11 Mei 2024

Pendidikan merupakan hal penting bagi seluruh umat manusia. Pendidikan mampu merubah seseorang yang buruk akhlaknya menjadi umat yang terbaik. Gelar umat terbaik yang disematkan pada umat Islam adalah anugerah Allah Swt yang akan diwujudkan manakala mereka memenuhi syarat-syaratnya, sebagaimana tercantum dalam firman Allah Al-Qur’an surah Ali ‘Imran ayat 110:

 “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah.”

Umat terbaik memiliki karakter yang istimewa. Sifat-sifat yang membedakannya dengan umat dan bangsa lain. Namun, karakter dan sifat-sifat mulia tersebut kini terancam dirusak dan dibelokkan kepada identitas lain yang sangat jauh dari identitas yang semestinya. Gerakan moderasi yang secara sistemis, terstruktur serta masif diaruskan terutama di kalangan pelajar dan generasi muda telah menjadi penghalang lahirnya sosok generasi pelanjut perjuangan Islam.

Program-program untuk menunjang moderasi agama di lingkungan pendidikan pun terus bermunculan. Seperti, pembekalan moderasi agama perspektif fikih pada guru madrasah, program pembekalan literasi agama lintas budaya untuk guru madrasah, juga program penyusunan modul moderasi PAI di sekolah yang terus dikebut oleh Kemenag, serta program moderasi lainnya yang informasi bisa ditelusuri dalam web resmi Kemenag. (kemenag.go.id)

Baru baru ini masyarakat dihebohkan dengan kabar tentang guru nonmuslim yang mengajar di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Tana Toraja, Sulawesi Selatan. Guru itu bernama Eti Kurniawati. Ia adalah CPNS (Calon Pegawai Negeri Sipil) dari Kementerian Agama yang baru mendapat SK pengangkatan mengajar mata pelajaran Geografi di madrasah. Sang guru mengaku kaget meski akhirnya menerimanya sebagai kehendak Tuhan. Sementara pihak stakeholder beralasan bahwa keputusan itu sudah sesuai peraturan.

Direktur Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Madrasah Kementerian Agama Muhammad Zain menyebutkan, tak ada masalah guru non-Islam mengajar mata pelajaran umum di sekolah Islam. Ia menyitir beberapa regulasi yang menjadi dasar keputusan ini. Seperti UU No. 5 tahun 2014 tentang ASN, Peraturan Pemerintah No. 11 Tahun 2017 jo Peraturan Pemerintah No. 17 tahun 2020 tentang Manajemen PNS, Permenpan No. 23 tahun 2019 tentang Kriteria Penetapan Kebutuhan Pegawai Negeri Sipil dan Pelaksanaan Seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil Tahun 2019, dan Perka BKN No. 14 tahun 2018 tentang Petunjuk Teknis Pengadaan PNS. (Kemenag.go.id)

Kemenag seakan  tidak main-main dalam hal  pengarusutamaan Moderasi Agama di bidang pendidikan. Gus yaqul mengatakan : Pengarusutamaan prinsip moderasi beragama melalui peran lembaga pendidikan keagamaan menjadi sangat strategis,” tegas Gus Menteri,  pada Webinar Diseminasi Hasil Penelitian tentang Potret Moderasi Beragama di Kalangan Mahasiswa Muslim : Kasus Tiga Kampus Islam (Jakarta, Bandung, Yogyakarta), Kamis (25/02/2021).

Menurut Menag, pada 2019, Balitbang-Diklat Kemenag telah melakukan penelitian terkait pengembangan moderasi beragama pada lembaga pendidikan keagamaan. Kajian ini, jelasnya dilakukan pada 14 lembaga pendidikan keagamaan di tujuh provinsi. Hasilnya, disimpulkan bahwa terdapat dua kategori praktik moderasi beragama pada 14 lembaga pendidikan keagamaan.

Pengarusutamaan moderasi Agama dalam pendidikan sendiri sebenarnya sudah sejak lama dilakukan sampai hari ini. Bahkan sudah sampai pada penguatan moderasi agama. Dikutip dari Republika.Co.Id, Jakarta – Kementerian Agama (Kemenag) mencoba melakukan upaya penguatan moderasi beragama. Ada delapan upaya yang telah dilakukan  dalam penguatan moderasi beragama. Salah satunya pembelajaran tentang khilafah yang dulunya menekankan aspek fikih ke depan akan lebih menitikberatkan pada kajian sejarah sehingga diharapkan lebih kontekstual

Arti Moderasi Agama

Banyak arti yang dimaksudkan untuk menjelaskan kata moderasi agama. Salah satunya yang disampaikan oleh Prof. Dr. Oman Fathurahman, M.Hum (Ketua Kelompok Kerja Moderasi Beragama Kementerian Agama RI) yang dimuat dalam kemenag.go.id, moderasi beragama itu adalah cara pandang, sikap, dan praktik beragama dalam kehidupan bersama, dengan cara mengejawantahkan esensi ajaran agama yang melindungi martabat kemanusiaan dan membangun kemaslahatan umum, berlandaskan prinsip adil, berimbang, dan menaati konstitusi sebagai kesepakatan berbangsa.

