4 Mei 2024
60 / 100

Dimensi.id–Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang 2023 mencapai 5,04 persen secara tahunan (yoy) dihitung dari kuartal IV 2022. Dan menurut Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto ini menjadi salah satu tertinggi di dunia (republika.co.id, 5/2/2024).

 

Bahkan lebih tinggi dari konsensus forecast yang memperkirakan pertumbuhan ekonomi kita di tahun 2023 adalah 5,03 persen. Dari segi pengendalian inflasi, Indonesia juga lebih baik di mana Indonesia bisa menahan inflasi di angka 2,61 persen. Sehingga inflasi kita itu sebagai top lima kata Airlangga lagi.

 

Dari sektor lapangan usaha, sektor konstruksi tumbuh 7,68 persen, sektor industri pengolahan tumbuh 4,07 persen, sektor pertambangan dan penggalian juga tumbuh sebesar 7,46 persen. Pertumbuhan ketiga lapangan usaha tersebut, menurut Airlangga didorong oleh faktor peningkatan mobilitas masyarakat, penyelenggaraan kegiatan internasional seperti Piala Dunia U-18, pertemuan KTT Asean, dan MotoGP Mandalika; serta persiapan pemilihan umum (pemilu).

 

Pertumbuhan Ekonomi Tinggi Secara Kumulatif Bukan Perindividu

 

Jangan berbangga hati lebih dulu, peningkatan pertumbuhan ekonomi yang dimaksud disini adalah hitungan secara kumulatif. Bukan angka sebenarnya yang dialami oleh individu perindividu.

 

Jelas berapapun angka yang didapat tidak bisa mewakili kesejahteraan rakyat. Bahkan jika dilihat dari sektor usaha, yaitu sektor konstruksi, sektor industri pengolahan dan sektor pertambangan dan penggalian pelakunya bukan negara dan lapangan pekerjaan yang tersedia juga bukan rakyat.

 

Wajar saja jika hingga hari ini kemiskinan Ekstrem masih menjadi PR besar bangsa ini. Persentase penduduk miskin pada Maret 2023 sebesar 9,36 persen, menurun 0,21 persen poin terhadap September 2022 dan menurun 0,18 persen poin terhadap Maret 2022.

 

Jumlah penduduk miskin pada Maret 2023 sebesar 25,90 juta orang, menurun 0,46 juta orang terhadap September 2022 dan menurun 0,26 juta orang terhadap Maret 2022. Namun sekali lagi, penurunan angka ini bukan berarti orang miskin berubah menjadi kaya namun juga karena standar kemiskinan diturunkan sesuai dengan kebijakan Bank Dunia yang dalam perhitungan terbarunya menetapkan garis kemiskinan ekstrem menjadi US$3,2 dari sebelumnya US$1,9 per kapita per hari. Hasilnya Bank Dunia memasukkan 40 persen penduduk Indonesia dalam kategori miskin (bisnis.com, 18/7/2023).

 

Kapitalisme Hanya Peduli Produksi Sedangkan Distribusi Diabaikan

 

Inilah dampak dari penerapan sistem ekonomi kapitalisme. Yang hanya menitikberatkan pada produksi dan bukan distribusi. Kebutuhan dan keinginan tak ada beda dalam sistem ini, sehingga seolah yang nampak bahwa kebutuhan itu tak terbatas, sementara produk pemuasnya terbatas sehingga memaksa mereka untuk terus produksi agar merata.

 

Parahnya, sistem kapitalisme meminimalisasi peran negara, menurut mereka jika negara campur tangan justru akan mengacaukan proses produksi itu sendiri. Negara akhirnya hanya berfungsi sebagai regulator kebijakan. Yang lagi-lagi hanya memuluskan mereka yang bermodal besar.

 

Bak efek domino, dampak merambat kemana-mana, karena negara mengundang investor untuk mengelola sumber daya alam, sebagai gantinya menarik pajak kepada rakyatnya untuk membiayai kebutuhan negara. Darimana bisa sejahtera?

 

Terlebih menjelang pemilihan pemimpin baru hari ini, lebih mengerikan, sebab sudah menjadi rahasia umum jika sistem demokrasi sebagai sistem politik meniscayakan ada kesepakatan lobi-lobi antara penguasa yang ingin terpilih dan pengusaha yang siap mendanai langkahnya. Demokrasi memang berbiaya mahal, tak hanya melulu saat kampanye, bahkan lebih sadis lagi saat yang disebut “ serangan fajar”.

 

Dimana arus dana mengalir tak bisa dimasukkan logika. Yang penting menang, untuk siapa? Kubu yang didukung, meski pada akhirnya mereka yang terpilih tetap melanjutkan kebijakan rezim sebelumnya. Selama demokrasi yang bertahta, jargon lanjutkan atau perubahan hanya beda huruf, maknanya tetap sama, tak ada untuk kepentingan rakyat.

 

Sejahtera Hanya Dengan Sistem Ekonomi Islam

 

Dalam Islam, sistem ekonomi harus bertumpu pada asas halal dan haram. Perekonomian yang dimaksud bukan sekadar proses produksi namun juga memperhatikan apakah sebuah produk itu bisa diakses masyarakat dengan mudah dan apakah memang menjadi kebutuhan pokok, jika menjadi kebutuhan pokok yang jika langka di pasar akan mengakibatkan persengketaan maka wajib bagi negara untuk menghandle dan menjamin terpenuhinya untuk masyarakat.

 

Pertumbuhan ekonomi yang meningkat namun tak lantas meningkatkan kesejahteraan artinya memang tak ada pemerataan dan ini kerja sistem. Hanya sistem Islamlah yang mampu mewujudkan kesejahteraan secara hakiki, sebab bersumber dari Allah swt. Yang tentu tak ada kepentingan sebagaimana manusia yang lemah.

 

Syariat Islam menetapkan negara sebagai pihak penjamin dan pengurus urusan rakyatnya, baik kebutuhan primer maupun sekunder. Didukung dengan Baitulmal sebagai sistem keuangannya, maka negara akan mandiri secara alamiah, tanpa harus bergantung pada Bank dunia maupun negara-negara Barat yang notabene merekalah pengusung sistem kapitalisme ini.

 

Rasulullah saw bersabda,”Sungguh manusia yang paling Allah cintai pada Hari Kiamat kelak dan paling dekat kedudukannya dengan Dia adalah seorang pemimpin yang adil. Sungguh manusia yang paling Allah benci dan paling keras mendapatkan azab-Nya adalah seorang pemimpin yang zalim.” (HR at-Tirmidzi).

 

Tak ada kemuliaan tanpa Islam, tak sempurna Islam tanpa syariat. Maka, kita perjuangkan syariat ini sebagai solusi menuju ekonomi yang menyejahterakan. Wallahualam bissawab. [DMS].

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.