9 Mei 2024
12 / 100

 

Oleh Reni Rosmawati

Ibu Rumah Tangga

 

Menjadi seorang ibu adalah dambaan bagi setiap wanita. Gelar ibu adalah anugerah paling indah bagi seluruh wanita yang telah menikah. Sayangnya, kini menyandang peran sebagai seorang ibu tidaklah mudah, terlebih di era kehidupan serba sulit seperti hari ini. Beratnya beban hidup yang dipikul para ibu, telah mematikan fitrah keibuannya. Sehingga ia tega menghabisi nyawa anaknya sendiri.

 

Seperti yang baru-baru ini terjadi di Desa Membalong Kabupaten Belitung, seorang ibu berinisial R (38), tega menghabisi nyawa bayi yang baru ia lahirkan lantaran faktor ekonomi. Dari keterangan Satreskrim Polres Belitung, diketahui perempuan yang kesehariannya bekerja sebagai buruh tersebut membunuh bayinya dengan cara ditenggelamkan ke dalam ember. Kepada pihak kepolisian R mengaku tidak menginginkan bayi tersebut karena tidak mampu membiayainya. (Kumparan.com, 24/1/2024)

 

Bak Fenomena GunungEs

 

Faktanya kasus ibu menghabisi nyawa anaknya karena faktor ekonomi bukan kali ini saja terjadi di Indonesia. Hal serupa kerap terjadi bak fenomena gunung es. Salah satunya kejadian ibu berinisial I (39) yang juga membunuh bayinya sehari setelah dilahirkan di Gunungkidul, Yogyakarta. Diketahui I membekap mulut bayinya hingga tewas lantaran dipicu faktor ekonomi. (detikNews, 9/11/2023)

 

Kenyataan ini, sungguh memilukan sekaligus menjadi alarm keras bagi kita semua. Mengapa seorang ibu yang semestinya menjadi pelindung buah hatinya justru berubah menjadi monster pembunuh darah dagingnya sendiri?

 

Jika ditelusuri, ada banyak faktor yang memengaruhi seorang ibu tega menghabisi darah dagingnya sendiri, seperti: Pertama, lemahnya ketahanan iman. Kedua, tidak berfungsinya peran keluarga. Ketiga, lemahnya perhatian masyarakat. Keempat, tidak ada jaminan negara untuk kesejahteraan rakyatnya individu per individu. Kelima, pemberlakuan sistem demokrasi kapitalisme berbasis sekuler.

 

Sistem Demokrasi Kapitalisme Penyebab Utamanya 

 

Baik disadari atau tidak, penerapan sistem demokrasi kapitalisme telah melemahkan kesehatan mental seluruh umat manusia, termasuk para ibu. Sebab, asas sekuler yang diemban sistem demokrasi kapitalisme meniscayakan bahwa aturan agama harus dipisahkan dari kehidupan. Padahal agama adalah pondasi dan rambu-rambu bagi seseorang tatkala mengarungi kehidupan. Alhasil, ketika agama sudah dijauhkan dari kehidupan, merebaklah manusia-manusia yang mudah stress dan depresi tatkala menghadapi masalah. Parahnya, penerapan sistem demokrasi kapitalisme pun telah sukses mencetak lingkungan yang rusak dan melahirkan masyarakat yang individualis, minim empati, serta tidak peka terhadap kesulitan atau apapun yang terjadi kepada pribadi lainnya.

 

Di sisi lain, sistem ini pun telah menciptakan kesenjangan ekonomi, yang kaya makin kaya yang miskin makin miskin. Sementara pekerjaan untuk laki-laki demikian sulit dicari. Hal ini akhirnya menyebabkan tidak berfungsinya peran keluarga. Seorang suami (ayah) tidak bisa dengan sempurna menjalankan perannya sebagai pencari nafkah, sebab lapangan kerja untuk para laki-laki sangatlah sukar didapat. Alhasil mau tidak mau para ibu harus terbebani dalam pemenuhan ekonomi, mereka turut bekerja membantu memenuhi ekonomi keluarga. Akhirnya, para ibu sebagai pengurus rumah tangga pun jadi rentan stress dan gelap mata, hingga ada yang sampai tega menghabisi buah hatinya. Innalillahi, astagfirullah.

