28 April 2024
20 / 100

Dimensi id–Momen Ramadan memang mengharu biru, seolah semua kebutuhan tumplek blek di bulan penuh rahmat itu. Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) memproyeksi penyaluran pinjaman online (pinjol) akan melonjak.

 

Ketua Umum AFPI Entjik S. Djafar menyampaikan bahwa asosiasi menargetkan pendanaan di industri financial technology peer-to-peer (fintech P2P) lending saat Ramadan dapat tumbuh sebesar 12% karena ada peningkatan permintaan (Bisnis.com, 3/3/2024).

 

Namun, Entjik juga mewanti-wanti adanya potensi inflasi dan lonjakan kredit macet yang bisa menjadi tantangan dan perlu dihadapi industri menjelang momentum Ramadan 2024.

 

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga memprediksi pertumbuhan utang pada perusahaan P2P lending atau pinjaman online (pinjol) akan meningkat pada saat Ramadan sampai Lebaran 2024. Hal ini diproyeksi lantaran adanya demand atau permintaan terhadap kebutuhan masyarakat yang juga naik saat bulan suci tersebut.

 

Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Lainnya (PMVL), OJK, Agusman, menjelaskan bahwa masyarakat juga kerap membeli tiket transportasi karena dorongan untuk mudik, sehingga perlu pembiayaan yang lebih. Diperkirakan peningkatan penyaluran pembiayaan melalui buy now pay later, jelas Agusman lagi dalam acara Hasil Rapat Dewan Komisioner Bulanan Februari, dikutip Selasa (5/3/2024).

 

Bahkan Agusman memproyeksi bahwa pertumbuhan utang pinjol pada Maret 2024 atau saat Ramadan berada pada kisaran 11 persen hingga 13 persen secara year-on-year (yoy). Perusahaan pembiayaan pun diharapkan untuk berhati-hati dalam memberikan kredit agar tidak ada kenaikan risiko ke depannya (tirto.id, 5/3/2024).

 

Di sisi lain, OJK juga menyoroti pendanaan perusahaan pembiayaan ke UMKM masih rendah. Padahal kebutuhan pendanaan UMKM masih sangat besar dan tidak dapat disediakan seluruhnya oleh perbankan.

 

Dikutip dari Roadmap Pengembangan dan Penguatan Perusahaan Pembiayaan 2024–2028, kajian yang dilakukan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) dan Ernst and Young (EY) menunjukkan terdapat tren kesenjangan antara supply and demand pendanaan UMKM sampai dengan tahun 2026.

 

“Pada 2026, kesenjangan tersebut diproyeksikan mencapai Rp4.300 triliun, sedangkan kemampuan untuk penyaluran pendanaan untuk UMKM oleh lembaga jasa keuangan pada periode tersebut hanya Rp1.900 triliun,” tulis roadmap (Bisnis.com,10/3/2024).

 

Miris, Pinjol meningkat saat Ramadhan

 

Setiap muslim wajar jika berkeinginan untuk mempersiapkan Ramadan sebaik mungkin, bahkan jika perlu hingga rencana berlebaran yang khusuk dan membahagiakan.

 

Semua itu jelas membutuhkan biaya yang tidak sedikit, sepertinya memang ada pergeseran pola pikir dan pola sikap terkait persiapan Ramadan dan Idul Fitri, sehingga miris bulan yang mendapatkan gelar syahrun mubarak (bulan yang diberkahi) karena banyaknya berkah yang Allah turunkan pada bulan ini, sedangkan berkah dimaknai sebagai ziyadatul khair (bertambahnya kebaikan). Yang ada malah berlomba-lomba melakukan pinjaman online atau buy now pay later.

 

Lantas, bagaimana keberkahan tersebut bisa terwujud jika riba merajalela?

 

Kapitalisme Sekuler Akar Persoalannya

 

Utang melalui pinjol diprediksi mengalami kenaikan pada bulan Ramadhan. Hal ini disebabkan kepraktisan dalam pengurusannya. Pun UMKM yang dinilai masih rendah permintaan pinjamannya namun tetap saja pinjaman online menjadi sandaran utama pemenuhan modal. Pasalnya UMKM memang butuh modal untuk meningkatkan produksi akibat permintaan meningkat di bulan Ramadan.

