3 Mei 2024

Penulis : Siti Suprapti

Dimensi.id-Meski korban Covid-19 masih terus memakan korban, bahkan diprediksi  gelombang kedua paska PSBB (Pembatasan Sosial  Berskala Besar) dicabut dan diberlakuakn New Normal Life,  korban akan lebih besar lagi. Namun pemerintah terus mewacanakan penerapan konsep new normal life. Yakni pola hidup adaptif terhadap ancaman virus Covid-19 yang ditengarai baru akan benar-benar hilang dalam waktu yang sangat lama.

Bukan sekadar wacana. Di beberapa tempat, konsep ini sudah mulai diterapkan dalam bentuk pelonggaran pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Pusat-pusat kegiatan ekonomi, pusat-pusat ibadah, sarana dan prasarana transportasi, sudah mulai berjalan meski dengan berupaya menerapkan protokol kesehatan.

Hingga hari ini, (Okenews, Sabu, 13/06/2020) pemerintah mencatat ada penambahan 1.014 orang pasien positif Corona di Indonesia. Dengan demikian jumlah total pasien positif Covid-19 sebanyak 37.420. Untuk jumlah pasien sembuh juga terjadi penambahan sebanyak 563 orang, sehingga totalnya menjadi 13.776 orang. Pasien meninggal dunia totalnya menjadi 2.091 orang setelah mengalami penambahan sebanyak 43 orang.

Bahkan beberapa hari sebelumnya terjadi penambahan kasus pada hari Selasa 9 Juni 2020 terdapat  239 kasus baru COVID-19 di Jakarta memecahkan rekor tertinggi, Catatan 239 kasus baru mengalahkan catatan tertinggi sebelumnya, yakni pada 16 April silam dengan 223 kasus baru.(Detik.com, 9/6/2020). Dengan penambahan 239 kasus baru, maka total kasus COVID-19 secara akumulatif di Jakarta mencapai 8.279 kasus hingga saat ini. Untuk   angka kesembuhan baru pada Selasa,9 Juni adalah 164 orang, angka kematian COVID-19 baru ada 9 orang.  Alasan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menyampaikan angka kasus tersebut karena ada keterlambatan sampel pemeriksaan laboratorium.

Masalahnya, banyak pihak yang memandang bahwa kebijakan ini sangat tidak tepat dan berbahaya jika diterapkan dalam situasi sekarang. Mereka memandang bahwa kebijakan ini hanya bentuk berlepas dirinya pemerintah dari tanggung jawab mengurus rakyat hingga rela mengorbankan nyawa rakyat dengan alasan ingin menggerakkan kembali sektor ekonomi yang lumpuh akibat pandemi.

Lalu, bagaimana penerapan syariat islam kaffah menghadapi konsep new normal life ?

Allah SWT berfirman:

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إَِّلا رحْمةً لِلْعَالَمِينَ

Tiadalah Kami mengutus engkau (Muhammad) melainkan sebagai rahmat bagi seluruh alam. (QS al-Anbiya: 107).

Syaikh an-Nawawi al-Jawi, dalam tafsir Marah Labid (Tafsir Munîr) Juz II/ 47, menafsirkan ayat itu dengan menyatakan, “Tidaklah Kami mengutus engkau, wahai makhluk yang paling mulia, dengan berbagai peraturan (bi syarâ’i‘) melainkan sebagai rahmat bagi seluruh alam, dalam agama maupun dunia, sebab manusia dalam kesesatan dan kebingungan.

Allah SWT mengutus Nabi Muhammad saw. untuk menjelaskan kepada manusia jalan menuju pahala, menampilkan dan memenangkan hukum-hukum syariat Islam, membedakan yang halal dari yang haram.

