2 Mei 2024

Penulis : Ummu Athifa, (Ibu Rumah Tangga, Member Revowriter)

Dimensi.id-Indonesia, negeri subur tanahnya. Ramah penduduknya. Elok budinya. Beragam kebudayaannya. Semua wisatawan tertarik untuk menjelajahi bumi pertiwi. Baik wisatawan dalam negeri maupun luar negeri.

Namun semenjak wabah covid-19, seluruh pariwisata ditutup untuk umum. Penutupan telah berlangsung tiga bulan semenjak kebijakan PSBB. Kebijakan PSBB membuat masyarakat tinggal di rumah. Tidak diizinkan ke luar rumah ataupun berwisata. Demi menghentikan laju penyebaran virus covid-19.

Tiga bulan berlalu. Wabah covid-19 tak kunjung reda. Korban semakin bertambah. Terhitung Selasa, 30 Juni mencapai 56.000 orang positif. Jumlah yang fantastik. Penyebaran masih tak dapat dihentikan, meskipun protokol kesehatan telah dijalankan.

Faktanya, pemerintah mengambil kebijakan new normal pada akhir Mei lalu. Pemberlakuan mulai awal Juni. Sehingga peluang untuk dibuka sektor pariwisata terbuka lebar. Presiden Jokowi meminta Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Wishnutama untuk menyiapkan promosi pariwisata dalam negeri yang bebas dari ancaman virus covid-19. Syaratnya wilayah tersebut sudah zona biru.

Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, mengatakan objek wisata yang berada di zona biru sudah diberikan izin untuk kembali beroperasi. Namun perlu mematuhi protokol kesehatan yang berlaku. Keputusannya tertuang dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Jabar Nomor 46 Tahun 2020. Selain itu syarat pengunjung pun dibatasai, hanya untuk warga sekitar objek wisata. Tidak diperkenankan dari luar wilayah Jabar, termasuk DKI Jakarta. (Berita Jabar, 20/06/20)

Kabar tesebut disambut riang gembira oleh pelaku usaha objek wisata. Salah satunya, di wilayah Kabupaten Kuningan, pelaku usaha melakukan lauching ODTW (Objek Daya Tarik Wisata). Tujuannya tak lain agar warga mengetahuinya. Wisata ODTW adalah Zam Zam Pool, Waduk Darma, Objek Wisata di Kecamatan Pasawahan (Cipaniis dan Telaga Biru Cicerem), Bumi Perkemahan Cisantana, dan Hotel De Jehans Sangkanhurip.

Launching ODTW dihadiri langsung Bupati Kuningan, H Acep Purnama. Pak Acep mengingatkan untuk disiplin menerapkan protokol kesehatan covid-19. Seperti pengunjung dan pegawai wajib memakai masker, disediakan alat pengukur suhu tubuh, fasilitasi tempat cuci tangan, social distancing, dibatasinya jumlah pengunjung. (Kuninganmass, 21/06/20)

Wisata lain yang akan dibuka yaitu Taman Safari. Kepala Kepolisian Daerah Jawa Barat (Jabar), Inspektur Jenderal Rudy Sufahriadi telah meninjau persiapan pembukaan Taman Safari. Pihaknya menyampaikan harus diberlakukan protokol kesehatan. Sehingga bisa menekan penyebaran virus Corona. (Liputan6, 11/6/20)

Faktanya pembukaan objek wisata ditengah pandemi yang masih meningkat akan berisiko. Yakni adanya penyebaran di tempat wisata justru menjadi klaster baru penyebaran covid-19. Apalagi jika tidak ada pengamanan khusus, pengunjung bisa membludak. Secara otomatis aktivitas seperti social distancing tidak akan terealisasi. Namun pihak pemerintah bersikukuh membuka demi memperbaiki ekonomi negara.

Wajar saja sektor pariwisata digenjot dan dipaksakan buka saat new normal, karena salah satu aspek penyokong ekonomi Indonesia. Penyumbang APBN terbesar kedua setelah pajak. Inilah aturan yang diterapkan negeri ini, sistem demokrasi sekuler. Demi menyelamatkan pertumbuhan ekonomi, tetapi rakyat menjadi korban. Nyawa rakyat selalu menjadi hal sepele bagi pemerintah.

