9 Mei 2024

Penulis : Merli Ummu Khila, Kontributor Media dan Pemerhati Kebijakan Publik

Dimensi.id-“Seorang alim masih boleh menghidupkan ekonomi bangsanya walaupun setelah ratusan tahun meninggal dunia; ramai ahli politik membunuh ekonomi bangsa walau memerintah satu penggal” (Wan Mohd Nor Wan Daud).

Dampak pandemi sudah memberi segunung permasalahan yang memeningkan kepala. Menyasar siapa saja tidak terkecuali buruh pabrik. Sudah jutaan karyawan dirumahkan tanpa kejelasan bahkan sebagian terkena PHK massal.

Bagi yang masih bertahan bukan berarti aman. Berkurangnya target produksi berpengaruh pada pendapatan bulanan. Hal ini tidak berbanding lurus dengan pengeluaran yang justru membengkak. Naiknya berbagai tagihan membuat buruh sulit untuk survive selama pandemi.

Hari ini buruh sedang harap-harap cemas dengan rencana pengesahan Omnibus Law Cipta Kerja yang kontroversial. Rancangan Undang-Undang sapu jagat ini diduga kuat hanya akan menguntungkan pengusaha.

Seperti diketahui RUU ini penuh kontroversial karena disinyalir akan merugikan nasib buruh adalah: (1) hilangnya upah minimum, (2) hilangnya pesangon, (3) outsourcing bebas diterapkan di core bisnis, (4) kerja kontrak tanpa batasan waktu, (5) waktu kerja yang eksploitatif, (6) TKA buruh kasar berpotensi bebas masuk ke Indonesia, (7) mudah di PHK, (8) jaminan sosial terancam hilang, dan (9) sanksi pidana hilang.

Keberpihakan pemerintah pada penguasa bukan sekedar isapan jempol. RUU yang akan dibahas secara maraton ini terkesan dipaksakan selesai atas desakan penguasa dengan dalih demi bangkit pasca pandemi. Ditambah lagi berita pengunduran diri perwakilan buruh dari tim tekhnis pembahasan omnibus law semakin memperkuat dugaan itu.

Seperti dilansir oleh republika.co.id, 13/07/2020, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menyatakan keluar dan mengundurkan diri dari tim teknis yang membahas omnibus law RUU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan.

Presiden KSPI Said Iqbal menegaskan “Kami tidak ingin masuk di dalam tim yang hanya sekedar menampung masukan saja tanpa keputusan, dan hanya sebagai alat legitimasi dan menjadi tukang stempel terhadap pengesahan RUU Cipta Kerja,”

Menurutnya, setidaknya beberapa alasan keluar dari tim “Tim tidak memiliki kewenangan untuk mengambil keputusan dan kesepakatan apapun, serta ada kesan pembahasan akan dipaksakan selesai dengan jumlah pertemuan yang hanya 4-5 kali, serikat buruh memiliki dugaan ini hanya jebakan dan alat untuk mendapatkan legitimasi dari buruh.”

Pemerintah dalam hal ini sebagai perpanjangan tangan rakyat, harusnya memprioritaskan nasib buruh. Demi menyelamatkan perekonomian bukan berarti kesejahteraan buruh dikesampingkan. Jika pemerintah memihak pengusaha, rakyat harus bergantung pada siapa?

Jauh sebelum pandemi melanda negeri ini, nasib buruh memang sudah buruk. Dari persoalan outsourcing, upah murah, serta  dominasi tenaga kerja asing ditengah tingginya angka pengangguran. Persoalan ini terus bergulir tanpa ada perubahan yang berarti.

Hal ini disebabkan oleh banyak hal diantaranya ketergantungan negara atas investor asing. Hal ini menjadi celah bagi pengusaha untuk meminta sejumlah persyaratan yang tentu saja lebih menguntungkan mereka. Belum lagi praktik kolusi di tiga lembaga (legislatif, eksekutif, dan yudikatif) yang semakin masif.

Sudah menjadi ciri khas negara kapitalisme liberal lebih cenderung menjadi relasi pemilik modal ketimbang sebagai pelayan rakyat. Pemerintahan didominasi oleh pemangku kekuasaan yang ditunggangi berbagai kepentingan. Dari kepentingan pribadi, kolega dan partai.

Sejatinya sebuah negara yang menganut sistem kapitalisme liberal. Peran pemerintah sangat minim dalam pemenuhan kebutuhan rakyat. Bahkan terkesan abai dan justru sering kali membebani rakyat dengan berbagai tagihan. Perekonomian negara diatur hanya berkutat pada untung rugi.

Berbeda dengan Islam, Abdurrahman al-Maliki di dalam as-Siyâsah al-Iqtishadiyah al-Mutslâ menjelaskan bahwa Politik Ekonomi Islam merupakan Kebijakan yang diterapkan oleh Negara Khilafah untuk menjamin pemenuhan seluruh kebutuhan dasar rakyat, orang-perorang, secara menyeluruh, serta menjamin kesempatan untuk memenuhi kebutuhan sekunder mereka.

Sehingga ketika kebutuhan dasar bisa terpenuhi, maka pekerja hanya untuk pemenuhan kebutuhan sekunder. Negara memastikan ketersediaan lapangan kerja bagi setiap warganya, serta menjamin kebutuhan dasar dengan harga yang terjangkau bagi masyarakat.

Semua itu hanya bisa terwujud jika negeri ini menerapkan sistem Islam. Karena hanya dengan hukum Islamlah berdiri sebuah institusi yang bebas dari intervensi pihak manapun.

Will Ariel Durant, dalam bukunya Story of Civilization, dia mengatakan, “Para Khalifah telah memberikan keamanan kepada manusia hingga batas yang luar biasa besarnya bagi kehidupan dan kerja keras mereka. Para Khalifah itu juga telah menyediakan berbagai peluang untuk siapapun yang memerlukan dan memberikan kesejahteraan selama beradab-abad dalam wilayah yang sangat luas. Fenomena seperti itu belum pernah tercatat (dalam sejarah) setelah zaman mereka.”

Wallahu’alam bishawab

Editor : Fadli

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.