2 Mei 2024

Di bulan Ramadhan, di negeri ini memiliki kultur pulang kampung atau mudik menuju H-7 lebaran. Hal tersebut memang dimanfaatkan sebagai ajang silaturahim kepada sanak saudara karena diberi jatah libur yang cukup panjang dari rutinitas sehari-hari, baik dalam bekerja atau yang sedang menempuh pendidikan.

Anak-anak sekolah pun terlihat ceria karena biasanya akan bertemu dengan para sepupu mereka dari jalur saudara lainnya. Namun sudah Ramadhan kedua, kita akan mengalami suasana yang berbeda karena pandemi.

Tahun lalu, saat pertama kali hadirnya pandemi dan Ramadhan tiba, serta harus merayakan Hari Raya Idul Fitri di rumah, polemik perbedaan istilah mudik dan pulang kampung bergulir. Saat itu, Presiden sedang ditanya oleh Najwa Shihab dalam acaranya Mata Najwa yang disiarkan Trans7 pada Rabu, 22 April 2020.

Pertanyaanya, “apakah mudik itu dilarang atau tidak karena sudah banyak orang yang mudik sampai saat ini?”. Lantas, Presiden menjawab, “Kalau itu bukan mudik, itu namanya pulang kampung. Memang bekerja di Jabodetabek, di sini sudah tidak ada pekerjaan, ya mereka pulang. Karena anak istrinya ada di kampung.

” Seketika, bergulir opini bahwa yang dibolehkan pemerintah adalah pulang kampung, sedangkan mudik tidak dibolehkan. Hal tersebut tentu membingungkan masyarakat, alhasil ada saja masyarakat yang melakukan mudik ataupulang kampung. ( news.detik.com 24/04/2020 )

Karena bagi pemerintah, sudut pandang tentang pulang kampung yaitu waktu pulang bagi perantau untuk menemui keluarga inti mereka seperti anak-anak dan pasangan mereka yang ada di kampung, dan hal tersebut tidak terjadi pada saat lebaran saja. 

Sedangkan Mudik, dianggap khusus terjadi pada saat lebaran saja. Padahal di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), keduanya memiliki aktivitas yang sama. Dan hal tersebut yang berbahaya bagi penyebaran covid karena adanya perpindahan manusia yang massif.

Hal lain yang di khawatirkan masyarakat dengan tidak diperbolehkannya mudik adalah penurunan pendapatan bagi para pengusaha dan penyedia wisata, karena momen-momen lebaran kerap dijadikan waktu untuk berwisata baik ke alam pegunungan, pemandian air panas atau jenis wisata lainnya.

Dan jika tidak diperbolehkan, maka para pengusaha dan penyedia wisata kehilangan konsumen mereka, mereka menaruh harapan pada bantuan sosial dari pemerintah untuk membantu perekonomian mereka. Mereka berharap bantuan sosial dari pemerintah memiliki nominal yang mencukupi untuk memenuhi kebutuhan mereka serta mendongkrak konsumsi, baik secara penjualan online retail ataupun lainnya. ( deskjabar.pikiran-rakyat.com 27/03/2021)

Pemimpin tentu harus mengurus masyarakatnya dengan baik, dengan menganggarkan dari pendapatan negara dalam memfasilitasi masyarakat bukan dari utang luar negeri. Hal tersebut bukan pengurusan masyarakat yang solutif namun menambah beban tersendiri di masyarakat. Alhasil, penanganan covid di Indonesia walaupun sedang dilakukannya vaksinasi belum sepenuhnya tuntas.

Tentang hal ini, Rakyat harus memahami bahaya covid bukanlah hal yang main-main. Sudah banyak jiwa yang meninggal karena pandemi, dan hal tersebut bukan rekayasa medis. Tahanlah diri untuk tidak keluar rumah jika tidak ada keperluan mendesak terlebih jika silaturahmi pun kita tidak bisa membebani kerabat dan sanak saudara di kampung dengan kedatangan kita dari luar kota.

Tahan dulu walau tak sehangat bertemu langsung, tetap jaga silaturahim dengan teknologi video call atau sekedar berkirim pesan serta berkirim hadiah dan bantuan jika memiliki rizqi lebih, jangan putus silaturahim saat pandemi karena yang harus diputus hanyalah penyebaran covidnya bukan silaturahimnya.

Dari Jubair bin Mut’im bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda,

لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ قَاطِعٌ

“Tidaklah masuk surga orang yang suka memutus, (memutus tali silaturahmi)”. [Mutafaqun ‘alaihi] .

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الرَّحِمُ مُعَلَّقَةٌ بِالْعَرْشِ تَقُولُ مَنْ وَصَلَنِي وَصَلَهُ اللَّهُ وَمَنْ قَطَعَنِي قَطَعَهُ اللَّهُ

Ar-rahim itu tergantung di Arsy. Ia berkata: “Barang siapa yang menyambungku, maka Allah akan menyambungnya. Dan barang siapa yang memutusku, maka Allah akan memutus hubungan dengannya”. (Muttafaqun ‘alaihi).