Sepintas tidak ada masalah dengan batasan ini, seolah baik-baik saja. Tapi jika dikaitkan dengan pernyataan beliau yang lain masih dalam tulisan yang sama bahwa moderasi agama dibutuhkan karena adanya sikap ekstrem dalam beragama. Sementara ekstrem yang dimaksud memiliki 3 patokan yakni,

Pertama, dianggap ekstrem kalau atas nama agama, seseorang melanggar nilai luhur dan harkat mulia kemanusiaan, karena agama diturunkan untuk memuliakan manusia;

Kedua, dianggap ekstrem kalau atas nama agama, seseorang melanggar kesepakatan bersama yang dimaksudkan untuk kemaslahatan;

dan ketiga, dianggap ekstrem kalau atas nama agama, seseorang kemudian melanggar hukum. Jadi, orang yang atas nama menjalankan ajaran agamanya tapi melanggar ketiga batasan ini, bisa disebut ekstrem dan melebihi batas.

Pernyataan pada kalimat terakhir menegaskan bahwa moderasi agama itu berbahaya. Ajaran agama dikerdilkan oleh batasan-batasan yang dibuat oleh manusia berupa harkat mulia manusia, kesepakatan bersama, dan batasan hukum.

Siapa yang berhak memastikan kebenaran ketiga batasan tersebut sehingga agama harus tunduk? Kenapa orang yang menjalankan agamanya dituduh ekstrem hanya karena dianggap melanggar batasan yang dibuat oleh manusia? Apakah aturan agama yang berasal dari Pencipta manusia yang Maha Tahu harus dikalahkan oleh aturan manusia?

Jika moderasi agama yang dimaksud seperti itu maka jelas-jelas bertentangan dengan akidah Islam. Seorang Muslim harus memiliki keyakinan kuat bahwa Islamlah ajaran yang benar, bahwa ajaran Islam akan mengangkat martabat manusia, ajaran Islam menyelamatkan manusia dari kejahiliyahan. Hanya dengan keimanan yang sempurnalah yang akan memberikan kebahagiaan hidup di dunia dan keselamatan kelak di akhirat. Meyakini akidah lain selain Islam akan berujung pada kerugian yang pasti. (QS Ali Imran ayat 19 dan 85).(M.News)

Bahaya Moderasi Agama

Moderasi Agama sesungguhnya sangat berbahaya apabila diterapkan di dalam dunia pendidikan ada beberapa bahaya yang akan mengintai Kaum Muslim :

1. Mengancam akidah Islam.

Paham pluralisme yang menganggap semua agama benar, relativisme yang menyatakan tak boleh ada klaim kebenaran. Di Indonesia misalnya istilah kafir dihapus, penolakan untuk merayakan natal bersama disebut intoleran. Injeksi liberalisme yang mendewakan kebebasan menolak otoritas Allah sebagai pembuat hukum dan penentu nilai. Bahkan ayat konstitusi disebut kalangan moderat lebih tinggi dari ayat suci.

Syariat yang merupakan hukum Allah dan wajib diimani sebagai hukum terbaik dianggap berbahaya dan mengancam kebhinekaan. Hal ini jelas meletakkan loyalitas kepada selain Allah dan bertentangan dengan konsep akidah.      

2. Moderasi agama Menghilangkan Ketaatan Total pada Syariat

Seorang Muslim dituntut untuk membuktikan keimanannya dengan menunjukkan ketundukan penuh pada ketentuan hukum yang sudah ditetapkan Allah dan Rasul SAW. Bahkan tidak boleh baginya ada pilihan lain, sebagaimana dalam firman-Nya, “Dan tidaklah pantas bagi laki-laki yang mukmin dan perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada pilihan (yang lain) bagi mereka tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sungguh, dia telah tersesat, dengan kesesatan yang nyata”, (TQS al Ahzab[33] :36).

Keimanan yang sudah diyakini seorang mukmin akan diikuti dengan sikap ketaatan total tanpa syarat. Demikianlah karakter orang beriman yang dijelaskan Allah SWT dalam firman-Nya yang artinya, “Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan Rasul-Nya agar Rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan ‘kami mendengar dan kami patuh’. Mereka itulah orang-orang yang beruntung”, (TQS An Nur[24] : 51).

Ketaatan sempurna inilah yang sekarang dirusak paham moderasi agama dengan penyematan gelar ekstrem pada siapa pun yang sungguh-sungguh ingin menerapkan ajaran agama. Boleh jadi ketaatan masih dibiarkan selama sesuai dengan versi mereka.

Seperti makna jihad didistorsi dengan arti bersungguh-sungguh, bukan bermakna perang di medan pertempuran (QS At Taubah[9] : 41, 73). Generasi muslim pun terus dijejali dengan pemikiran dan nilai-nilai yang menjauhkannya dari keterikatan pada syariat kafah.

