25 April 2024
Palestina Tak Berdaya Karena Terkotak Nasionalisme
60 / 100

Dimensi.id-Palestina masih membara. Korban berjatuhan bertambah dari pihak Palestina, tercatat sudah hampir 10.569 orang meninggal, kebanyakan korban adalah anak-anak dan perempuan. Dengan bertambahnya korban jiwa dari warga sipil, sejumlah negara mendorong Israel untuk menghentikan agresi militernya ke jalur Gaza. Israel telah membombardir Palestina secara membabi buta. Mereka menghancurkan rumah penduduk, masjid, hingga rumah sakit. Mereka juga memblokade total aliran listrik, makanan, dan kebutuhan obat-obatan. Tidak ada tempat aman bagi rakyat Palestina untuk berlindung.

Perilaku biadab Israel ini mengundang simpati besar para penguasa negara di seluruh dunia, mereka mengecam dan mendukung perlawanan yang dilakukan rakyat Palestina demi memperjuangkan kemerdekaan dan pendudukan yang dilakukan Israel selama 75 tahun. Menurut berita yang dilansir oleh sindonews.com tanggal 16 Oktober 2023 setidaknya ada 21 negara yang mengecam kekejaman Israel di Gaza termasuk Indonesia.

Sayangnya, sejauh ini dukungan para penguasa muslim hanya dengan memberi bantuan kemanusiaan, mengecam, mengutuk, dan menyerukan penghentian perang tanpa aksi nyata. Mereka menghindari konfrontasi dengan negara-negara sekutu Israel.

Selama ini bisa kita ketahui, jika dukungan hanya sebatas bantuan kemanusiaan, itu hanya meredakan sejenak derita rakyat Palestina. Begitu juga dengan kecaman dan kutukan, tidak akan bisa menghilangkan penjajahan Israel di tanah Palestina. Lalu apa yang seharusnya dilakukan penguasa negeri muslim saat ini?

Langkah Nyata

Ada satu hal yang harus dipahami setiap muslim dalam memandang akar masalah Palestina-Israel, yakni apa yang terjadi di Palestina adalah penjajahan dan pendudukan Israel atas kaum muslim di Palestina. Dengan memahami fakta ini, hal yang dilakukan Hamas dan rakyat Palestina adalah bentuk perlawanan atas pendudukan yang selama ini Israel lakukan.

Serangan 7 Oktober 2023 yang mereka lakukan adalah sebagai upaya perlawanan atas 75 tahun penjajahan Israel terhadap Palestina, sekaligus ingin menghancurkan tembok yang mengisolasi Gaza dari dunia luar. Perlawanan itu juga merupakan bentuk pembelaan terhadap Masjidilaqsa yang selama ini dikotori oleh perilaku Zionis Israel.

Atas aksi tersebut, Barat bereaksi keras dengan menyebut perlawanan tersebut sebagai perbuatan teroris. Mirisnya, masih saja ada muslim yang berdiri dalam barisan pendukung Israel. Mungkin mata hati dan pikiran jernihnya sudah mati dan tergadai oleh kesenangan dunia yang melenakan.

Faktanya, kita semua tahu bahwa Israel tidak bisa dihentikan dengan bahas diplomasi atau basa-basi kecaman. Israel hanya bisa ditundukkan dengan kalimat perang. Buktinya, sudah lebih dari 30 diplomasi dikeluarkan PBB, tetapi Israel bergeming dan tidak patuh terhadap hukum internasional. Sudah banyak bangunan sekolah, masjid, dan rumah sakit dibangun, tetapi pada akhirnya dibombardir juga. Ini artinya, satu-satunya cara menghentikan kekejian Israel adalah memeranginya.

Oleh sebab itu, langkah konkret yang harus dilakukan penguasa negeri-negeri muslim adalah mengirimkan pasukan militer ke Palestina untuk menghentikan serangan militer Israel agar penjajahan Israel bisa dihentikan. Sayangnya, sekat-sekat nasionalisme membuat penguasa-penguasa negeri muslim terhalang menolong saudara muslimnya di Palestina. Mereka lebih memilih mengirimkan bantuan atau dana kemanusiaan ketimbang harus mengerahkan pasukan militer untuk memerangi Israel.

Nasionalisme Mengikis Ikatan Akidah

Ikatan akidah dan ukhuah islamiah mestinya menjadi pendorong terkuat para penguasa muslim mengirim tantara militer untuk menolong saudaranya di Palestina, tetapi mereka tidak melakukan itu. Nation-state telah mengikis ikatan akidah Islam antarkaum muslim, padahal umat Islam bagaikan satu tubuh yang jika sebagian tubuhnya sakit, bagian tubuh lainnya ikut merasakan sakit.