Ditambah pariwisata banyaknya dikelola oleh swasta. Maka jika tidak segera dibuka, para pengelola akan minus pendapatan. Dalam kaca mata kapitalistik, hal seperti ini justru sangat merugikan. Berarti pengusaha akan rugi besar-besaran.

Berdasarkan adanya kebijakan new normal para pengusaha langsung menyambut dengan tangan terbuka. Mereka akan segera mengeruk untung dari pembukaan wisata tersebut. Tak akan memikirkan kesehatan masyarakat, karena bukan kepentingannya. Pengusaha hanya berpikir materi dan keuntungan semata. Itulah sistem ekonomi demokrasi sekuler, penerapannya tak akan berpihak kepada rakyat.

Pariwisata dalam Islam

Islam memandang bahwasannya pariwisata tidak dijadikan sebagai sumber pendapatan utama. Sumber pendapatan utamanya adalah fai dan kharaj, bagian kepemilikan umum, dan sodaqoh. Selain itu memaksimalkan pengelolaan SDA sebagai pemasukan APBN.

Pertama, bagian fai dan kharaj. Fai adalah salah satu bentuk rampasan perang, dan kharaj adalah retribusi atas tanah atau hasil produksi tanah dimana para pemilik tanah taklukan tersebut membayar kharaj ke negara Islam. Dengan objek tanah yang produktif maka pungutan ini tidak membebani rakyat, baik Muslim ataupun non-muslim.

Kedua, bagian pemilikan umum. Kepemilikan umum adalah izin dari Allah subhanahu wa ta’ala kepada jamaah (masyarakat) untuk secara bersama-sama memanfaatkan sesuatu. Kepemilikan umum meliputi segala sesuatu yang menjadi kebutuhan vital bagi masyarakat, segala sesuatu yang secara alami tidak bisa dimanfaatkan hanya oleh individu secara perorangan, dan barang tambang yang depositnya tidak terbatas, yaitu barang tambang yang jumlahnya sangat banyak.

Ketiga, bagian sodaqoh. Bagian sodaqoh terdiri dari zakat uang dan perdagangan, zakat pertanian dan buah-buahan, zakat ternak unta, sapi, dan kambing.

Ada pos tambahan bersifat extraordinary jika kas negara mengalami kekurangan yakni pos dharibah (pajak). Artinya pajak ternyata bukan sumber pemasukan utama negara. Hanya tambahan saja, itupun dalam keadaan yang sangat khusus dan objeknya hanya orang kaya. Setelah kondisi normal, maka pungutan pajak dihentikan kembali.

Seyogiana Islam memandang berwisata adalah sarana untuk mendekatkan diri pada Rabb-Nya. Sekaligus sarana membangun keakraban keluarga. Tentunya tetap berlandaskan hukum syara. Dan hal ini akan dilakukan jika kondisi tidak membahayakan masyarakat.

Adapun jika situasi pandemi, Islam akan lebih mengutamakan rakyat terpenuhi kebutuhan primer dan sekundernya. Mengingat berwisata termasuk kebutuhan tersier, maka tidak terlalu diprioritaskan. Hal ini dikarenakan tugas seorang pemimpin dalam Islam yaitu mengurusi urusan rakyat.

Islam melarang pariwisata dikelola oleh asing. Berbeda dengan negara kapitalistik yang membolehkan asing untuk mengelolanya. Islam telah membatasi kepemilikan dengan mengharamkan sumber SDA yang melimpah dikuasai individu, apalagi asing. Dari sini saja, negara akan menjadi pihak yang mengelola kekayaan alam milik umum dan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk rakyat.

Contoh pariwisata dalam Islam, jika terdapat taman hiburan dan water boom berhiaskan patung dan kemaksiatan yang tak mengandung unsur syiar dakwah, maka negara akan menutupnya. Tak ada alasan untuk mempertahankannya.

Sungguh, fungsi pariwisata dalam Islam akan sulit dioptimalkan dalam sistem kapitalisme. Fungsi yang berbeda dalam pengelolaannya. Maka, sudah saatnya meninggalkan sistem ekonomi kapitalistik, beralih kepada sistem Islam. Karena hanya dengan Islam, rakyat akan diriayah dengan baik. Pariwisata akan digunakan pula untuk dakwah, bukan pendapatan negara. Wallahu’alam bi shawab.

Editor : Fadli

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.