3. Moderasi Agama Melemahkan Semangat Dakwah

Dengan kacamata moderat, sikap konsisten pada kebenaran dan semangat untuk menyebarkan ajaran Islam bisa dituduh intoleran. Sebagaimana yang terjadi akhir-akhir ini beberapa ajaran Islam marak digugat dan dituduh intoleran. Di antaranya adalah aturan pemakaian kerudung sebagai seragam pelajar perempuan di Padang, sebelumnya sudah berlangsung aman dan damai tanpa ada penolakan termasuk dari siswi nonmuslim.

Tiba-tiba dituduh bisa memicu konflik sampai-sampai harus dikeluarkan SKB 3 menteri. Serangan terhadap ajaran Islam yang terus terjadi serta tuduhan ekstrem pada pengembannya bisa menjadi faktor yang akan melemahkan semangat dakwah serta semangat untuk membela agamanya.

Alih-alih menjadi pengemban dakwah yang andal dan istiqomah, generasi muslim dewasa ini dicetak untuk menjadi duta Islam moderat, penjaga sistem demokrasi liberal dan ekonomi kapitalis, serta pendukung agenda barat (duta perdamaian, promotor program-program kapitalis).

Berbagai gelar dan penghargaan tersebut sejatinya jebakan yang dipasang untuk menjauhkan generasi Muslim dari identitas hakiki sebagai khairu ummahyang semestinya bangga menjadi pejuang dan pembela Islam (QS Fushilat[41] : 33; Ali Imran[3] : 104).

4. Senjata Barat untuk Melemahkan Generasi Muslim

Barat merasa terancam penjajahan yang selama ini mereka cengkeramkan di negeri-negeri muslim akan terusik jika umat Islam bangkit. Sebab, hanya Islam yang menyadarkan umat tentang akar masalah kezaliman dan penderitaan yang mereka alami selama ini, yakni penerapan sekularisme, kapitalisme, dan demokrasi.

Islamlah yang akan menampakkan wajah buruk mereka. Karenanya dengan berbagai cara mereka berupaya agar umat Islam jauh dari ajaran agamanya. Mereka tahu bahwa kekuatan itu hadir ketika umat Islam menyatu dengan agamanya.

Manakala keimanan berwujud ketaatan penuh pada syariah. Begitulah wajah asli orang kafir, yang senantiasa menghalangi umat Islam dekat dengan agamanya, sebagaimana diterangkan Allah Swt., “Dan orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan rela kepadamu (Muhammad) sebelum engkau mengikuti agama mereka. Katakanlah, ‘Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang sebenarnya)’. Dan jika engkau mengikuti keinginan mereka setelah ilmu (kebenaran) sampai kepadamu, tidak akan ada bagimu pelindung dan penolong dari Allah,”   QS al Baqarah[2] : 120).

Khilafah Mengembalikan Tujuan Pendidikan

Islam adalah agama yang sempurna dengan Sistem Khilafah mampu mengembalikan tujuan pendidikan  yang sebenarnya dan membangun generasi cemerlang sebagai pemimpin peradaban Islam di masa depan. Termasuk hukum-hukum terkait sistem pendidikan. Penerapan Islam kafah dalam naungan Khilafah inilah yang akan mengembalikan izzul Islam wal muslimin, mengeluarkan mereka dari cengkeraman penjajahan, bahkan menaungi dunia dengan rahmat-Nya.

Sebagaimana firman Allah SWT:

كُنۡتُمۡ خَيۡرَ اُمَّةٍ اُخۡرِجَتۡ لِلنَّاسِ تَاۡمُرُوۡنَ بِالۡمَعۡرُوۡفِ وَتَنۡهَوۡنَ عَنِ الۡمُنۡكَرِ وَتُؤۡمِنُوۡنَ بِاللّٰهِ‌ؕ

“Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah.” (QS Ali-Imran: 110)

Sejarah peradaban Islam, mulai masa Rasulullah saw., para sahabat maupun pada masa para khalifah membuktikan bahwa generasi muda senantiasa berada di garda terdepan. Mereka sosok pemuda yang memiliki keimanan kukuh seperti Ali bin Abi Thalib, pemberani di medan pertempuran seperti Zubair bin Awwam, saudagar sukses seperti Abdurrahman bin Auf, penghafal Al-Qur’an dan mujtahid besar seperti Imam Syafi’i atau negarawan sejati yang berhasil menunjukkan kejayaan Islam di usia muda seperti Muhammad al Fatih.

Mereka lahir dari rahim pemerintahan Islam yang membina dan mendidik mereka dengan ajaran Islam yang dicontohkan Rasulullah Saw. Potensi pemuda muslim memang luar biasa. Namun, sekarang dengan moderasi Islam yang berkonspirasi bersama kapitalisme liberalisme, potensi tersebut dibajak dan dialihkan ke arah lain.

Wallahua’alam bishawab

Penulis: Ummu Shafmakiyah,S.Pd.I | Tenaga Pendidik dan Aktifis Dakwah

Editor:Fadli

1 thought on “Bahaya Moderasi Agama Dalam Pendidikan

  1. Moderasi dalam pendidikan sangat berbahaya, moderasi ini membuat generasi semakin jauh dengan agamanya dan menjadi penyebab kemunduran pemikiran juga aqidahnya

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.