Penulis : Farida
Dimensi.id-Kebijakan yang diambil Menteri Agama (Menag) Fachrul Razi untuk menetapkan program moderasi beragama dengan menghapus konten-konten dalam buku pelajaran agama islam, menuai kritik dan kecaman dari banyak pihak, pasalnya mengangap adanya konten-konten dalam buku pelajaran yang mengarah kepada paham radikal.
Dengan alasan radikal, perlu moderasi beragama, dimulai dari sekolah dengan merevisi ratusan judul buku yang berasal dari lima mata pelajaran, yakni Akidah Akhlak, Fiqih, Sejarah Kebudayaan Islam, Alquran dan Hadis, serta Bahasa Arab.
Kebijakan Menteri Agama ini membuat umat islam semakin kecewa, menanggap ajaran islam akan melahirkan generasi yang radikal atau calon teroris.
Padahal sudah bertahun-tahun murid belajar agama islam dengan memakai kurikulum dari Departemen Agama, namun hasilnya apakah murid menjadi teroris atau radikal?
Jikalau pun ada yang menjadi radikal atau teroris, tentu menurut siapa? Nyatanya radikal atau teroris adalah sebuah tudingan yang disematkan kepada umat islam yang ingin melaksanakan syariat islam secara sempurna.
Juga disamping tuduhan teroris, moderasi ini sebagai cara untuk mendiskriminasi pemahaman khilafah dengan membenturkannya pada ide nasionalisme dengan memaksakan pemahaman bahwa khilafah tak lagi relevan di Indonesia dalam kurikulum agama islam.
Seharusnya pernyataan Menteri Agama dengan mengatakan khilafah tak lagi relevan di Indonesia harus ada rujukannya, karena hal ini akan ditetapkan dalam kurikulum yang akan digunakan anak-anak didik nantinya
Jika ajaran islam yang tetapkan dalam kurikulum pendidkan disekolah dan dimadrasah serta dilembaga pendidikan lainnya tanpa ajaran tentang jihad dan khilafah atau mengatakan tidak sesuai dengan kondisi umat saat ini, maka pernyataan ini bukanlah ajaran islam yang sempurna.
Nyatanya tidak bisa dijadikan rujukan bagi para guru untuk mengajarkan islam dengan dipilah-pilah sehingga anak yang seharusnya mampu melaksanakan ajaran islam sempurna dan menjadikannya umat terbaik, bahkan akan sebaliknya. Mereka akan mendapatkan pemahaman yang keliru tentang islam itu sendiri, khususnya tentang jihad dan khilafah sehingga bisa saja akhirnya apa yang dikhawatirkan itu terjadi yaitu umat salah kaprah dalam memahinya islam bahkan bisa menjadi generasi yang taqliq buta karena proses berfikir mereka tidak didasarkan pada pemikiran yang utuh tentang alam, manusia dan kehidupan itu sendiri
Dengan pengajaran yang memisahkan kehidupannya (sekulerisme) terhadap apa yang ada sebelum kehidupan ini dan tidak mengaitkannya dengan kehidupan setelah di dunia sebagai konsekuensi dari segala perbuatannya di dunia, bahwa akan ada balasan di akhirat baik surga dengan amal solehnya, maupun neraka dengan perbuatan dosa-dosanya, sehingga menyebabkan pendidikan menjadi kacau dan anak didik tidak mendapatkan proses pemikiran yang sempurna sebagaimana tujuan dari pendidikan itu sendiri untuk membangun pemahaman dengan konsep pemikiran yang utuh tentang islam, baik aqidah maupun ahlaknya dalam setiap perbuatannya sesuai dengan ajaran islam. Akibatnya akan membahayakan bagi umat islam sendiri.
Padahal Negeri ini sudah menerima Islam melalui kebijakan dakwah khilafah Usmani melalui Kesultanan-kesultanan di Nusantara zaman dulu. Jadi artinya sampai kiamat pun Islam itu akan selalu relevan dalam setiap waktu dan tempat.
Fakta sejarah memperlihatkan bahwa jihad dan khilafah adalah kata kunci perlawanan kaum Muslim terhadap imperialisme yang dilakukan Barat terhadap negeri-negeri kaum Muslim. Pahlawan nasional seperti Imam Bonjol, Pangeran Diponegoro, Sultan Hasanuddin, KH Zainal Mustofa di Tasikmalaya, Panglima Besar Soedirman dan Bung Tomo bergerak mengobarkan perlawanan terhadap kaum penjajah karena dorongan iman dan jihad. Perjuangan rakyat Aceh melawan Belanda juga mendapat bantuan besar dari Khilafah Utsmani.
