3 Mei 2024
72 / 100

Dimensi.id-Pembebasan tanah Palestina menjadi sorotan banyak pihak, tidak terkecuali para muslimah di berbagai belahan dunia. Penindasan di luar nalar oleh Zionis Yahudi turut menyasar kaum perempuan dan anak-anak Gaza sehingga harus segera dilakukan penyelamatan.

Prolog

Di sisi lain, kampanye 16 Hari Anti kekerasan terhadap Perempuan (16 HAKtP) kembali digelar pada 25 November 2023, ini merupakan kampanye internasional untuk mendorong upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan di seluruh dunia hingga 10 Desember yang merupakan Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Internasional. Dipilihnya rentang waktu tersebut adalah dalam rangka menghubungkan secara simbolis antara kekerasan terhadap perempuan dan HAM, serta menekankan bahwa kekerasan terhadap perempuan merupakan salah satu bentuk pelanggaran HAM. Meski pada kenyataannya kampanye tersebut menunjukkan adanya paradoks. Sebab pada saat yang sama, kekerasan keji terhadap perempuan justru meningkat secara signifikan di  Gaza selama lebih dari 40 hari sejak meletusnya operasi militer Thufan Al Aqsa 7 Oktober 2023 lalu.

Korban Wanita dan Anak-anak Selama Konflik di Palestina

Empat badan PBB menyampaikan keprihatinannya atas besarnya korban tewas kelompok wanita dan anak-anak di Palestina. Keprihatinan tersebut disampaikan dalam pernyataan bersama yang dikeluarkan pada Jumat (3/11/2023).

Tanggal 3 November, menurut data Kementerian Kesehatan, 2.326 wanita dan 3.760 anak-anak telah terbunuh di jalur Gaza, mewakili 67% dari seluruh korban jiwa. Sementara ribuan lainnya terluka. Kurang lebih 420 anak terbunuh atau terluka setiap harinya, beberapa di antaranya baru berusia beberapa bulan. Hal ini juga diperparah dengan keterbatasan akses mereka terhadap makanan dan obat-obatan.  Diperkirakan terdapat 50.000 wanita hamil di Gaza dan lebih dari 180 melahirkan setiap hari. 15%  dari mereka kemungkinan besar mengalami komplikasi terkait kehamilan atau kelahiran dan memerlukan perawatan medis tambahan.

Namun dengan ditutupnya 14 rumah sakit dan 45 pusat layanan kesehatan dasar, beberapa perempuan harus melahirkan di tempat penampungan, di rumah mereka, di jalanan, di tengah reruntuhan, atau di fasilitas layanan kesehatan yang kewalahan, dimana sanitasi memburuk, dan terdapat risiko meningkatnya infeksi dan komplikasi medis. Tanggal 1 November Rumah Sakit Al Hilo, rumah sakit bersalin yang penting, dihancurkan.

Banyak korban wanita dan anak-anak yang terpaksa dilakukan tindakan medis seperti operasi tanpa anestesi. Kematian para ibu diperkirakan terus meningkat karena kurangnya akses terhadap layanan yang memadai serta peningkatkan keguguran, bayi lahir meninggal, dan kelahiran prematur yang disebabkan stres. Kehidupan bayi yang baru lahir juga ikut terancam.

Sekitar 130 bayi prematur bergantung pada layanan neonatal dan perawatan intensif. Namun, inkubator dan peralatan medis lainnya terancam tidak lagi berfungsi karena rumah sakit kehabisan bahan bakar. “Menurut penilaian awal UNRWA, 4.600 pengungsi perempuan hamil dan sekitar 380 bayi baru lahir yang tinggal di fasilitas ini memerlukan perhatian medis. Telah dilaporkan lebih dari 22.500 kasus infeksi pernafasan akut dan 12.000 kasus diare, hal ini sangat memprihatinkan mengingat tingginya angka malnutrisi,” tulis pernyataan tersebut.

Gencatan Senjata saja Tidak Cukup

Menurut Worldometer, populasi di Palestina pada Oktober 2023 sebanyak 5,3 juta jiwa. Sementara itu menurut NPR, populasi di Jalur Gaza mencapai 2,2 juta jiwa. Hampir setengah populasi di Gaza atau sekitar 47,3 persen di antaranya berusia di bawah 18 tahun. Konflik yang kerap menyergap Palestina membuat banyak warganya meninggal dunia di usia muda. Mereka bisa meninggal karena perang atau menjadi korban karena sistem kesehatan yang buruk. Kondisi demikian menurunkan angka rata-rata usia hidup.

