3 Mei 2024
12 / 100

Dimensi.id–Calon presiden (capres) nomor urut 3, menegaskan, ada tiga janji sebagai komitmen bersama calon wakil presidennya, jika terpilih pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. “Saya dan Pak Mahfud punya tiga janji. Taat kepada Tuhan, patuh kepada hukum dan keadilan, dan setia kepada rakyat,” ujar Ganjar dalam debat pamungkas 2024 di JCC, Senayan, Jakarta Pusat, Ahad (4/2/2024) malam WIB (republika.co.id, 5/2/2024).

 

Ada 315 titik kunjungan pasangan selama masa kampanye, dan keduanya kerap mendengarkan keluhan masyarakat yang sudah sering sekali dikecewakan oleh pemimpinnya. Rakyat yang tidak mendapatkan janji-janji yang digelorakan oleh mereka para calon pemimpin. Tidak terpenuhinya fasilitas kesehatan, pendidikan yang tidak inklusi, hingga lapangan pekerjaan yang tidak bisa menjangkau lebih banyak orang.

 

Ganjar, yang sekaligus Politikus PDIP tersebut meminta masyarakat untuk memilih calon pemimpin yang konsisten, visioner, mampu mendengarkan rakyat, negarawan, reformis, dan tidak punya persoalan. Pemimpin yang juga berkomitmen terhadap demokrasi Indonesia.

 

Profil Pemimpin Negarawan dalam Bingkai Demokrasi, Ilusi!

 

Saran Ganjar dalam memilih pemimpin jika kita masih bicara dalam lingkup demokrasi, hasilnya adalah ilusi. Tak akan ada pemimpin yang terlahir sesuai kriteria yang disebutkan Ganjar. Sebagai manusia, tidak ada yang tidak memiliki persoalan, baik pribadi maupun sebagai bagian dari masyarakat. Dan demokrasi semakin memperburuk seseorang tak hanya sebagai citra ia dalam masyarakat namun juga sebagai individu masyarakat.

 

Pasalnya asas demokrasi dibangun atas pemisahan agama dari kehidupan. Setiap individu diberi kebebasan beragama, namun ketika berada di ranah sosial maka agama yang sudah ia yakini secara individual harus dibuang. Sebab yang berlaku adalah hukum manusia.

 

Bagi seorang muslim jelas hal itu bertentangan dengan syariat, sebab sejak ia bersyahadat yang itu artinya ia beriman kepada Allah yang satu, dan Rasulullah Muhammad adalah utusan Allah maka sejak itu pula ia wajib tunduk, patuh, taat dan terikat dengan hukum syara. Semua aturan yang berasal dari Allah yang ia yakini sekaligus yang menciptakannya di dunia ini.

 

Selain itu pula, setiap keimanan akan dimintai pertanggungjawaban. Sebab iman akan melahirkan amal, amal inilah yang menentukan posisi seorang hamba kelak abadi di surga atau neraka. Sebagaimana firman Allah swt. yang artinya,”Janganlah engkau mengikuti sesuatu yang tidak kau ketahui. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya” (TQS Al-Isra’: 36).

 

Yang dapat dipahami dari ayat di atas bahwa setiap orang akan dimintai pertanggungjawaban seluruh apa yang ia kerjakan ( dengar, lihat, hati nurani/akal) selama ia hidup di dunia, sebagai konsekwensi keimanannya. Terlebih jika ia adalah seorang pemimpin. Tentulah lebih berat hisabnya. Dari kebijakannya selama ia memimpin itulah yang menjadikan ia di neraka atau di surga.

 

Maka, bisa dipahami pula, dengan apa ia memimpin, jika selama berkuasa ia terus menerus memisahkan agama dari kehidupan dalam seluruh kebijakannya, padahal ia diminta untuk tunduk, patuh, taat dan terikat dengan seluruh hukum Allah tentulah akan terjadi banyak pelanggaran. Jelas bukan kebahagiaan yang didapat oleh rakyat yang dipimpin melainkan kesengsaraan.

 

Sebab, hukum manusia pastilah mendatangkan banyak pertentangan, karena banyak kepentingan. Dari sini, sudah nampak bahwa apa yang digambarkan Ganjar, bahwa pemimpin yang bakal dipilih harus berkomitmen terhadap demokrasi Indonesia adalah bentuk kemunduran. Bahkan bencana tak berkesudahan.

 

Pemimpin Harus Terapkan Syariat Islam

 

Terutama jika kita telaah janji Paslon tiga yaitu taat kepada Tuhan, patuh kepada hukum dan keadilan, dan setia kepada rakyat adalah kalimat yang ambigu. Jika Tuhan yang dimaksud adalah Allah swt. Pemilik seluruh dunia dan alam semesta beserta isinya, maka taat yang dimaksud adalah masuk Islam secara kafah atau menyeluruh, sebagai firman Allah swt. yang artinya,”Wahai orang-orang yang beriman, masuklah ke dalam Islam (kedamaian) secara menyeluruh dan janganlah ikuti langkah-langkah setan! Sesungguhnya ia musuh yang nyata bagimu” (TQS al-Baqarah:208).

 

Tak ada kesetiaan kepada rakyat jika bukan dibangun dengan kesetiaan kepada Rabb Alam Semesta yang artinya juga setia kepada aturan-Nya. Menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Namun nyatanya, tiga janji itu tidak diurai dengan jelas, malah ditutup dengan kalimat “ berkomitmen dengan demokrasi”.

 

Kepalsuan demi kepalsuan akan terus dihasilkan demokrasi sebagai sistem politik. Baik air dan minyak, demokrasi tak bisa disatukan dengan Islam. Dalam Islam, memilih pemimpin bukan sekadar sosok “tampak” Islamnya, melainkan apa yang ia bawa. Hukum sejatinya hanya milik Allah swt. manusia samasekali tak ada andil di dalamnya.

 

Memperjuangkan demokrasi sebagai sistem pengatur kehidupan sama saja menjadikan manusia sebagai penentang Allah swt. Nauzubillah. Maka menjadi kewajiban bagi setiap muslim untuk terus memperjuangkan penerapan syariat Islam sebagai konsekwensi iman kepada Allah swt. Agar negeri ini menjadi Baldatun thayyibatun wa rabbun ghofur , sebuah negeri yang mengumpulkan kebaikan alam dan ketaatan perilaku penduduknya kepada Allah swt. Wallahualam bissawab. [DMS].

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.