Hanya pemahaman jihadlah yang telah membuat umat islam mampu berkembang di seluruh penjuru dunia termasuk juga di Indonesia. Dengan semangat jihad, para pahlawan dulu berjuang melawan Belanda. Karena jihad pulalah para pemuda di Surabaya itu berani berhadap-hadapan dengan Belanda.
Bahkan setelah kita merdeka perjuangan umat islam telah tertulis pada awal permbukaan UUD 45 disebutkan karena ‘Berkat Rahmat Allah’ lalu kenapa saat ajaran Islam yang telah mengantarkan kita pada kemerdekaan menjadi ajaran radikal?
Islam membimbing kaum Muslim dengan ajaran yang mulia. Islam pun memberikan perlindungan kepada segenap umat manusia. Kalangan non-Muslim malah diberi kesempatan melangsungkan ibadah, pernikahan dan makan-minum sesuai agama mereka.
Kewajiban jihad fi sabilillah pun meniscayakan perlindungan kepada mereka yang tak terlibat dalam peperangan seperti perempuan, orangtua dan anak-anak. Nabi saw. bersabda:
Nabi saw. bersabda:
انْطَلِقُوا بِاسْمِ اللَّهِ وَبِاللَّهِ وَعَلَى مِلَّةِ رَسُولِ اللَّهِ وَلاَ تَقْتُلُوا شَيْخًا فَانِيًا وَلاَ طِفْلاً وَلاَ صَغِيرًا وَلاَ امْرَأَة
Berangkatlah kalian dengan nama Allah dan di atas agama Rasulullah. Janganlah kalian membunuh orang yang lanjut usia, anak kecil dan wanita (HR Abu Dawud).
Namun jika ajaran islam tidak disampaikan apa adanya, tidak ditutupi atau menghilangkan pemahaman tentang jihad dan khilafah, maka jika suatu saat negara membutuhkan umat untuk mempertahankan negerinya dengan berjuang seperti para pahlawan islam yang memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dahulu, maka tidaklah mereka mendapatkan suatu generasi tangguh melainkan lahirlah anak-anak muda yang lembek. Ketika negeri ini diserang, mereka tidak bergerak dan tidak paham jika diperlukan jihad membela negaranya karena tidak pernah dipahamkan dengan alasan memang tidak ada dalam buku pelajaran islam, Sangat ironis yang terjadi.
Maka ketika seseorang mengatakan bahwa khilafah tak relevan lagi, sama artinya menuduh bahwa Allah SWT mengeluarkan risalah yang tidak pas untuk manusia di satu tempat, di suatu waktu. Artinya, orang tersebut menganggap Allah itu memiliki kelemahan. Jika demikian hal ini bisa membatalkan akidah mereka,
Inilah bahayanya mengambil paham sekulerisme dengan melakukan moderasi ajaran Islam, tidak saja merusak generasi umat juga penguasa akan menanggung dosa hingga sistem islam kembali tegak. Karena moderasi islam menyebabkan melemahnya ajaran Islam dan lepasnya keterikatan kaum Muslim pada agamanya.
Moderasi ajaran Islam berarti mengambil jalan tengah. Bukan ketaatan total kepada Allah SWT. Islam moderat berarti meletakkan diri di antara iman dan kufur, taat dan maksiat, serta halal dan haram.
Alhasil, moderasi ajaran Islam akan menyebabkan hilangnya kemurniaan ajaran islam, yang akan memudahkan penjajah untuk melumpuhkan kaum Muslim. Kaum imperialis dulu dan sekarang paham bahwa faktor pendorong perlawanan umat Muslim terhadap rencana jahat mereka adalah kecintaan dan ketaatan secara total pada Islam. Selama umat Islam bersikap demikian, makar mereka akan selalu dapat dipatahkan. Namun, jika umat Islam telah melepaskan diri dari Islam kaffah, lalu memilih jadi umat yang moderat, maka mudah bagi para penjajah untuk melumpuhkan dan selanjutnya merusak umat ini. Inilah sebagai bentuk penjajahan kapitalis barat kepada kaum muslim.
Tampaknya memang ada yang terusik dan khawatir jika kaum Muslim telah menyadari jati dirinya dan akar sejarahnya, akan muncul marwah mereka sebagai umat terbaik, dan menjadikan suatu pandangan hidupnya dalam meraih kemulian hidup sebagai umat terbaik.
Maka dengan menyingkirkan ajaran Islam akan memperkuat dan menguntungkan musuh-musuh Islam. Sebab tanpa jihad, tanpa khilafah, umat Islam itu sudah kehilangan sebagian besar dari kekuatannya. Dan mereka (musuh-musuh Islam) tahu bahwa kekuatan vital dari umat Islam itu ketika umat Islam itu sadar akan kewajiban jihad dan kewajiban khilafah.
Wallahu’ Alam Bisshowab
Editor : Fadli