4 Mei 2024

Penulis : Ita Mumtaz

Dimensi.id-Hati siapa yang tak teriris mendengar lontaran ide miris. Katanya judi menjadi solusi praktis saat ekonomi kian krisis.

Sebuah statement yang tidak mencerminkan tingginya moral. Seorang ketua organisasi pekerja dan karyawan BUMN yang seharusnya merangkul para anggota, menjadikan organisasinya tempat berkarya, aktualisasi berbagai ide dan komitmen terbaik. Namun justru malah membawa pemikiran menyesatkan.

Melalui akun twitter @bumnbersatu, Ketua FSP (Federasi Serikat Pekerja) BUMN, Arif Poyuono menyatakan agar pemerintah memikirkan untuk melegalkan judi kasino dan togel. Menurutnya, hal itu akan bisa membangkitkan perekonomian di masa pandemi karena lapangan pekerjaan baru akan tersedia. (15 Juli 2020).

Tambahnya pula, negara-negara maju melegalkan judi kasino dan togel. Ia beranggapan bahwa dengan legalnya judi kasino dan togel menjadikan ekonomi bisa berkembang positif.

Meski Arief Poyuono bukan seorang muslim, namun pernyataan aneh ini perlu disoroti. Andai dia muslim, tentu saja akan menjadikan halal haram sebagai standar perbuatan. Sedangkan rida Allah akan senantiasa dikejar, sebab menjadi jalan meraih kebahagiaan hakiki.

Tak dipungkiri, dalam suasana sekuleris saat ini banyak ditemukan seorang muslim namun penganut ideologi Kapitalisme. Islam hanya dijadikan sebagai agama ritual saja. Islam baginya tak lebih dari sekedar shalat, zakat, puasa dan haji. Padahal Islam adalah agamaa sekaligus Ideologi. Dari akidah Islam terpancar aturan sempurna untuk menata kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Seorang muslim pun wajib taat kepada Allah dalam segala sisi kehidupan.

Kapitalisme memang memiliki karakter menghalalkan segala cara. Pantas saja, sebab sekulerisme telah menjadi asasnya. Sedangkan landasan segala perbuatan adalah manfaat saja. Sebuah amalan akan dilakukan manakala menjanjikan keuntungan dunia. Tanpa mempertimbangkan faktor pahala dan dosa.

Jadi tidak mengherankan jika ada seorang muslim yang menghalalkan judi bahkan menjadikannya sebagai solusi atas masalah kehidupan yang menjerat. Sembari menobatkan negara barat sebagai kiblat dalam berbuat.

Sejatinya seorang muslim lebih mendekatkan diri kepada Allah ketika mendapat ujian kehidupan. Di saat peluang memperoleh rezeki teramat sempit, maka yang harus dilakukan adalah segera bertaubat kepada Allah. Bukan malah sebaliknya, melakukan sebuah kemaksiatan dan dosa besar di sisi Allah.

Judi kasino dan togel bukanlah solusi. Bahkan itu suatu perbuatan buruk yang jauh dari sikap beradab. Tak ada hubungan antara judi dan perbaikan ekonomi.

Pandangan Islam tentang Judi

Dalam melakukan muamalah, Islam melarang adanya unsur eksploitasi dan ketidakadilan. Saat ini banyak sekali praktik ekonomi yang mengandung keduanya. Misalnya transaksi simpan-pinjam, lalu dikenakan denda bagi yang terlambat membayar. Dalam Islam, prinsip utang adalah ta’awun atau tolong menolong. Maka dalam tolong menolong dilarang mengambil keuntungan.

Dalam judi pun ada potensi eksploitasi yang sangat tinggi. Hal ini ditandai dengan pengambilan keuntungan sepihak. Yaitu satu pihak akan mendapatkan keuntungan yang sudah pasti, sedangkan pihak lain malah merugi. Selain itu, di dalamnya ada karakter win-lose dalam sebuah undian. Ini merupakan salah satu sumber ketidakadilan. Pun bisa melemahkan produktifitas sumber daya manusia.