Karena silaturahim memiliki banyak keberkahan, Allah pun senang dengan yang bersilaturahim. Kitapun tidak boleh keliru dalam mengartikan kerabat, didalam Islam kerabat yang dimaksud adalah Pertama, kerabat yang mewarisi seseorang jika orang tersebut meninggal. Yakni orang-orang yang tercantum dalam daftar penerima warisan.

Kedua, Ulul Arham. Yaitu orang-orang yang tidak mendapatkan bagian warisan dan bukan pula ‘ashabah. Mereka berjumlah sepuluh orang yang terdiri dari: Bibi dari pihak bapak, Bibi dari pihak ibu, Kakek dari ibu, Putra dari anak perempuan, Putra dari saudara perempuan, Anak perempuan dari saudara laki-laki, Putri dari paman pihak bapak, Putri dari paman pihak ibu, Paman dari ibu, Anak laki-laki dari saudara laki-laki seibu. Serta siapa saja yang memiliki hubungan dekat dengan mereka.

Lalu, pemerintah pun harus bisa memimpin masyarakat terkait kebijakan ini, mulai dari mengedukasi masyarakat lalu menjamin mereka dengan pemenuhan kebutuhan pokok yang sesungguhnya merupakan hak mereka. Pemerintah harus mampu menerapkan politik yang berfokus mengurus dan melayani rakyatnya, karena hal itu definisi politik sesungguhnya adalah mengurusi urusan ummat hingga mampu diselesaikan dengan aturan yang hakiki.

Terkait hal tersebut, jika masih mengandalkan hal-hal yang memusatkan aktivitas pada putaran roda ekonomi tanpa memperhatikan lebih sungguh-sungguh pada kesehatan masyarakat, sesungguhnya kita harua bebas dalam pemikiran yang membentuk masyarakat pada hal yang demikian.

Karena kecerdasan masyarakat serta bangkitnya masyarakat hanya mampu maju dalam kehidupan yang diatur oleh sistem hidup dari ilahi, yaitu Islam. Islam dengan syariah dari Allah sudah sangat komplit memilik cara mencegah pandemi tidak menyebar serta konsep silaturahim sesuai apa yang Allah maksudkan.

Dan dalam Islam pula, pemimpin akan fokus mengurusi rakyat tanpa berhitung untung atau rugi, karena anggaran negara berasal dari baitul mal yang salah satu nya memanfaatkan sumber daya kaum muslimin seoptimal mungkin. Para pemimpin pun akan memiliki rasa takut dengan sidang akhirat karena setiap kepemimpinan akan dipertanggungjawabkan, termasuk kepemimpinan dalam mwngurusi rakyatnya.

Dari Ibn Umar ra. Dari Nabi saw, beliau bersabda, “Kalian adalah pemimpin dan kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinan kalian…” (HR Bukhari-Muslim).

“Ya Allah, siapa yang menjabat suatu jabatan dalam pemerintahan umatku lalu dia mempersulit urusan mereka, maka persulitlah dia. Dan siapa yang menjabat suatu jabatan dalam pemerintahan umatku lalu dia berusaha menolong mereka, maka tolong pulalah dia.” (HR Ahmad dan Muslim dari Aisyah ra).

“Siapa yang diserahi oleh Allah untuk mengatur urusan kaum Muslim, lalu dia tidak peduli kebutuhan dan kepentingan mereka, maka Allah tidak akan peduli kebutuhan dan kepentingannya (pada Hari Kiamat).” (HR Abu Dawud dan at-Tirmidzi).

Sudah sangat jelas yang kita butuhkan adalah kepemimpinan Islam, dengan aturan Islam yang menyeluruh diterapkan serta penyadaran umum atas ummat dengan hal tersebut, sehingga ummat akan memahami sejarah yang lenyap bukan sekedar sejarah tetapi yang ummat nantikan saat ini yakni Khilafah Islam, yang menerapkan aturan dari Allah rabbul’alamin, yang mampu menghimpun yahudi, nasrani serta muslim dalam satu naungan syariah tanpa mendiskriminasi siapapun.

Serta Khilafah Islam yang menjalankan aturan tanpa basa-basi karena kedaulatan atau hak pembuat hukum hanya milik Allah semata, sedangkan kita selaku hamba menjalankannya sambil berharap ridho Nya sebagai bekal kehidupan yang abadi. Semoga segera tegak sehingga seluruh ummat manusia memiliki kepastian serta arah hidup, agar Islam menjadi rahmatan lil ‘alamin. Aamiin ya rabbal ‘alamiin.

Penulis: Yauma Bunga Yusynanda | Anggota Komunitas Ksatria Aksara Kota Bandung

Editor: Fadli

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.