17 Mei 2024

UN Women melaporkan bahwa para perempuan melakukan pekerjaan domestik yang tidak digaji 2,6 kali lebih banyak dibandingkan dengan laki-laki (unwomen.org). Oleh karena itu, UN Women mendorong adanya kebijakan pembangunan yang memberikan tanggungjawab yang sama antara laki-laki dan perempuan untuk mengerjakan jenis pekerjaan yang tidak bergaji (pekerjaan rumah tangga).

UN Women berdalih bahwa mengurangi pekerjaan rumah tangga dan mengalihkannya untuk bekerja adalah hak perempuan. Selain itu, hal tersebut diklaim dapat meratakan distribusi kekayaan dan mempercepat perkembangan dalam segala bidang.

Pemikiran demikianlah yang melandasi adanya program-pragram pembangunan berbasis gender di berbagai negara, termasuk di Indonesia.

Untuk menunjukkan bentuk dukungan tercapainya kesetaraan gender ini, berbagai program telah dilakukan. Salah satunya adalah adanya webinar daring yang bertajuk “Menuju Planet 50:50 Kontribusi Bisnis Pada Pencapaian SDG’ 5” yang diselenggarakan Indonesia Business Coalition for Women Empowerment (IBCWE) bekerjasama dengan Global Reporting Initiative (GRI), pada 16/12/2020.

Baca juga: Deklarasi perdunu membahayakan aqidah umat

Pada webinar tersebut, Menteri keuangan, Sri Mulyani Indrawati, menyampaikan bahwa kalau negara-negara memberikan kesempatan yang sama kepada perempuan di dalam berpartisipasi di ekonomi, maka produktivitas negara itu akan meningkat nilainya bahkan mencapai 28 triliun atau 26% dari GDP dunia (kemenkeu.go.id, 16/12/2020).

Melalui webinar daring tersebut, Menkeu, Sri Mulyani Indrawati, menegaskan bahwa Indonesia mendukung agenda kesetaraan gender pada 2021. Oleh karena itu, dana tambahan akan dikucurkan demi terealisasinya program tersebut.

Secara keseluruhan, SDGs (Sustainable Development Goals) yang dicanangkan pada 2015 merupakan hasil evaluasi dan kelanjutan dari program MDGs (Millennium Development Goals) yang disusun tahun 2000. Program SDGs ini ditargetkan akan terealisasi pada 2030, termasuk SDG poin ke-5. UN Women menjelaskan bahwa tercapainya SDG poin 5 ini akan menentukan seluruh tujuan SDG yang terdiri atas 17 poin. SDG poin ke-5 tersebut adalah tercapainya kesetaraan gender bagi seluruh perempuan dan remaja perempuan.

Kesetaraan Gender, Alat Kapitalis untuk Mengeksplotasi Perempuan

Sistem kapitalisme menggolongkan sesuatu sebagai aktivitas ekonomi apabila aktivitas tersebut mendatangkan keuntungan (profit). Sebaliknya, jika suatu aktivitas tidak menghasilkan keuntungan yang sifatnya materi (gaji), maka aktivitas tersebut dinilai sebagai sesuatu yang sia-sia.

Ritchie dan Roses (2019) melaporkan bahwa jumlah prosentase perempuan di dunia pada 2017 sebesar 49,60%. Sementara, menurut sensus penduduk terbaru, jumlah prosentase perempuan di Indonesia pada 2020 sebesar 49,42% (kompas.com, 26/01/2021).

Menurut kapitalis, jumlah perempuan yang besar tersebut tidak akan bernilai ekonomis apabila mereka melakukan jenis pekerjaan yang tidak menghasilkan gaji (unpaid work), yaitu ibu rumah tangga.

Oleh karena itu, diperlukan sebuah upaya untuk mengeluarkan para perempuan ke dunia kerja. Pasalnya, masuknya para perempuan ke dunia kerja disebutkan dapat meningkatkan produktivitas dan GDP negara.

Berangkat dari pemikiran yang demikianlah, kampanye kesetaraan gender mulai digunakan oleh Barat sebagai alat untuk mengeksploitasi perempuan.

Para perempuan yang jumlahnya besar digerakkan sebagai tenaga kerja untuk memproduksi barang dan jasa. Selain itu, para perempuan yang mendapatkan gaji sendiri juga merupakan pasar yang strategis bagi perusahaan kapitalis.

Berbagai program pun dilakukan dalam rangka menyukseskan agenda kesetaraan gender ini. Halangan-halangan yang menghadang pun akan dibersihkan demi tercapainya tujuan ini.

Islam, Penghalang Terbesar Kampanye Kesetaraan Gender

Faktor yang menjadi penghalang terbesar kampanye kesetaraan gender di negeri-negeri muslim adalah terikatnya umat Islam dengan agamanya. Pasalnya, setelah hilangnya perisai umat berupa khilafah pada 1924, di dalam Islam masih terdapat hukum-hukum seputar pernikahan dan keluarga yang dirasa oleh Barat akan menghambat kampanye kesetaraan gendernya. Oleh karena itu, Barat membutuhkan strategi yang jitu untuk melepaskan keterikatan tersebut tanpa disadari oleh umat Islam.

Di Indonesia, sebelumnya pernah di tawarkan proposal CLDKHI (Counter Legal Draf Kompilasi Hukum Islam). Hanya saja, karena beberapa bagian proposal tersebut sangat kentara intervensinya untuk mengubah hukum Islam, maka proposal CLDKHI tersebut masih menjadi perdebatan dan belum disahkan. Beberapa pasal kontroversi tersebut misalnya, jika laki-laki boleh poligami maka perempuan juga boleh poliandri.

Jika laki-laki boleh menjadi kepala keluarga (qawwam) maka perempuan juga boleh, hak waris untuk laki-laki dan perempuan harusnya 1:1 bukan 2:1 (padahal pembagian waris 2:1 ini hanya untuk saudara laki-laki dan perempuan yang sebapak-seibu karena laki-laki tersebut memiliki kewajiban nafkah terhadap saudara perempuannya), dan lain-lain.

Pembangunan Berbasis Gender, Menguntungkan Kapitalis

Kapitalis akan memanfaatkan segala cara agar sumber daya alam dunia ada digenggamannya. Mereka tidak peduli apakah kekayaan dunia yang melimpah itu terdistribusi secara merata kepada penduduk di dunia ataukah hanya terkumpul di segilintir orang saja.

Pada Oktober 2020, Credit Suisse, sebuah lembaga finansial global yang berlokasi di Swiss, dalam laporan tahunannya melaporkan bahwa 10% orang terkaya di dunia  (sekitar 52 juta orang) memiliki 43% kekayaan di dunia. Sementara 50% penduduk dunia, hanya memiliki 1% kekayaan di dunia. Sementara itu, 0,1% orang terkaya di dunia, yang jumlahnya sekitar 175.000, menguasai 25% kekayaan dunia (trtworld.com, 07/12/2020).

Berpusatnya kekayaan dunia pada segelintir orang di atas, menunjukkan bagaimana berjalannya sistem kapitalisme saat ini. Propaganda kesetaraan gender hanyalah satu diantara sekian banyak cara kapitalisme untuk mengumpulkan kekayaan dunia di tangannya.

Jadi, pembangunan berbasis gender, sejatinya bukanlah untuk mendistribusikan kekayaan kepada para perempuan. Akan tetapi, pembangunan berbasis gender sejatinya hanyalah untuk kepentingan segelintir kaum kapitalis.

Wallahu a’lam bish showab

Penulis: Lilik Ummu Aulia | Komunitas Pena Ideologis Mojokerto

Editor: Fadli

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.