Rasulullah ﷺ bersabda, “Orang mukmin terhadap mukmin lainnya tak ubahnya suatu bangunan yang bagian-bagiannya (satu sama lainnya) saling menguatkan.” (HR Muslim).

Rasulullah ﷺ juga mengingatkan dalam sabdanya, “Seorang muslim itu adalah saudara bagi muslim lainnya, janganlah ia menganiaya saudaranya itu, jangan pula menyerahkannya – kepada musuh. Barang siapa memberikan pertolongan pada hajat saudaranya, Allah selalu memberikan pertolongan pada hajat orang itu. Dan barang siapa melapangkan kepada seseorang muslim akan satu kesusahannya, Allah akan melapangkan untuknya satu kesusahan dari sekian banyak kesusahan pada hari kiamat. Dan barang siapa yang menutupi cela seseorang muslim, Allah akan menutupi celanya pada hari kiamat.” (Muttafaq‘alaih).

Tidakkah penguasa-penguasa muslim bergetar jika di akhirat kelak muslim Palestina menuntut balik atas diamnya mereka terhadap penyiksaan dan pembunuhan saudara seimannya  yang berlangsung di depan mata mereka? Tidakkah merasa takut akan hisab Allah kelak pada Hari Akhir nanti karena bergemingnya mereka dari mengirim pasukan militer untuk membantu saudaranya sendiri?

Penguasa-penguasa negeri Islam sejatinya memiliki kemampuan dan amunisi untuk mengerahkan segala daya dan upaya mereka menolong muslim Palestina melawan penjajah Zionis. Tengoklah betapa teguhnya AS dan negara-negara Barat yang tanpa ragu berdiri membela Israel. Lantas, mengapa penguasa negeri-negeri muslim seakan malu-malu untuk mendukung dan meneguhkan pembelaan terhadap Palestina?

Solusi Hakiki

Melihat fakta ini, tidak ada solusi hakiki bagi Palestina dan kaum muslim yang tertindas selain hadirnya Khilafah yang akan melindungi kaum muslim dari penjajahan, penganiayaan, penyiksaan, dan kezaliman yang dibuat musuh-musuh Islam. Terbukti, negeri-negeri Islam seakan tidak berdaya melawan Barat. Alhasil, agar seimbang, umat dan negeri-negeri Islam harus bersatu dalam satu kekuatan, satu ikatan, dan satu kepemimpinan dalam naungan satu negara, yakni Khilafah. Lantas apa yang harus dilakukan saat ini?

Pertama, umat harus melakukan dakwah dengan menyadarkan pemikiran umat bahwa menjauhkan Islam dari kehidupan (sekularisme) tidak akan mengantarkan kita sebagai umat terbaik, malah menjadi umat terpuruk di segala lini kehidupan.

Kedua, mengerahkan segala daya dan upaya yang bisa kita lakukan untuk menyuarakan fakta dan kebenaran yang sesungguhnya bahwa akar masalah Palestina adalah penjajahan Israel dan nestapa umat tanpa Khilafah. Hal ini bisa dilakukan dengan terus menggencarkan dakwah, baik di dunia nyata maupun maya.

Ketiga, menyeru kepada penguasa muslim untuk mengarahkan loyalitasnya kepada Islam dan kaum muslim, bukan berharap pada solusi semu PBB atau perjanjian internasional yang menghalangi mereka menolong saudara seiman. Jadilah penolong-penolong agama Allah Swt., sebagaimana kaum Anshar yang menolong dakwah Rasulullah ﷺ dengan kekuatan dan kekuasaan mereka.

Palestina adalah milik umat Islam seluruh dunia. Masalah Palestina bukan sekadar masalah kemanusiaan atau konflik internal. Lebih dari itu, masalah Palestina adalah masalah umat Islam di seluruh dunia. Ketika Masjidilaqsa dihinakan, itu penghinaan bagi kita. Di tanah Palestina terhimpun banyak keutamaan dan keistimewaan, di antaranya adalah kiblat pertama umat Islam.

Palestina adalah negeri subur yang disirami dengan darah para syuhada.  Palestina merupakan bagian negeri Syam, bumi para nabi. Rasulullah ﷺ pernah bersabda, “Para nabi tinggal di Syam. Tidak ada sejengkal pun Kota Baitulmaqdis, kecuali seorang nabi atau malaikat pernah berdoa atau berdiri di sana.” (HR At-Tirmidzi).

Dengan beragam keutamaan ini, jelas haram bagi kita mendiamkan Palestina tanpa pembelaan dan pertolongan. Mari bergerak bersama memperjuangkan pembebasan Palestina dan negeri-negeri muslim lainnya yang masih terjajah dengan terus menyerukan dakwah dan menyuarakan hanya Khilafah solusi hakiki bagi Palestina. Wallahualam bishawab [Dms]

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.