Apa yang terjadi di Palestina memancing reaksi global baik dari kalangan muslim maupun masyarakat dunia. Mereka memprotes apa yang dilakukan oleh entitas Zionis Yahudi di Palestina yang terus menampakkan kekerasan, kebrutalan dan tanpa ampun mereka membantai saudara-saudara kita di Palestina.  Namun, tindakan para penguasa dunia Islam hari ini, mereka betul-betul mengorbankan saudara mereka yakni kaum muslimin di Palestina, khususnya di Gaza.

Mereka membuat konferensi internasional yang disebut dengan Peace Summit atau KTT Perdamaian diselenggarakan di Kairo pada akhir Oktober 2023 lalu yang isinya justru menolak tanggung jawab terhadap saudara sesama muslim. Dikatakan bahwa KTT ini diselenggarakan untuk membahas cara-cara meredakan perang antara Hamas dan Israel. Misalnya dikatakan bahwa di dalam KTT itu akan dibahas bagaimana menurunkan eskalasi peperangan yang terjadi di Gaza, dan bahkan mengirimkan bantuan kemanusiaan ke jalur Gaza

Sangat disayangkan, KTT ini pada kenyataannya tidak membuahkan satu hasil yang signifikan sebagaimana diharapkan. Justru di dalam KTT itu para pemimpin dunia Islam menyatakan sikap kerasnya untuk menolak arus pengungsi Palestina dari Gaza masuk ke wilayah mereka. Dinyatakan bahwa presiden Mesir maupun raja Yordania, keduanya menolak adanya pengungsi Gaza masuk ke wilayah mereka.

Dan kita nanti akan melihat bagaimana gerbang Raffah yang merupakan satu-satunya pintu keluar dari blokade Gaza ternyata ditutup untuk mereka yang ingin keluar dari Gaza, kecuali orang-orang tertentu, dengan berbagai alasan yang sarat akan kepentingan politik. Antaranya Mesir punya problem ekonominya sendiri. Ini juga dinyatakan atau diafirmasi oleh lembaga dunia PBB, Mesir ada problem ekonomi dan selama ini Mesir sudah banyak menampung pengungsi, termasuk 300 ribu orang dari Sudan.

Alasan lainnya adalah karena pengungsi Gaza ini tidak jelas sampai kapan akan menjadi pengungsi, perangnya saja tidak jelas kapan berakhirnya. Bahkan mereka mengatakan ada dokumen rahasia dari entitas zionis Israel, yang menyebutkan bahwa entitas zionis ini tidak akan berhenti membiarkan perang itu reda, kecuali kelompok teroris sudah bisa dilumpuhkan.

Ini merupakan bukti bahwa negeri-negeri Islam di sekitar benar-benar terbelengu oleh nation state, oleh ide sekuler liberal yang menjadi pijakan politik mereka. Terlebih lagi mereka juga sudah dibelenggu oleh perjanjian damai, yang diikat tentu saja dengan bermacam-macam manipulasi yang dibackup atau didukung oleh dunia barat, yaitu perjanjian damai antara dunia Arab dengan entitas zionis.

Begitu buruknya mentalitas pada penguasa di dunia Islam sampai mereka lebih memilih mengorbankan saudara muslim di tangan para pembantai itu. Kalau mereka berfikir logis, bukankah kalau mereka tidak menginginkan konflik itu terus berlangsung, perang itu berhenti, dan kemudian kebiadaban terhadap saudara mereka berhenti, mestinya mereka segera mengirimkan tentara mereka untuk membantu para mujahidin di Palestina yang tentu tidak sanggup menghadapi zionis ini sendirian.

Mestinya mereka menyambut seruan Jihad fi Sabilillah yang diserukan oleh para ulama, yang disampaikan oleh tokoh-tokoh muslim, dan disampaikan oleh para ibu, kaum perempuan dan anak-anak dari wilayah mereka.