Jelaslah bahwa rahmat Allah SWT ini bukanlah berkaitan dengan pribadi Muhammad saw. sebagai manusia, tetapi sebagai rasul yang diutus dengan membawa syariat yang memang paling unggul dibandingkan dengan aturan-aturan atau agama yang ada di dunia, sebagaimana firman-Nya:

هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَكَفَى بِاللهِ شَهِيدًا

 Dialah Allah, Yang telah mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang hak, agar Dia menangkan agama itu atas semua agama yang ada. Cukuplah Allah sebagai saksi.(QS al-Fath 28).

Dengan demikian, pengertian rahmatan lil ‘âlamîn itu terwujud dalam realitas kehidupan tatkala Muhammad Rasulullah saw. menerapkan seluruh risalah baik ibadah, muamalah, sanksi hukum yang dia bawa sebagai rasul utusan Allah SWT. yang kemudian dilanjutkan dengan para khulafurrasyidin dan khalifah  berikutnya.

Ujian wabah ini  adalah ketetapan Allah sebagai ujian iman dan kesabaran kita, sambil terus berupaya keras dan maksimal menjalani semua aktivitas-aktivitas kita, melaksanakan peran-peran kita dengan baik sebagai ibu, istri, anak, ataupun bagian dari masyarakat, walaupun saat ini sebagian besar aktivitas kita lakukan di rumah dengan tetap memperhatikan kesehatan diri dan keluarga kita. Kita yakin, bahwa banyak sekali hikmah yang Allah berikan bagi kita atas kejadian ini.

مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ ۗ وَمَنْ يُؤْمِنْ بِاللَّهِ يَهْدِ قَلْبَهُ ۚ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ

“Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah; dan barang siapa yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

Firman Allah (SWT): “Wa man yu’min billaahi yahdi qalbahu”, dalam tafsir Jalalain dijelaskan bahwa Allah akan memberikan kesabaran kepada orang-orang mukmin dalam menghadapinya, sedangkan Ibnu Katsir menyatakan bahwa Allah akan menganugerahkan hidayah (petunjuk Allah kepadanya), akan menggantikan perkara dunia yang hilang darinya bahkan menggantinya dengan yang lebih baik, dan Allah akan menggantinya dengan petunjuk di dalam hati dan keyakinan yang benar. Ma syaa Allah, luar biasa!

Kerahmatan Islam bagi seluruh alam ini hanya bisa diraih dan diwujudkan dengan menerapkan Islam secara kaafah, bukan sepotong-sepotong atau setengah-setengah.yang saat ini belum bisa diterapkan sebagai solusi  umat menghadapi bahaya (dharar) pandemik virus covid 19 ini

Padahal pada   kitab  Taysir Al-Wushul Ilaa Al- Ushul, Syaikh Atha’ bin Khalil Abu Rusytah mengungkapkan bahwa kaidah dharar mencakup dua hal: Pertama, Asy-Syâri’ telah mengharamkan sesuatu yang membahayakan (dharar). Artinya, setiap perkara yang mengandung dharar wajib ditinggalkan. Sebab, adanya dharar tersebut merupakan dalil atas keharamannya.

عَنْ أَبيِ سَعِيْدٍ سَعْدِ بْنِ سِنَانِ اْلخُدْرِي رَضِيَ الله ُعَنْهُ، أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى الله ُعَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: “لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ”

Dari Abu S’aid, Sa’d bin Sinan al-Khudry RA, bahwasanya Rasulullah (Saw.) bersabda, “Tidak boleh (ada) bahaya dan menimbulkan bahaya.” (HR Ibnu Majah)

مَنْ ضَارَّ مُسْلِمًا ضَارَّهُ اللهُ، وَمَنْ شَاقَّ مُسْلِمًا شَقَّ اللهُ عَلَيْهِ.