Judi bahkan disejajarkan dengan kemaksiatan besar yang lain.  Sebagaimana dalam firman-Nya

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

“Sesungguhnya (minuman) khamar (arak/memabukkan), berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan panah adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan. Maka, jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (QS al-Maidah: 90).

Ayat di atas secara tegas menunjukkan keharaman judi. Judi adalah ‘suatu transaksi yang dilakukan  dua pihak untuk kepemilikan suatu benda atau jasa yang menguntungkan satu pihak dan merugikan pihak lain dengan cara mengaitkan transaksi tersebut dengan suatu tindakan atau kejadian tertentu’. (Lihat: Rafiq al-Mishri, Al Maysir wal Qimar, hlm 27-32). 

Judi merupakan “rijs” yang berarti busuk dan kotor. Selain itu judi termasuk perbuatan setan. Pasti akan menyebarkan dampak buruk di tengah masyarakat dalam semua aspek kehidupan.

Walhasil, keberkahan akan tercerabut dari kehidupan ini. Sebaliknya akan membawa kerusakan sendi-sendi kehidupan, mulai dari aspek politik, pendidikan, ekonomi, sosial. Sebab, setiap perbuatan yang tidak selaras dengan perintah Allah SWT pasti akan mendatangkan petaka.

Sebagaimana firman Allah SWT tentang gambaran daya perusak dari aktivitas jadi.

إِنَّمَا يُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُوقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاءَ فِي الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ وَيَصُدَّكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَعَنِ الصَّلَاةِ ۖ فَهَلْ أَنْتُمْ مُنْتَهُونَ

”Sesungguhnya setan itu bermaksud permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan shalat, maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).” (QS al-Maidah: 91). 

Saatnya Kembali kepada Sistem Ekonomi Terbaik

Demikian nyata kerusakan akibat judi tersebab tidak sesuai arahan Ilahi. Roda perekonomian akan terhenti, masyarakat tak lagi produktif dan berpotensi. Distribusi kekayaan tersendat, sumber daya ekonomi terhambat.

Perekonomian Indonesia memang telah terpuruk sebelum adanya wabah pandemi covid-19. Saat diterpa musibah, justru semakin membuka mata kita, betapa rapuhnya sistem ekonomi kapitalis. Sebenarnya penyebab masalah ekonomi di negeri ini salah satunya adalah jeratan utang ribawi pada lembaga-lembaga internasional, semisal Bank Dunia. Sehingga kas negara terkuras untuk membayar cicilan bunga utang. Aset sumber daya alam pun terampas habis.

Sungguh ekonomi yang sudah hancur akan semakin lebur jika solusi yang dipilih bukan dari Sang Pencipta. Untuk menyelesaikan masalah ekonomi secara tuntas memang tidak ada pilihan lain kecuali harus kembali kepada aturan ekonomi Islam. Peradaban Islam dalam masa kejayaannya telah memberikan bukti nyata. Betapa kesejahteraan dan kemakmuran telah dirasakan oleh rakyat secara merata selama berabad-abad.

Dalam Islam ada batasan dan kategori yang jelas tentang kepemilikan harta, yakni antara harta milik umum, milik negara, dan menjadi milik individu. Sehingga hasil kekayaan alam yang merupakan harta milik umum akan dikembalikan kepada pemilik sejatinya, yakni rakyat.

Sistem keuangan negara Islam menggunakan baitulmal dengan berbagai pos pemasukan minus pajak yang mencekik rakyat serta utang luar negeri. Sedangkan sistem moneternya berbasis emas dan perak, sehingga angka inflasinya 0%.

Demikian jauh berbeda antara  tatanan ekonomi Islam dengan sistem ekonomi kapitalisme yang sarat ketidakadilan dan eksploitatif. Wallahu a’lam bish-shawwab.

Editor : Fadli

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.