1 Mei 2024
Vaksinasi

Penulis : Ai Oke Wita, S.Pt | Guru SMK di Sumedang

Dimensi.id-Tahun telah berganti. Kini kita sedang menapaki lembaran baru di 2021. Akan tetapi, sepertinya pilu masih betah membersamai. Situasi kita masih di tengah pandemi. Angka kasus baru bukannya makin menurun, bahkan rajin menaik. Wacana vaksinasi covid 19 yang diusung penguasa bukannya menjadi solusi. Masyakarat akhirnya punya sikap sendiri akibat kurangnya edukasi ini.

Untuk memupuk kepercayaan masyarakat terhadap vaksinasi ini, dituntutlah para penguasa negri untuk menjadi yang pertama di suntik vaksin ini. Semata agar masyarakat meyakini bahwa vaksin covid ini yang terbaik untuk saat ini.

Terlepas dari pro-kontra seputar vaksinasi, sebenarnya bagaimana Islam memandang tentang hal ini?

Vaksinasi adalah pengobatan untuk mencegah penyakit. Hal ini dihukumi sama sebagaimana pengobatan lainnya. Pada level individu, upaya untuk mencari pengobatan dihukumi sunah (mandub), namun tidak wajib.

Rasulullah saw. ketika ditanya tentang mencari pengobatan, beliau mendorong hal ini, “Wahai hamba Allah, carilah pengobatan. Sungguh, Allah tidak menciptakan sebuah penyakit kecuali menciptakan obatnya, kecuali satu. …. (yaitu) ‘tua’.” (Sunan at-Tirmidzi 2038). Juga, tidak wajib bagi seorang individu untuk mencari pengobatan. Seseorang boleh menolak pengobatan dalam rangka menahan penyakit dan memilih sabar, berharap pahala dari Allah SWT.

Ata’ ibn Abi Rabah meriwayatkan: Ibnu Abbas berkata padaku, “Apakah hendak aku tunjukkan perempuan penghuni surga?” Aku berkata, “Tentu saja.” Ibnu Abbas berkata, “Ada seorang perempuan berkulit hitam yang datang menemui Rasulullah saw. dan dia berkata, ‘Sungguh, aku menderita penyakit ayan dan auratku terbuka karenanya, mohonlah doa pada Allah untukku.’ Rasulullah saw. bersabda, ‘Jika engkau bersabar maka bagimu surga, atau jika engkau mau, aku akan berdoa pada Allah untuk menyembuhkanmu.’ Perempuan itu berkata, ‘Aku akan bersabar, namun mohonkanlah pada Allah agar auratku tidak terbuka.’ Lalu Rasulullah berdoa untuknya.” (Sahih Bukhari 5.328, Sahih Muslim 2.576)

Vaksinasi telah dilakukan pada masa Kekhilafahan Utsmani untuk mencegah smallpox (cacar), sebuah penyakit mematikan yang disebabkan virus, lama sebelum “ditemukan” Edward Jenner pada 1796 di Inggris. Jadi, vaksinasi bukanlah pengobatan yang asing dalam Islam.

Pada level pemerintah, Khilafah memiliki kewajiban untuk mengurusi urusan umat, termasuk menyediakan layanan kesehatan.

Dalam situasi pandemi—seperti yang dihadapi dunia saat ini dengan Covid-19—, peran Khalifah termasuk di dalamnya memerintahkan pengembangan vaksin dan memfasilitasi distribusinya, sehingga vaksin tersebut menyentuh masyarakat untuk mencegah penyakit.

Hal ini akan menjadi pelengkap dari aturan Islam yang secara spesifik telah membicarakan pandemi, seperti mencegah perjalanan dari dan ke wilayah terjadinya wabah, dan memisahkan yang sakit dan yang sehat.

Dalam kasus Covid-19, diperlukan kebijakan lain untuk mengurangi penyebaran virus, termasuk meningkatkan tes pada individu-individu tanpa gejala dan telusur kontak orang-orang yang telah bersinggungan dengan pasien positif, lalu memintanya untuk isolasi mandiri.

Pendekatan tersebut tidak perlu sampai melakukan karantina total untuk seluruh penduduk dan mencegah mereka melakukan aktivitas yang wajib, seperti beribadah, bekerja, dan merawat atau mengunjungi saudara.

Pada tataran global, Khilafah akan melaksanakan beberapa hal terkait penyakit ini. Khilafah akan mencoba memimpin dalam hal pemikiran dengan menunjukkan bagaimana Islam mengatasi pandemi.

Khilafah akan berkoordinasi dengan negara-negara lain untuk menahan laju penyebaran penyakit, menyadari bahwa sebuah pandemi tidak dibatasi batas-batas negara.

Khilafah akan berusaha dan mencari kerja sama dengan negara lain dalam mengembangkan obat (treatment), berbagi pengetahuan teknis dan terobosan-terobosan tanpa dibatasi konsep haram seperti paten (sambil, tentu saja, tidak membiarkan dikontrol negara-negara atau organisasi lain yang memiliki motif tersembunyi).

Jika memungkinkan, Khilafah akan berusaha menolong negara-negara lemah dalam hal pengobatan dan perawatan–seperti yang telah terbukti dalam sejarah bagaimana Khilafah menolong negara-negara lain menghadapi kelaparan.

Kepemimpinan intelektual, koordinasi, dan tolong menolong untuk yang lemah telah hilang di dunia saat ini. Alih-alih, dunia dikepung oleh persaingan, tuduh menuduh, paten, dan “nasionalisme vaksin”.

Khilafah akan menjamin semua pengobatan, termasuk di dalamnya vaksin, diuji agar diketahui keamanannya sebelum ditawarkan pada masyarakat. Abu Sa’id al-Khudri meriwayatkan: Rasulullah saw. bersabda, “Janganlah membahayakan diri sendiri atau orang lain. Barang siapa yang membahayakan orang lain, Allah akan membahayakan dirinya. Barang siapa yang kasar dengan orang lain, Allah akan kasar dengannya.” Maka hal ini akan menjadi syarat yang dikaji oleh para ahli dalam lembaga peradilan yang disebut Muhtasib. Mereka bertugas mengawasi segala bentuk pelanggaran hak-hak warga negara.

Pada akhirnya, Allah adalah Zat yang akan menyembuhkan dan kita menaruh harapan pada-Nya setelah melakukan upaya terbaik kita. Maka semakin urgent-lah adanya khilafah di tengah kita untuk menjamin ketuntasan pandemi ini.

Wallahu a’lam bishowaab.

Editor : Fadli

1 thought on “Pro-Kontra Vaksinasi Covid-19

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.