4 Mei 2024
11 / 100

 

Oleh Irma Faryanti
Pegiat Literasi

 

 

Kaum Yahudi sepertinya masih belum puas melakukan kekejiannya pada penduduk Palestina. Tercatat 2.010, dalam empat bulan sejak serangan kelompok Hamas terhadap mereka (7/10/2023). Bahkan pada periode yang sama (2022-2023) meningkat 335 persen. Direktur Tell MAMA, Iman Atta menyatakan keprihatinannya atas serangan ini, karena berdampak pada rasial dan kohesi sosial di Inggris. Kebencian terhadap Islam semakin tinggi dan anti muslim seperti anti semitisme juga semakin tidak terkendali. (Republika.co.id, Sabtu 24 Februari 2024)

Pihak Tell MAMA juga menyebutkan bahwa kebencian tersebut mencakup perilaku kasar, ancaman, penyerangan, vandalisme, diskriminasi, ujaran kebencian, dan literatur anti-Muslim. Tercatat dari 901 kasus dilakukan secara offline dan umumnya terjadi di kota Inggris, sementara 1.109 lainnya via online. Menyikapi peningkatan tersebut, Marion Lalise selaku Koordinator Komisi Uni Eropa menyatakan bahwa saat ini pencegahan yang bisa dilakukan adalah dengan mendokumentasikan serangan-serangan yang dilakukan agar masyarakat menyaksikan dan terbentuk kesadaran dalam diri untuk tidak membenci.

Lebih lanjut Lalise menyatakan bahwa tantangan terbesar yang dihadapi saat pertama bertugas adalah kecilnya laporan dan dokumentasi insiden islamophobia di Eropa. Pihaknya juga mengaku menghadapi tantangan dalam membangun sebuah jaringan antara negara-negara anggota Uni Eropa yang dapat menjadi wahana untuk mengumpulkan data dan berbagi strategi. Ia pun menyoroti upaya menjangkau komunitas Muslim untuk meningkatkan kesadaran atas diskriminasi yang dihadapi. Bahwa mereka berhak melaporkan jika terjadi tindak fisik maupun verbal kepada penegak hukum atau Badan Hak Asasi setempat.

Terkait putusan Mahkamah Eropa, November tahun lalu, yang membolehkan otoritas di negara anggota untuk melarang penggunaan hijab, Lalise menegaskan bahwa hal itu berlaku pada semua simbol agama. Jika diberlakukan secara umum pada para pegawai dengan cara yang umum dan tidak diskriminatif, maka menurutnya dianggap sebagai sesuatu yang wajar menurut kebijakan netralitas. Sementara aksi perusakan al Qur’an yang dilakukan oleh beberapa aktivis ekstrim kanan adalah tindakan provokatif dan agresif yang mencederai hati nurani umat Islam.

Gambaran aksi kebencian bisa disaksikan di sebuah masjid di ibukota Swedia, Stockholm. Yang menjadi sasaran serangan selama lebih dari setahun. Seperti yang terjadi baru-baru ini di mana sebuah grafiti di dinding tempat ibadah tersebut terbaca bertuliskan “bunuh Muslim” disertai dengan lambang swastika. Mohamed Amin selaku anggota komite Masjid Stockholm pun segera memasang jeruji di depan jendela untuk melindungi situs suci tersebut.

Apa yang terjadi pada Muslim Palestina adalah genosida. Untuk mengatasinya, Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) telah menawarkan 131 resolusi, tapi kaum yahudi selalu melanggarnya. Bahkan UNHCR juga menuntut memberi solusi atas pengungsi, tapi tidak pernah digubris. Mirisnya, pada tahun 2020, Amerika, Bahrain dan Uni Emirat Arab justru membuat perjanjian tentang normalisasi hubungan dengan zionis.

PBB yang digadang mampu menjadi jembatan, nyatanya tidak berperan banyak. Karena keberadaannya hanyalah bentukan Amerika, resolusi apapun yang dibuat pasti akan selalu digagalkan dengan hak veto yang dimiliki AS. Di sisi lain, OKI dan Liga Arab pun hanya bisa mendesak pembuatan keputusan, tanpa bisa berbuat banyak dalam menyelesaikan genosida yang terjadi di Palestina. Mirisnya, solusi yang diajukan adalah melalui jalan moderasi beragama.

Telah nyata kebencian yang ditampakkan oleh musuh-musuh Islam. Sikap individualis yang ditanamkan dalam sistem kapitalis begitu mengakar kuat, hingga abai akan penderitaan saudara seiman. Negeri-negeri Muslim terpecah belah dalam sekat nasionalisme, yang menganggap urusan bangsa lain seolah lepas dari tanggung jawabnya. Bahkan mereka bergandeng tangan dengan negara penjajah, tanpa peduli akan darah yang tertumpah dari sesama kaum muslim.

Sejatinya, berharap genosida akan tersolusikan melalui moderasi adalah sesuatu yang mustahil. Karena keberadaannya hanya menjadi penghadang perjuangan Islam kafah, jihad, dan tegaknya institusi kaum Muslim. Amerika sebagai penggagas tentu akan menjadi pengendali, segala penyelesaian akan kembali pada keputusan sang adidaya. Dalam pandangannya moderat adalah menolak segala bentuk formalisasi syariat, hal ini didasarkan pada strategi barat yang dirancang oleh RandCorporation.

Solusi pengiriman pasukan pun faktanya tidak mampu menghentikan kebiadaban zionis, negara Yaman dan Aljazair telah membuktikannya. Yang dibutuhkan adalah kesatuan kaum muslim di bawah satu komando kepemimpinan yang sifatnya mendunia. Yang akan menyerukan jihad pada seluruh umat, bukan pada penduduk Palestina saja.

Dengan begitu, kaum muslim akan terangkat dari keterpurukannya, tidak akan lagi dihinakan dan mendapat perlakuan kebencian dari orang-orang kafir. Dalam naungan sebuah kepemimpinan Islam, seluruh permasalahan kehidupan akan bisa tersolusikan secara sempurna. Wallahu alam Bissawab. [DMS]

Editor: Reni Rosmawati 

 

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.