“Barang siapa membahayakan seorang muslim, maka Allah pasti membahayakan dirinya; dan barangsiapa menyengsarakan seorang muslim maka Allah pasti menyengsarakannya.” (HR Abu Daud dan At-Tirmidzi)

Bisakah dibayangkan oleh kita , bagaimana wujud nyata penerapan Islam secara kaffah dalam kondisi ditengah   ujian wabah Covid satat ini? bukan hanya  rajin sholat atau puasa, tapi lebih luas dari itu. Penerapan Islam secara kaafah oleh negara akan berdampak pada kebaikan  semua aspek kehidupan. Beberapa dampak penerapan Syariat Islam secara kaafah (Maqâshid asy-Syarî‘ah), diantaranya:

Terpeliharanya keturunan

Jika dibandingkan dengan sistem demokrasi yang memberikan solusi permasalahan umat saat wabah covid, dimana pertumbuhan ekonomi menjadi prioritas utama bukan nyawa manusia sebagai generasi yang meneruskan kelangsungan hidup manusia. Dalam Islam, nyawa manusia lebih berharga dari materi, “Jika menyelamatkan satu nyawa berarti sama halnya menyelamatkan seluruh nyawa manusia, begitupun sebaliknya”.Inilah fondasi iman bagi pemimpin islam dalam urusan melayani rakyatnya.

Terpeliharanya akal

Dengan mencegah dan melarang dengan tegas segala perkara yang merusak akal seperti pemikiran yang tidak berasal dari aqidah islam, misal paham kapitalisme dengan leberalismenya dan komunismen serta menetapkan sanksi hukum terhadap para pelakunya. Sehingga tidak mudah di pengaruhi oleh tekannan-tekann ideologi selain isla, terutama ssat pandemi ini dimana  PBB dengan atas nama WHO menetapkan aturan new normal life ditengah  wabah Covid masih menjalar.    Di samping itu, Islam mendorong manusia untuk menuntut ilmu, melakukan tadabbur, ijtihad, dan berbagai perkara yang bisa mengembangkan potensi akal manusia dan memuji eksistensi orang-orang berilmu (  QS al-Maidah [5] : 90-91; QS az-Zumar  : 9; QS al-Mujadilah  : 11 ).  

Terpeliharanya kehormatan

Dengan melarang orang   melakukan tindakan mata-mata, dan menetapkan sanksi-saksi hukum bagi para pelakunya. (Lihat: QS an-Nur [21] : 4; QS al-Hujurat  : 10-12). Selain itu, Islam mendorong manusia untuk menolong orang yang terkena musibah apalagi saat  wabah Covid saat ini, berbagi dengan saudara yang terkena PHK atau sakit terkenah wabah ini dan memuliakan tamu. Aturan demikian bukan hanya untuk sesama kaum Muslim, melainkan juga untuk setiap manusia, sehingga terhindar dari perbuatan maksiat yang akan menjatuhkan kehormatan dirinya

Terpeliharanya jiwa manusia

Dengan menetapkan sanksi hukuman mati bagi orang yang telah membunuh tanpa hak atau  dengan membiarkan  umat tidak dilayani secara sungguh-sungguh saat wabah ini sehingga mengantarkan kepada kematiannya. Maka diberlakukan  hukuman  qishâsh    untuk memelihara kehidupan (Lihat: QS al-Baqarah [2] : 179). Kalaupun tidak dikenai hukum qishâsh, yang berlaku adalah hukum denda (diyat). Berdasarakan diyat ini, keluarga korban berhak atas ganti rugi yang wajib diberikan pihak keluarga pembunuh sebesar 1000 dinar (4250 gram emas), atau 100 ekor unta, atau 200 ekor sapi (Lihat: Abdurrahman al-Maliki, Nizhâm al-‘Uqûbât, Dar al-Ummah, hlm. 87-121). Dengan syariat Islam jiwa setiap orang terjaga, mulai dari janin hingga dewasa. Dengan syariat Islam setiap warga negara Islam-apapun suku, ras, dan agamanya-dipelihara dan dijamin keselamatan jiwanya.

Terpeliharanya harta.

 Syariat Islam menjamin terpelihara harta  dan   haknya untuk menjalankan usaha.Dengan menetapkan sanksi hukum terhadap tindakan pencurian dengan hukuman potong tangan yang akan mencegah manusia dari tindakan menjarah harta orang lain. (Lihat: QS al-Maidah [5] : 38).  Walaupun dalam kondisi wabah sekalian seperti saat ini, maka kebutuhan dasar dan pokok umat terpenuhi.