 

Islam Menjaga Kesehatan Mental Seorang Ibu

 

Maraknya ibu membunuh anaknya lantaran faktor ekonomi, tidak akan pernah terjadi jika kita mau menerapkan sistem Islam kafah (menyeluruh) dalam seluruh aspek kehidupan. Kenapa demikian? Hal ini karena Islam diturunkan Allah sebagai solusi paripurna bagi segala problematik kehidupan.

 

Sejarah mencatat, ketika Islam diterapkan sebagai sistem kehidupan, maka akan mampu mewujudkan peradaban gemilang. Seluruh perempuan menjadi para ibu tangguh, cerdas, dan dapat melahirkan generasi-generasi unggul panutan umat manusia. Seperti Muhammad al-Fatih, Imam Syafi’i, Ibnu Sina, dan masih banyak lagi. Hal ini karena Islam mewajibkan negara menjamin kesejahteraan Ibu dan anak melalui berbagai mekanisme, baik jalur nafkah, dukungan masyarakat, dan santunan negara.

 

Islam memiliki sistem ekonomi dan politik yang mampu mewujudkan kesejahteraan individu per individu. Seluruh kebutuhan vital rakyat seperti kesehatan, keamanan, dan pendidikan dijamin serta dipenuhi dengan adil dan merata oleh negara yang menerapkan aturan Islam. Sementara kebutuhan asasi seperti sandang, pangan, dan papan, dipenuhi oleh negara dengan cara memberikan kemudahan bagi setiap laki-laki mendapat lapangan kerja.

 

Dalam meniscayakan ketersediaan dana untuk mewujudkan seluruh pemenuhan kebutuhan vital dan asasi rakyat tadi, negara yang menerapkan sistem Islam akan melakukan pengelolaan terhadap seluruh harta kepemilikan umum seperti, jalan, hutan, laut, dan seluruh sumber daya alam seperti pertambangan secara mandiri tanpa campur tangan swasta lokal apalagi asing.

 

Sehingga lapangan pekerjaan terbuka lebar, para suami dan laki-laki yang telah balig dapat bekerja memenuhi kebutuhan keluarganya. Alhasil, tidak ada orang tua (ibu) yang rentan stress dan depresi karena harus turut memikirkan beban hidup.

 

Semua ini didukung oleh lingkungan sosial masyarakat yang islami. Budaya amar makruf nahi mungkar, saling menyayangi dan peduli terhadap sesama sangat dijaga oleh Islam. Para suami dibina agar senantiasa memiliki akidah Islam yang kuat dan peka terhadap istrinya. Sehingga apabila ada lagi ibu yang terlihat depresi dapat segera diatasi karena semuanya sigap dan memiliki kepedulian terhadap keluarganya yang tinggi.

 

Hal ini didukung dengan penerapan hukuman yang tegas dan menjerakan bagi pelaku kejahatan. Dalam pandangan Islam membunuh adalah dosa besar, termasuk ke dalam wilayah jinayah (penganiayaan atas badan yang mewajibkan qisas/pembalasan setimpal atas kejahatan yang dilakukan) bahkan kadarnya telah ditentukan langsung oleh syarak (hudud). Orang yang melakukan pembunuhan dengan sengaja, maka ia akan dihukum mati jika keluarga korban tidak memaafkan dan tidak mau menerima diyat.

 

Allah Swt. berfirman dalam Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 178 yang artinya: ”Wahai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu melakukan qisas berkenan dengan orang yang dibunuh.”

 

Tentunya, hukuman ini bersifat jawabir (penebus dosa) di akhirat dan jawazir (pencegah bagi manusia lain melakukan kejahatan serupa).

 

Demikianlah betapa hebatnya sistem Islam dalam menjaga mental manusia (kaum ibu). Dari sini kita bisa melihat bahwa hanya sistem Islam dalam melindungi dan menjaga nyawa manusia. Karena itu, masih adakah alasan bagi kita untuk menolak sistem Islam diterapkan secara sempurna dalam kehidupan? Wallahu a’lam bi ash-shawwab.

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.