 

Pinjol menjadi pilihan karena prosedur lebih mudah dibandingkan perbankan dan Perusahaan pembiayaan. Mirisnya pinjol juga berbunga, sesuatu yang diharamkan dalam Islam. Lantas, bagaimana jadinya sebuah negeri dengan penduduk muslim mayoritas tapi begitu ramah terhadap pinjam online yang mengandung riba?

 

Allah Swt. Berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kalian kepada Allah dan tinggalkanlah sisa riba jika kalian beriman. Apabila kalian tidak melakukannya maka yakinlah dengan peperangan dari Allah dan Rasul-Nya. Apabila kalian bertobat, kalian berhak mendapatkan pokok harta kalian. Kalian tidak menzalimi dan juga tidak dizalimi.” (TQS Al-Baqarah 2: 279).

 

Inilah bukti Islam tidak mewarnai kehidupan manusia secara umum kecuali hanya dibilik-bilik kamar di atas sajadah masing-masing. Inilah konsekwensi kehidupan yang berasaskan sekuler kapitalisme. Ibadah yang seharusnya diwarnai dengan kekhusyukan rusak karena segala sesuatunya dikapitalisasi.

 

Semua dinilai dengan uang, seolah kebahagiaan hanya bisa diraih dengan kelengkapan pernak-pernik Ramadan. Semarak di tataran teknis, namun ketaatan kepada Rabbnya malah terbuang. Diperparah dengan alpanya negara sebagai periayah urusan rakyatnya. Sehingga Ramadan menjadi ajang bisnis berbagai pihak. Dari mulai bahan pokok, kue-kue lebaran, baju, akomodasi hingga moda transportasi. Semua berlomba mencari celah bisnis atas nama Ramadan.

 

Ramadan Bulan Ketakwaan Hanya Ada Dalam Sistem Islam

 

Islam menjadikan negara sebagai raa’in, termasuk dalam menyediakan dana untuk UMKM. Negara berperan dalam mengembangkan usaha rakyat, sebagai salah satu sumber mata pencaharian rakyat.

 

Islam memiliki sistem ekonomi Islam yang menjamin kemudahan berusaha termasuk dalam penyediaan dana. Dan tentu saja tanpa riba karena Islam mengharamkan riba.

 

Negara hadir sebagai penjamin terpenuhinya seluruh kebutuhan pokok rakyat yang menyangkut sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan dan keamanan. Semua itu dipenuhi dengan pembiayaan dari Baitulmal.

 

Baitul Mal adalah sistem keuangan negara berdasarkan syariat yang mana pos pendapatan dan pengeluarannya ditetapkan syariat dan bersih dari riba. Pos pendapatan dalam Baitulmal didapat dari hasil pengelolaan harta kepemilikan umum dan negara.

 

Selain itu, masyarakat di dalam sistem Islam, yakni Khilafah, mendapatkan edukasi melalui sistem pendidikan dan dakwah yang diselenggarakan oleh negara sehingga bergaya hidup zuhud, tidak berlebih-lebihan. Momen Ramadan akan disambut dengan memperbanyak amal saleh, bukan justru konsumtif sehingga pengeluaran rumah tangga meningkat.

 

Adapun tradisi mudik akan difasilitasi dengan transportasi publik yang terintegrasi antara satu moda dengan yang lainnya sehingga memudahkan masyarakat untuk silaturahmi tanpa harus membeli kendaraan baru menjelang mudik. Sedangkan kebutuhan modal usaha untuk UMKM akan dipenuhi dengan sistem pinjaman nonribawi atau bahkan hibah dari baitulmal.

 

Keberkahan Ramadan sebagai Kawah Candradimuka pribadi bertakwa jelas akan mudah diwujudkan ketika syariat menjadi dasar pengaturan. Negara benar-benar berperan sebagai pengatur muamalah antar individu masyarakatnya menjadi muamalah yang berkah, pengusaha yang amanah sebab penjagaannya totalitas. Tidakkah kita merindukannya? Wallahualam bissawab. [DMS].

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.