Terpeliharanya agama

Walaupun dalam keadaan sulit, sempit karena miskin dan  karena ujian wabah ini, Islam menjaga umatnya untuk   tidak  murtad serta menetapkan sanksi hukuman mati bagi pelakunya jika tidak mau bertobat kembali kepangkuan Islam (Lihat: QS al-Baqarah [2] : 217.  Melalui hukum syariat   ini kaum Muslim terjamin untuk melaksanakan ajaran agamanya. Demikian pula orang non-Muslim, mereka bebas untuk menjalankan agamanya tanpa ada paksaan dari siapapun. Negara menjaminnya, masyarakat Islam memberikannya hak.

 Terpeliharanya keamanan

 Dengan menetapkan hukuman berat sekali bagi mereka yang mengganggu keamanan masyarakat, misalnya dengan memberikan sanksi hukum potong tangan plus kaki secara silang serta hukuman mati dan disalib bagi para pembegal jalanan (Lihat: QS al-Maidah [5] : 33). Hukum syariat demikian diberlakukan kepada semua warga negara, baik Muslim atau non-Muslim tanpa diskriminatif. Bahkan, siapapun yang mendalami syariat Islam akan menyimpulkan bahwa keamanan merupakan salah satu kebutuhan pokok kolektif warga yang dijamin oleh Daulah Islamiah.

Terpeliharanya negara

Dengan menjaga kesatuannya dan melarang orang atau kelompok orang melakukan pemberontakan (bughât) dengan mengangkat senjata melawan negara (Lihat: QS al-Maidah [5] : 33). Nabi Muhammad saw. Juga bersabda:

Siapa yang datang kepada kalian, sementara urusan pemerintah kalian di tangan seorang amir (khalifah), lalu dia berusaha memecah-belah jamaah kalian, potonglah lehernya. (Lihat: An-Nabhani, Nizhâm al-Hukmi fî al-Islâm).

Begitulah syariat Islam yang telah diterapkan oleh Rasul saw. beserta para sahabatnya. Karena itu, jelas bahwa sejak awal Islam hidup dan berhasil memimpin masyarakat di tengah pluralitas (bukan pluralisme) agama. Manakah yang hendak dipilih: menerapkan syariat Islam untuk menyelesaikan berbagai problem kemanusiaan dewasa ini ataukah menolaknya hanya karena khawatir-yang ternyata berhenti pada kekhawatiran semata-atas beragamnya masyarakat dengan tetap membiarkan umat manusia meluncur menuju jurang kehancuran ke arah kebinatangan? Tidak layak umat Islam menolak penerapan syariat Islam dengan alasan adanya pluralitas masyarakat, padahal Rosullulah telah menerapkan syariat Islam justru pada masyarakat yang plural (beragam).

Akhirnya, tampak betapa syariat Islam merupakan pilihan syar‘i sekaligus rasional untuk diterapkan dalam rangka menyelesaikan permasalahan  di tengah-tengah umat manusia, menyingkirkan kejahiliahan diganti oleh cahaya Islam. Tanpa syariat Islam, jangan harap keberkahan dari langit dan bumi dinikmati oleh umat manusia. Alhamdulillah.

Demikianlah tuntunan Islam, mengharuskan kita tunduk dan patuh terhadap syariat Islam.  Walaupun   penguasa tetap menurunkan kebijakan new normal, dengan alasan untuk memulihkan ekonomi tanpa memperhatikan bagaimana nasib nyawa rakyatnya, maka terkait dengan aktivitas individu sesungguhnya kita pun sudah bisa bersikap dengan merujuk kepada pendapat ahli. Karena mereka lebih berkompeten dalam hal ini, bagaimana pun kita harus menjaga diri dari kebinasaan dan kemudaratan.

Wallahu a’lam bishshawwab.   

Editor : Fadli

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.