25 April 2024
8 / 100

Dimensi.id-Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, yang akrab disapa Kang Emil menyatakan bantuan untuk NU sebesar Rp 1 triliun lebih merupakan bentuk kecintaannya kepada Kaum Nahdliyin (sebutan untuk warga NU). Sebagai gubernur, ia memastikan bersikap transparan karena uang Pemprov Jabar digunakan sepenuhnya untuk kepentingan publik.

“Itu lah kecintaan saya kepada Kaum Nahdliyin, sebanyak itulah, sebesar itulah kecintaan saya kepada Kaum Nahdliyin. Hanya karena butuh penjelasan ya tinggal dijelaskan. Kedua, seorang gubernur itu harus transparan. Karena ini uang rakyat yang kembali ke rakyat,” ungkapnya. Secara sederhana Ridwan mengatakan secara Undang-undang Informasi Publik akan disampaikan data-datanya jika ditanya, namun jika tidak ya tidak akan disampaikan karena ada hal-hal yang menyangkut institusi atau nama-nama penerima hibah pembangunan (detik.com, 28/12/2022).

Pernyataan Ridwan Kamil disebabkan PWNU Jawa Barat sebelumnya melayangkan protes agar ada klarifikasi mengenai pernyataan Sang Gubernur tentang anggaran Rp 1 triliun lebih untuk bantuan ke elemen NU di Jabar. Dan yang masih hangat diberitakan, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo terkait bantuan dana renovasi rumah sebesar Rp20 juta kepada beberapa orang kader PDIP di Jateng baru-baru ini. Dalam plakat bantuan tercantum logo dan tulisan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) sehingga menjadi polemik di tengah publik (CNN Indonesia, 31/12/2022).

Menurut Ganjar penyaluran dana bantuan tersebut dinyatakan tidak menyalahi aturan serta ketentuan yang berlaku. Selama ini, Pemprov Jateng telah bekerja sama dengan Baznas dalam program pengentasan kemiskinan. Pemprov Jateng juga menurutnya ikut menghimpun zakat ASN untuk disalurkan ke Baznas. Sedangkan Ketua Baznas Jawa Tengah Ahmad Daroji saat dikonfirmasi menjelaskan pihaknya memberikan bantuan kepada warga miskin tanpa melihat afiliasi partainya.

Kapitalisme : Pejabat Sapi Perah Partai

Seolah menjadi simbiosis mutualisme antara pejabat dengan penyandang dana, dalam hal ini perusahaan filantropi. Sebelumnya sudah dihebohkan dengan penyaluran dana ACT yang dianggap disalahgunakan dan peristiwa itu berulang. Bedanya, saat ini untuk pembiayaan partai dan ormas. Namun wajarkah ini?

Yang disebut dengan dana hibah untuk rakyat atau apapun istilahnya sudah barang tentu diambil dari APBD, meskipun juga BAZNAZ dilibatkan, tetap saja bukan keluar dari Katong pejabat yg ang bersangkutan. Lantas, apa hak partai atau ormas sehingga masuk dalam daftar pembiayaan negara? Hal ini hanya terjadi dalam sistem politik demokrasi, berpayung hukum sehingga ketika menggunakannya narasinya adalah menjalankan amanah.

Lantas bagaimana dengan nasib rakyat? Bukankah mereka lebih berhak, sebab rakyatlah yang selama ini menjadi satu-satunya subyek pajak? Jelas ada sikap tebang pilih yang ditunjukkan pemerintah dalam bantuan. Sekaligus hal ini mengindikasikan kecenderungan pejabat terhadap ormas atau partai afiliasi, bahkan dikhawatirkan dapat mengarah pada hubungan kemanfaatan belaka. Para pejabat ibarat sapi perah bagi partai, selama ada kekuasaan di tangan mereka seolah itulah legitimasi sumbangsih atau kontribusi kepada partai dimulai.

Pantaslah jika menjelang pemilihan pemimpin negara, partai dan para aktifis ya disibukan mencari calon pemimpin sekaligus pendanaan. Sudah bukan rahasia lagi jika proses pemilihan hingga benar-benar terpilih seorang pemimpin membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Namun sekali lagi sangatlah zalim jika hak rakyat harus terkalahkan dengan dengan kepentingan partai atau ormas.

Partai Dalam Islam Berfungsi Mencerdaskan Umat

Sangat berbeda dalam pengaturan Islam terhadap partai. Dalam negara Khilafah, sebuah sistem negara yang menggunakan syariat sebagai idiologinya tetap akan ada partai politik, sebab hal demikian sesuai firman Allah SWT, “Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS Ali Imran: 104).

Setiap partai harus berdasarkan syariat Islam bukan yang lain. Kehadiran partai sangat penting, boleh dikata sebagai partner negara atau kiyan Fikriyan ( lembaga pemikiran) dimana tugasnya adalah mengawal kerja negara dan mencerdaskan umat agar paham syariat sehingga bisa turut mengawal dan muhasabah kepada penguasa jika ada pelanggaran syariat.

Maka, partai berdiri sendiri dan mandiri, tidak mengandalkan biaya dari pihak manapun kecuali dari para anggotanya. Sebab, seringkali lidah kelu untuk menyampaikan kebenaran ketika berafiliasi dengan pendonor dana dari luar yang pasti sarat kepentingan. Terlebih tak bisa independen menyuarakan suara rakyat. Berapa banyak partai atau ormas yang hari ini berjanji membela rakyat namun hanya berakhir sebagai jargon belaka.

Anggota partai ketika ia menjadi pejabat maka wajib keluar dan tidak lagi menjadi anggota partai. Hal ini untuk menjaga transparansi dan keadilan. Sebab, pejabat dalam Islam adalah pelayan umat, mereka disantuni dari kas Baitul mal. Sedangkan partai yang anggotanya menjadi majelis umat tidak mendapatkan gaji. Mereka bertugas memberikan muhasabah kepada Khalifah.

Partai atau ormas dalam negara Islam akan senantiasa mengajak umat untuk amar makruf nahi mungkar, mendorong umat untuk senantiasa kritis dan berpegang teguh kepada syariat. Bukan justru menjadi kepanjangan lidah penjajah. Misalnya menyerukan terus berpihak kepada demokrasi, padahal demokrasi adalah sistem kufur yang tidak hanya mengatur persoalan pemilihan pemimpin, namun lebih mendasar lagi yaitu menjadikan hukum buatan manusia mengatur seluruh aspek kehidupan masyarakat. Wallahu a’lam bish showab. 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.