidak hanya itu, kalau kita lihat pemerintah sudah mengeluarkan dana yang begitu besar untuk menangani kasus COVID-19. Namun sampai sekarang kasus terpaparnya virus COVID-19 semakin memuncak.

Jika pemerintah benar-benar serius dan tidak abai akan nyawa ribuan manusia, pastilah kasus COVID-19 tidak meningkat tajam. Namun faktanya di bulan Desember kemarin, pemerintah tetap ngotot melakukan pemilu alhasil tenaga medis kewalahan menghadapi kasus COVID-19 yang semakin meningkat tajam akibat kerumunan pilkada.

Seperti inilah sistem sekarang, Kapitalisme sekularisme. Di mana hukum negara dibuat oleh manusia yang menjunjung tinggi nilai material dan kemanfaatan. Karena sekularisme adalah pemisahan agama dari kehidupan, yang melahirkan kepemimpinan yang haus akan kepentingan. Seakan lepas tangan untuk mengurus rakyat.

Pemerintahan menggadaikan sumber daya alam demi meterial dan keuntungan pribadi. Sistem kapitalisme sekuler yang digunakan di negara ini, semakin menyengsarakan dan menimbulkan tersiksanya rakyat. Pemerintah abai dan tidak bertanggungjawab atas nyawa ribuan manusia.

Tentu hal ini menunjukkan sangat jelas pemerintahan sekaan main-main dalam menangani kasus COVID-19 yang semakin hari terus melonjak naik. Dapat disimpulkan kematian tenaga medis dikarenakan COVID-19 akibat dari konsekuensi dari sistem ini.

Seharusnya keadaan sekarang, sudah cukup menunjukkan bahwa kita membutuhkan sistem yang mampu mengatasi masalah pandemi dan menyelamatkan nyawa manusia. Sistem Islam lah yang hanya mampu mengatasi permasalahan secara tuntas.

Keberhasilan ini tidak lain karena fungsi penguasa sebagai pemimpin negara. Dalam Islam negara merupakan penanggung jawab segala urusan umat. Karena itulah daulah Islam hadir sebagai institusi yang mengurusi umat.

Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda : “Seorang imam (pemimpin) adalah ra’in (pengembala) dan dia bertanggung-jawab gembalaannya (rakyatnya).”

(HR. al-Bukhari)

Hal ini akan membentuk kesadaran ruhiyyah yang akan mendorong para penguasa menyediakan hak-hak rakyat dengan hati-hati dan dengan pelayanan terbaik dari kemampuan yang mereka miliki. Penguasa akan melindungi nyawa, harta dan kehormatan rakyatnya.

Ada atau tidak adanya pandemi, nyawa dan keselamatan adalah prioritas tanggung jawab negara. Dalam membuat kebijakan penguasa dalam Islam selalu berupaya mewujudkan penjagaan nyawa manusia.

Karena dalam suatu hadits mengatakan : “Sungguh hilangnya dunia lebih ringan bagi Allah, dibandingkan terbunuhnya nyawa seorang mukmin tanpa hak.”

(HR. Nasai 3987, Turmudzi 1455, dan dishahihkan al-Albani).

Saat terjadi pandemi, dari awal negara akan melakukan tindakan pemutus penularan dengan cara lockdown sesuai anjuran Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam. Negara juga akan memisahkan orang yang sakit dengan orang yang sehat sehingga virus tidak akan cepat tersebar ke berbagai daerah. Sebelum mengetahui orang yang sehat dan sakit akan dilakukan tes, baik tes swab atau rapid test secara masal dan gartis.

Apalagi ditemukan rakyat yang terinfeksi virus maka mereka akan langsung diisolasi dan akan ditangani dengan pelayanan medis yang berkualitas. Negara akan menjamin kebutuhan pasien-pasien secara gratis sampai mereka sembuh.

Sementara mereka yang sehat akan tetap melakukan aktivitas seperti biasa dengan tetap melakukan protokol kesehatan. Upaya ini efektif untuk mencegah dan mengurangi kasus tertular virus. Sehingga negara dan tenaga medis bisa fokus untuk menangani pasien yang terpapar virus.

Inilah cara Daulah melindungi nyawa masyarakat. Sementara para tenaga medis dijamin keselamatannya dan negara bertanggung jawab secara mutlak keperluan tenaga medis. Tenaga medis akan dipekerjakan secara manusiawi. Jumlah tenaga medis yang berkualitas dan berkompeten tidak akan habis karena didukung dengan sistem pendidikan yang mumpuni.

Tentu saja hal yang terjadi sekarang yakni kematian tenaga medis yang meningkat tidak akan terjadi di dalam sistem negara Islam.

Wallahu’alam bisshowab…

Editor : Fadli

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.