3 Mei 2024

Penulis : Khairani Kembaren

Dimensi.id-Menyedikan Indonesia yang dikenal luas  sebagai negeri  dengan sumber daya yang melimpah, malah mengimpor bahan pangan dari negara lain di tengah pandemi Covid-19 dan krisis ekonomi seperti sekarang ini. Kalau hanya untuk kebutuhan sehari-hari saja Indonesia seharusnya sudah lebih dari cukup dalam pemenuhannya. Badaan Pusat Statistik (BPS) mencatat impor sayur –sayuran di tahun 2019 meningkat dari tahun 2018, menjadi 770 juta dollar AS atau setara dengan Rp11,3 triliun (asumsi kurs Rp14.700 per dollar AS).

Direktur Jendral (Dirjen) Holtikutura Kementerian Pertanian (Kementan), Prihasto Setyanto menyatakan, Beberapa jenis sayuran daun segar produksi Indonesia bisa diekspor karena pasokan dalam negeri yang melimpah, Senin (25/05/2020). Menteri Peranian (Mentan) Syarul Yasin Limpo mengatakan, strategi sistem logistik nasional dalam menyederhanakan rantai pasok dan Intervensi dan distribusi.

Salah satunya dengan mengalihkan komoditas dari daerah yang surplus ke daeranh yang defisit. Untuk saat ini, setidaknya ada 28 propinsi dalam kondisi yang terkendali. “Tapi dua diantaranya, yaitu Kalimantan Utara dan Maluku perlu mendapat perhatian lebih,” ujar menteri yang akrab disapa SYL ini, Senin (4/52020).

Namun kenyataannya Indonesia masih saja impor bahan pangan untuk pemenuhan sehari-hari, bahkan Presiden Joko Widodo menerbitkan Perpres yang memudahkan izin impor bahan pangan hingga bahan baku. Ketentuan tersebut termuat dalam Peraturan Presiden Nomor 58 Tahun 2020 yang diteken pada April 2020, bukankah di masa krisis ekonomi seperti ini pemerintah lebih memperhatikan nasib petani Indonesia dengan cara tidak impor bahan pangan yang berlebihan?

Kepala Perwakilan FAO Indonesia, Stephen Rudgard dalam pernyataan tertulisnya mengajak masyarakat untuk menghargai para pahlawan pangan, pahlawan itu menurutnya adalah petani, nelayan, peternak, pengemudi yang membantu mengangkut hasil pertanian dan perdagangan di pasar. “Sudah saatnya kita untuk memperhatikan satu sama lain dan menghargai mereka yang berada di garis depan dalam pandemi ini.”

 Sementara itu, kementerian perdagangan telah melakukan relaksasi impor untuk bawang putih dan bawang bombai. Diketahui jumlah bawang putih yang masuk mencapai 48 ribu ton. 20 ton memakai Persetujuan Impor (PI) dan 28 ton tanpa PI dalam rapat kerja dengan Komisi VI DPR, Jakarta, Kamis (23/4). Hal ini menandakan importasi bawang putih begitu mudah dilakukan.   

Bukan hanya itu saja Indonesia yang di kenal dengan julukan negeri maritim yang memiliki wilayah perairan yang sangat luas masih saja melalukan impor garam dari negara luar, Koordinator Maritim dan invetasi (Kemenko Marves) mengatakan, terjadi kenaikan kebutuhan garam di 2020, yang tadinya hanya berkisar 3 juta-4,2 juta ton kini menjadi 4,5 juta ton. Saat ini, Kemenko Marves mengatakan, jumlah lahan produktif yang tersedia mencapai 30.000 hektar, dari sebelumnya yang hanya 25.000 hektar.

Sayangnya, meningkatnya perluasan lahan yang produktif ini, dinilai Safri Burhanudin selaku Deputi Bidang Koordinasi Sumber Daya Maritim Kemenko Marves belum mampu untuk bisa mencapai kebutuhan garam yang sebesar 4,5 juta di tahun ini. Miris memang kalau dilihat dari segi sumber daya alam Indonesia yang sangat berlimpah ini, jika saja produktifitasnya di tingkatkan maka Indonesia tidak perlu melakukan impor garam lagi.

Sistem pertahanan sebuah negara tak hanya diukur dari pertahanan militernya. Namun, yang lebih utama adalah bagaimana negara memiliki ketahanan pangan dalam memenuhi kebutuhan rakyat. Ada dua dimensi persoalan pangan yang membelit Indonesia. Pertama, akses pangan untuk masyarakat dengan harga yang terjangkau (murah). Kedua, ketersediaan lahan pertanian. Dua masalah ini bila tidak di selesaikan, maka jangan pernah berharap Indonesia terbebas dari ketergantungan impor. Apalagi di bawah sistem kapitalisme, harapan mandiri pangan tak akan terealisasikan.

Dalam islam, tanah-tanah mati yaitu tanah yang tidak tampak adanya bekas-bekas tanah itu diproduktifkan, bisa dihidupkan oleh siapa saja baik dengan cara memagarinya dengan maksud untuk memproduktifkannya atau menanaminya dan tanah itu menjadi milik orang yang menghidupkannya. Islam juga mendorong kebijakan intensifikasi pertanian, yakni optimalisasi lahan pertanian dengan meningkatkan hasil pertanian. Bisa melalui peningkatan benih, pemanfaatan teknologi, hingga membekali para petani dengan ilmu yang memumpuni.

Dalam hal menjamin pasokan pangan, islam akan menetapkan mekanisme pasar yang sehat. Negara melarang penimbunan, penipuan, praktek ribawi, dan monopoli. Dalam hal ekspor impor, islam akan melihat dan memperhatikan sejauh mana kebutuhan pangan negara. Ekspor dilakukan bila pasokan pangan negara terpenuhi dan mengalami surplus. Adapun impor, hal ini berkaitan dengan kegiatan perdagangan luar negeri.

Demikianlah, islam memberikan seperangkat sistem yang konprehensif dalam mengatasi pangan. Tidak seperti kapitalisme yang hanya berpijak pada profit oriented. Dengan Khilafah, kemandirian pangan bukanlah hal utopi untuk diwujudkan.

Editor : Fadli

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.