2 Mei 2024
11 / 100

Dimensi.id-Narkoba salah satu kejahatan laten, bak lingkaran setan tak berujung, terus berputar dan menyambung. Menyasar remaja, anak, ibu rumah tangga, mahasiswa, pelajar, polisi dan lainnya.

 

Ada sebagai suguhan di parti-parti pesohor negeri, di gang sempit , hotel, seminar, hingga di lapas sendiri, tempat yang seharusnya para narapidana insyaf.

 

Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) RI Komisaris Jenderal Polisi Petrus Reinhard Golose menyebutkan banyak narapidana narkotika berusaha mengendalikan peredaran obat terlarang dari dalam lembaga pemasyarakatan (lapas). Namun, Golose tidak menyebutkan data secara rinci mengenai bandar narkotika yang terus mengendalikan peredaran dari lapas itu (republika.co.id, 25/6/2023).

 

Di lapas, mereka banyak yang menjalani hukuman mati dan penjara seumur hidup, namun mereka tetap berusaha mengelabui petugas lapas dengan caranya untuk mengontrol (narkotika),” kata Golose. Untuk menanggulangi berbagai kamuflase yang dilakukan para bandar narkotika di lapas di Indonesia, maka BNN RI terus memperkuat kolaborasi dan koordinasi dengan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia yang membawahi fungsi lembaga pemasyarakatan.

 

Kasus tindak pidana narkotika di Indonesia menurut Golose mendominasi semua jenis kejahatan yang telah berkekuatan hukum tetap atau diputus oleh putusan pengadilan. Rata-rata sekarang narapidana yang masuk di lembaga pemasyarakatan 60 sampai dengan 70 persen adalah napi yang terlibat tindak pidana narkotika walaupun secara nasional sudah ditekan.

 

Golose menambahkan setelah masa pandemi Covid-19 berlalu peredaran gelap narkotika di Indonesia mulai mengalami peningkatan yang signifikan. Hal itu terlihat dari data pengungkapan delapan kasus tindak pidana narkotika yang melibatkan 11 orang tersangka yang berhasil diungkap oleh BNN RI dengan barang bukti sabu seberat 123,13 kilogram, ganja seberat 107 gram dan heroin 1,11 kilogram hanya dalam waktu sebulan.

 

Miris, Lembaga Pemasyarakatan Justru Ajang Bisnis

 

Sungguh miris, pengendalian peredaran narkoba oleh Narapidana di lapas menunjukkan adanya persoalan lemahnya pengelolaan Lapas sehingga Lapas tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Termasuk dalam pembinaan terhadap narapidana dan lemahnya integritas petugas lapas. Ironinya, penjara justru seperti sekolah kriminal, mereka yang sudah bebas dari hukuman bukannya bertobat justru beralih menjadi residivis yang semakin tinggi ilmu kriminalnya.

 

Di sisi lain, fakta pengendalian narkoba oleh narapidana yang menjalani hukuman mati atau seumur hidup menunjukkan lemahnya sistem sanksi di negeri ini. Sistem sanksi semacam itu, ternyata tidak efektif, bahkan membuka peluang kemaksiatan terus berlangsung, dan menimbulkan masalah baru. Transaksi keuangan untuk berbagai kepentingan juga menjadi peluang baru mendapatkan uang. Ingin fasilitas penjara lebih baik, uang. Ingin akses keluar masuk penjara bebas, uang dan seterusnya begitu.

 

Hal ini tidak terlepas dari cara pandang tentang kehidupan yang dianut bangsa ini. Mau tak mau kita harus sadari, kapitalismelah yang hari ini menjadi cara pandang dalam kehidupan atau ideologi. Bukan Pancasila, terlebih secara spesifikasi sebuah mabda atau ideologi , Pancasila tidak memenuhi syarat dan ketentuannya. Pancasila sebagai kumpulan norma dan nilai kebaikan pun memandang kejahatan narkoba ini tidak manusiawi.

 

Namun mengapa tak satupun pejabat di negeri ini yang menerapkan nilai-nilai Pancasila jika memang ia dipandang sebagai hukum tertinggi? Sekali lagi, inilah watak kapitalisme yang bergelut mesra dengan sistem politik demokrasi. Menghasilkan pemimpin yang mengagungkan kebebasan. Terutama kebebasan memiliki.