Rasul ﷺ telah bersabda:

رَأسُ الأمْرِ الإسلامُ ، وعَمُودُه الصَّلاةُ ، وذِرْوَةُ سَنامِهِ الجهاد

“Pokok urusan adalah Islam, tiangnya itu shalat, sedangkan puncaknya adalah jihad.” (HR. Al-Tirmidzi)

Solusi Islam atas Permasalahan Palestina

Betapa mulianya ajaran Islam ini sebagai bagian dari agama dan bahkan ini adalah bagian penting yang menjadi puncak pelaksanaan agama. Namun kalau hari ini masih banyak pihak yang alergi bahkan umat Islam sendiri juga tampaknya punya pandangan negatif terhadap jihad, maka karena banyak faktor-faktor yang memang sengaja memahamkan atau mengalihkan makna jihad ini kepada sesuatu yang terkesan negatif.

Sesungguhnya jihad di dalam Islam itu berbeda dengan perang yang dimiliki oleh aliran-aliran atau kepercayaan-kepercayaan selain Islam. Karena jihad di dalam Islam itu dilekatkan dengan sambungannya yaitu fisabilillah, dilekatkan dengan kalimat yang mulia, Jihad Fisabilillah yaitu berperang di jalan Allah. Sehingga dalam pandangan Islam, jihad itu terlepas dari kepentingan-kepentingan pribadi manusia, seperti ingin meraih kekuasaan, ingin melakukan penjajahan, ingin melakukan balas dendam atau sejenisnya.

Karena ini adalah sebuah syariah yang mulia perang fisabilillah, di dalam Islam juga ada syariah yang mengiringinya berupa bagaimana Allah menuntun mereka yang berjihad itu mulai dari niatnya, tata caranya, fakta-fakta yang akan dihadapinya harus direspon bagaimana, apa saja larangan-larangan yang harus dijauhi dan seterusnya.

Di dalam Kitab As-Syakhsiyyah Islamiyah, jilid ke-2, Syaikh Taqiyuddin An-nabhani menjelaskan cara gamblang bahwa yang dimaksud dengan jihad adalah mencurahkan semua energi, kemampuan, dan sumber daya untuk berperang di jalan Allah.

Baik secara langsung yakni mereka yang menjadi tentara ataupun dengan bantuan harta, dengan bantuan pemikiran, perbekalan, kemudian strategi, dan seterusnya termasuk dengan lisan maupun tulisan yang itu langsung menggerakkan mereka untuk melakukan perang melawan musuh-musuh Allah.

Jihad Fisabilillah itu benar-benar dipraktekkan oleh Rasulullah ﷺ dilanjutkan oleh para sahabat yang menjadi Khulafaur Rasyidin dan bahkan terus berlangsung sepanjang masa kekhilafahan dan bahkan jihad itu juga dipraktekan di negeri kita, di negeri Nusantara ini, dikomandoi oleh para ulama-ulama atau pemimpin-pemimpin Muslim yang hari ini kita kategorikan mereka sebagai pahlawan-pahlawan di negeri ini.

Saudara-saudara kita di Palestina menyerukan jihad untuk warga mereka, maka kita yang ada di luar Palestina memahami nash-nash syariat semestinya kita pun harus menyuarakan hal yang sama sebagai solusi atas Palestina. Jangan kemudian kita membiarkan ketika opini internasional membawa kaum Muslimin untuk menerima meja-meja perundingan sebagai solusi untuk penjajahan Yahudi Zionis atas Palestina.

Apabila kita berbicara tentang kemerdekaan Palestina, maka kita tidak boleh lagi abai untuk memahami apa makna jihad dan juga kita tidak boleh abai terhadap upaya penyesatan makna jihad yang hari ini tengah berjalan.

Sesungguhnya hari ini, pandangan-pandangan negatif terhadap ajaran Islam termasuk salah satunya adalah ajaran jihad, karena Islam hari ini memang tidak lagi memiliki institusi, tidak lagi memiliki institusi politik yang menerapkan syariat tadi secara total, sehingga praktek jihad sesuai syariat pun hari ini dengan mudah bisa dialihkan, disimpangkan, bahkan disesatkan seolah-olah, ini sama dengan terorisme.

Gambaran tentang Jihad fi Sabilillah yang sesuai dengan syariah itu hanya bisa ditopang oleh sistem khilafah, dan bahkan sistem khilafah juga bisa mengedukasi baik kaum muslimin maupun dunia, bahwa jihad ini bukan untuk meneror melainkan jalan yang ditetapkan oleh Allah Ta’ala untuk membangun kemuliaan bagi umat Islam dan bahkan untuk memberikan keadilan bagi manusia.

Karena Allah Dzat yang Maha Bijaksana, Allah Al-Hakim, itulah yang memberikan seruan untuk Jihad Fisabilillah.  Wallahu a’lam bishawab

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.