6 Mei 2024
9 / 100

Dimensi.id. Kabar kelangkaan minyak goreng “MinyaKita” yang dirilis oleh Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan, masih terus terjadi. Minyak goreng yang diperuntukkan bagi masyarakat karena harganya relatif murah dibandingkan minyak kemasan lainnya hingga kini masih sulit didapatkan oleh sebagian masyarakat. Kalaupun ada, harga jual minyak tersebut berada di atas Harga Ecer Tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah yakni di atas Rp14.000,00.

Hal ini sebagaimana yang terjadi di beberapa wilayah, salah satunya di Pasar Sentral Kotabumi, Lampung Utara. Pedagang mengaku menjual harga minyak dengan Rp15.000,00 karena harga ia dapatkan dari tengkulak sebesar Rp14.000,00. Sebelumnya, sejumlah pedagang juga mengaku bahwa mereka kesulitan mendapatkan “MinyaKita” karena ada aturan harus juga membeli minyak goreng kemasan merk lain dari para agen atau distributor minyak tersebut (lampung.rilis.id, 22/06/2023).

Kondisi Miris Negara Agraris

Sungguh miris ketika negeri ini memiliki banyak perkebunan dan persawahan, yang seharusnya mampu mencukupi kebutuhan pangan dalam negeri ternyata tidak dapat melakukannya. Termasuk keberadaan perkebunan kelapa sawit yang menghasilkan banyak olahan termasuk minyak goreng, rupanya juga tak mampu memenuhi kebutuhan masyarakat dengan harga yang terjangkau.

Sebab, negara telah mengabaikan perannya sebagai pengurus rakyat sehingga kebutuhan rakyat banyak yang diswastanisasi. Akibatnya, rakyat harus memenuhi kebutuhan hidupnya secara mandiri dan membeli kepada para pengusaha yang merupakan para kapitalis. Kalaupun ada upaya pemerintah untuk memberikan sembako dengan harga yang terjangkau, faktanya rakyat tidak selamanya mudah untuk mendapatkannya.

Ketidakmampuan pemerintah dalam mengurus segala urusan rakyat dengan baik dipengaruhi oleh kebijakan sistem politik dan ekonominya. Ketika sistem ekonomi yang digunakan adalah sistem ekonomi kapitalisme, maka hubungan ekonomi yang berjalan antara pemerintah dan rakyat bukan lagi seperti orang tua dengan anaknya. Melainkan seperti seorang penjual dengan para pembelinya. Penjual tentunya akan mengambil keuntungan secara materi dari hasil penjualannya. Berbeda ketika negara memposisikan diri sebagai orang tua yang mengurus anak-anaknya, maka orang tua akan mengurus segala kebutuhan sang anak tanpa pamrih.

Begitu juga dengan sistem politik demokrasi yang menjadikan manusia sebagai penentu hukum dan kebijakan. Ini rawan dengan “money politic” karena untuk menduduki jabatan dalam sistem pemerintahan demokrasi membutuhkan modal yang tak sedikit. Alhasil, banyak di kalangan pejabat yang harus memutar otak untuk mengembalikan modalnya, yang dilakukan dengan cara-cara yang tak halal. Seperti korupsi dan memberikan jalan bagi para kapitalis dan swasta untuk menguasai hajat hidup orang banyak.

Sistem kapitalisme yang menjadikan sekuler sebagai landasan akidah, berpikir, dan bersikapnya, telah membuat hubungan pemerintah dengan rakyat selalu diliputi asas manfaat. Pemerintah akan selalu memihak ke arah mana yang memiliki manfaat lebih banyak daripada memilih untuk menjalankan amanahnya sebagai wakil rakyat.

Islam Meniscayakan Kecukupan Pangan

Dalam Islam, negara dipandang sebagai pengurus dan penanggung jawab segala urusan rakyat, berdasarkan hadis Rasulullah saw.,

Imam (pemimpin negara) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR. Bukhari)

Dalam kebutuhan dasar hidup masyarakat, negara harus memberikan kemudahan dan jaminan bagi masyarakat untuk memenuhinya. Dalam bahan pangan, negara berhak mengelola tanah pertanian dan perkebunan yang menjadi milik negara untuk digunakan menanam, mengolah, dan memproduksi kebutuhan pangan masyarakat. Meskipun negara membolehkan masyarakat untuk memiliki lahan pertanian dan perkebunan sendiri, lalu mengolah dan menjual komoditas yang dihasilkan, negara juga harus membantu kebutuhan para petani agar hasil produksi pangan atau sembako yang dihasilkan mampu mencukupi kebutuhan dalam negeri dengan harga yang terjangkau. Hal ini agar para petani dan pekebun juga memiliki kesejahteraan hidup.

Negara juga harus memastikan bahwa distribusi bahan pangan dan sembako dapat merata ke seluruh wilayah negara. Setiap pemimpin daerah memiliki kewajiban terhadap pemenuhan pangan dan kebutuhan hidup lainnya dalam masyarakat yang dipimpinnya. Semua upaya ini tentu harus didukung oleh sistem politik, ekonomi, pemerintahan dan hukum yang sesuai dengan syariat Islam. Sebab, jika tidak demikian, maka tidak akan terwujud keadilan di tengah-tengah masyarakat.

Sistem ekonomi Islam meniscayakan negara untuk mengelola semua kepemilikan rakyat secara mandiri untuk kepentingan rakyat. Negara tidak boleh menjual kekayaan alam kepada pihak swasta dan asing. Negara juga harus memberlakukan hukum yang tegas bagi para pengusaha yang berusaha memonopoli perdagangan. Seperti menindak tegas para tengkulak yang curang, para penimbun barang, permainan harga pasar oleh para kapitalis, dll.

Keberadaan negara semacam ini hanya ada dalam negara yang menerapkan sistem Islam secara keseluruhan. Sebagai bukti atas seruan Allah dalam Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 208,

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا ادْخُلُوْا فِى السِّلْمِ كَاۤفَّةً ۖوَّلَا تَتَّبِعُوْا خُطُوٰتِ الشَّيْطٰنِۗ اِنَّهٗ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ

“Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan. Sungguh, ia musuh yang nyata bagimu.”

Wallahu a’lam bishawab.

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.