30 April 2024
8 / 100

Dimensi.id–Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nasir, mengatakan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) dan negara-negara adidaya tidak boleh menetapkan standar ganda terhadap konflik di jalur Gaza antara Israel dan Palestina, tapi harus mengambil peran menghentikan konflik di jalur Gaza karena sudah terlalu banyak korban berjatuhan dari warga sipil terutama lansia dan anak-anak.

 

“PBB dan negara besar harus menegakkan perdamaian, menghentikan perang sekaligus menjadikan Palestina sebagai negara yang merdeka dan berdaulat. Jangan menetapkan standar ganda,” kata Haedar (republika.co.id, 4/11/2023). Sudah saatnya antara pimpinan Palestina dan Israel duduk bersama mencari jalan keluar selain peperangan. Apresiasi juga diberikan Haedar atas sikap Pemerintah Indonesia untuk Palestina. Ia menilai pernyataan Menteri Luar Negeri (Menlu), Retno LP Marsudi di PBB menjadi bukti sikap tegas, kokoh, dan istikamah Indonesia dalam membela Palestina dan mengutuk agresi dan penjajahan Israel.

 

Palestina Tak Butuh Kecaman atau Kutukan

 

Semakin keras kecaman dan kutukan para pemimpin muslim dunia tak akan bisa menghentikan perang yang biadab ini. Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) pun mengutuk. Rakyat di berbagai belahan dunia juga turut menyuarakan pembebasan Palestina dan penindakan secara adil entitas Yahudi atas kekejamannya, menghilangkan banyak nyawa terutama perempuan dan anak-anak. Namun, apakah bisa mengubah keadaan jika pemimpinnya membatu? bahkan beberapa di antaranya membela penjajah. Baik dengan pernyataan yang mendorong perdamaian maupun dengan bantuan makanan, obat-obatan dan lainnya.

 

Dan tak mungkin pula Palestina duduk bersama Yahudi mencari jalan keluar dari perang ini. Disebut perang jika jumlah seimbang dan antar militer, tapi yang dilakukan Yahudi justru genodide dengan membombardir kamp penampungan, rumah sakit dan sekolah yang kebanyakan berisi anak-anak dan perempuan.

 

CEDAW (The Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against Women) yang berisi sebuah kesepakatan internasional untuk penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan yang yang ditetapkan pada tahun 1979 oleh Majelis Umum PBB seketika tak bertaring, entah diskriminasi perempuan mana yang dimaksud, jika banyaknya korban yang berjatuhan di Palestina adalah perempuan dan anak-anak tidak menjadikan mereka bergerak dan mendorong kian kuat kepada PBB selalu polisi dunia dan negara-negara Barat pengusung demokrasi untuk menghentikan perang.

 

Artinya, konsentrasi mereka sama dengan lembaga induk yang menaungi mereka sendiri yaitu PBB. Bukan pada perdamaian itu sendiri, namun ada kepentingan lebih licik dan bengis.  Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah mengesahkan resolusi untuk merespons perang Israel-Palestina pada Jumat (27/10/2023). Resolusi itu disetujui oleh 120 negara. “Majelis Umum PBB mengadopsi resolusi besar tentang krisis di Gaza, menyerukan adanya gencatan senjata demi kemanusiaan (humanitarian truce) dengan segera, jangka panjang, serta berkelanjutan yang mengarah pada penghentian permusuhan,” kata tim publikasi PBB di situs UN News (katadata.co.id).

 

Resolusi kesekian, tetap tak bertaring. Sebab PBB sendiri adalah kepanjangan tangan dari negara-negara eropa yang awal pembentukannya memang untuk membendung pengaruh Islam ke dunia. Anggota PBB sendiri bergandeng tangan dengan Yahuni Laknatullah itu, menyuplai secara rutin dari mulai minyak, air, persenjataan hingga tentaranya untuk menghadapi Palestina. Artinya , tak mungkin PBB tidak menetapkan standar ganda.

 

Islam Menghentikan Perang Sekaligus Menumpas Yahudi

 

Sekalipun perang entitas Yahudi dengan Palestina ini sudah dinashkan dalam berbagai dalil, namun tidak cukup untuk sekadar mengecam, mengutuk, mendoakan atau memboikot produk-produk Yahudi. Kita, sebagai bukti keimanan yang kuat terhadap Allah tentu akan terdorong melakukan apa yang diperintahkan syariat, sebagaimana firman Allah SWT yang artinya, “Wahai orang yang beriman! Perangilah orang-orang kafir yang di sekitar kamu, dan hendaklah mereka merasakan sikap tegas darimu, dan ketahuilah bahwa Allah beserta orang yang bertakwa” (TQS at-Taubah: 123).

 

Maknanya, duduk bersama dengan musuh yang menyerang kita, apalagi kafir adalah haram. Tak ada jalan lain guna menumpaskan segala Penjajahan ini yaitu dengan menegakkan institusi khilafah, negara pemersatu kaum muslim sedunia yang kemudian dengan izin Allah pemimpinnya akan menyerukan jihad.

 

Islam tak mengenal negara bangsa (Nation State) semua negara adalah satu, di bawah kepemimpin khalifah. Inilah yang menjadi solusi hakiki, sebagaimana sabda Rasulullah Saw, “Sesungguhnya seorang imam itu (laksana) perisai. Dia akan dijadikan perisai, dimana orang akan berperang di belakangnya, dan digunakan sebagai tameng. Jika dia memerintahkan takwa kepada Allah ‘Azza wa Jalla, dan adil, maka dengannya, dia akan mendapatkan pahala. Tetapi, jika dia memerintahkan yang lain, maka dia juga akan mendapatkan dosa/adzab karenanya.” (HR. Bukhari dan Muslim). Wallahualam bissawab. [DMS].

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.