 

Meski undang-undang tentang larangan memiliki dan mengonsumsi narkoba ini sudah ada, namun tetap tidak ada sanksi jelas dan tegas bagi mereka yang mengedarkan, mengonsumsi bahkan mengendalikannya. Narkoba disamakan dengan komoditas, sehingga mengikuti arus permintaan dan penawaran. Selama masih tinggi permintaan, maka penawaran pun mengikuti.

 

Bahkan Golose mengakui, ada peningkatan tajam pasca pandemi. Ambruknya perekonomian dunia, membuat orang berfikir bisnis apa yang paling cepat mendatangkan keuntungan. Narkoba jawabannya.

 

Dampak buruk akibat peredaran narkoba tak menjadi pertimbangan, sebab nilai yang dikejar hanya materi atau keuntungan dari perdagangan itu. Di sisi lain, terlibatnya aparat keamanan yang seharusnya menjaga dan menertibkan Lapas menunjukkan tidak ada jaminan kesejahteraan dari negara. Juga tidak ada penjagaan akidah ketika mencari nafkah, sehingga segala cara dihalalkan untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Astaghfirullah.

 

Islam Sejahterakan Umat Secara Hakiki

 

Fungsi pemimpin dalam Islam adalah pengurus rakyat, sekaligus junnah atau tameng bagi rakyat dari serangan musuh, pemikiran asing ataupun zat-zat yang kelak mempengaruhi akal dan melalaikan ibadah seperti narkoba. Rasulullah bersabda,”Sesungguhnya Imam/Khalifah adalah perisai orang-orang berperang di belakangnya dan menjadikannya pelindung. Jika ia memerintahkan ketakwaan kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan berlaku adil, baginya terdapat pahala dan jika ia memerintahkan yang selainnya maka ia harus bertanggung jawab atasnya.” (HR Muslim).

 

Maka, dalam rangka mewujudkan fungsi negara sebagai junnah, Islam memiliki sistem sanksi yang tegas dan menjerakan yang bersumber pada aturan Allah dan RasulNya. Ibnu Taimiyah Rahimahullah berkata; “Narkoba sama halnya dengan zat yang memabukan, diharamkan berdasarkan kesepakatan para ulama. Bahkan setiap zat yang dapat menghilangkan akal haram untuk dikonsumsi.”

 

Karena statusnya haram, maka dijatuhkan sanksi ta’zir atasnya. Bentuk, dan jenis, sanksinya pun ditetapkan sesuai dengan kadar kejahatan yang dilakukan. Sanksi bagi pelakunya bisa berupa diekspos di depan umum, dipenjara, dikenakan denda, dijilid, bahkan sampai dihukum mati dengan melihat tingkat kejahatan dan bahaya bagi masyarakat.

 

Islam juga memiliki sistem pendidikan yang mampu mencetak aparat yang memiliki integritas tinggi dalam menunaikan amanah pekerjaannya, karena menyadari ada pertanggungjawaban kepada Allah Swt. Melalui kajian umum juga negara akan memberikan penguatan akidah untuk senantiasa mengingat Allah dalam setiap kegiatan apapun.

 

Kemudian memberikan jaminan kesejahteraan melalui penerapan ekonomi syariah, bukan sekadar legalitas nama syariah tapi benar-benar melarang muamalah apapun yang diharamkan syariat, membuka lapangan pekerjaan seluas mungkin agar setiap kepala negara bisa menafkahi keluarganya dari nafkah yang halal. Sistem keamanannya pun di tangan kaum Muslim sendiri, sehingga tidak mudah melakukan kerjasama apapun dengan negara asing. Posisi mereka akan diperhatikan oleh negara, apakah memerangi Islam ataukah tidak.

 

Dengan sistem yang berasal dari Allah SWT, tidak akan ada lagi yang menghalalkan segala cara untuk sejahtera. Maka, masihkah ada keraguan terhadap solusi Islam dalam menghabisi kasus narkoba? Wallahu a’lam nih showab. [DMS].

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.