18 Mei 2024

Dimensi.idTidak terasa Ramadan yang dinanti ,momen yang luar biasa lama nya dinanti kini  telah tiba ditengah tengah ummat muslim di seluruh penjuru Dunia. Bulan yang diberkahi Allah SWT, bulan yang penuh maghfirah-Nya, bulan di mana dilipatgandakan pahala, serta berbagai keutamaan lainnya akan hadir di tengah kita, in syaa Allah. Maka banyak yang menanti bulan keberkahan dibulan ini sampai berdoa bercucuran air mata agar dipertemukan kembali dibulan ini ,bulan Ramadhan yang suci ini.ummat menyambutnya dengan suka cita

Namun Ada yang berbeda dengan Ramadan tahun ini: Dia hadir di tengah suasana kehidupan sedang dilanda bencana wabah. Namun ancaman wabah tidak boleh menyurutkan kita dalam menyambut kedatangan bulan Alquran ini, juga jangan sampai melemahkan semangat kita untuk menggapai hikmahnya.

Yang harus kita fikirkan kedepannya, Apa yang harus dilakukan demi mengoptimalkan amal Ramadan di tengah wabah? Tentu saja yang paling utama adalah melakukan persiapan supaya kita bisa menjalaninya secara saksama dan sempurna.

Pertama ,persiapan keimanan

Puasa Ramadan adalah salah satu kewajiban yang dibebankan Allah SWT kepada orang beriman, bahkan termasuk bagian dari rukun Islam. Karenanya, menjelang kehadiran Ramadan, selayaknya kita menguatkan kembali komitmen bahwa semua amal Ramadan dikerjakan semata karena dorongan keimanan kepada Allah SWT. Sebagai wujud ketaatan kita atas perintah-Nya. Tidak ada niat lain yang akan mencampuri keikhlasan kita.

Fondasi keimanan sangatlah penting dalam sebuah amal. Keberadaannya merupakan syarat suatu amal diterima Allah SWT (QS Al ‘Ashr [103] : 2-3) sehingga layak mendapatkan balasan pahala.

Selain itu, keyakinan akan perintah-Nya akan meringankan dan memudahkan kita ketika beramal. Manakala iman menjadi dasar amal, maka seberat apa pun rintangan dan kendala dalam menunaikan kewajiban tidak akan melemahkan semangatnya memberikan ibadah yang terbaik.

Sekalipun wabah Covid-19 masih merajalela, orang yang imannya kuat akan bergeming bertekad istikamah, beramal demi meraih keberkahan Ramadan. Sebab Allah SWT tidak mungkin membebani hamba-Nya dengan perkara di luar batas kemampuannya (QS Al Baqarah [2] : 286).

Bahkan justru suasana Ramadan di tengah ancaman wabah ini menjadi momen untuk menempa kesabaran menghadapi segala ujian dan hambatan, sebagaimana Rasulullah saw melekatkan syahru sabar dengan bulan Ramadan.

Dalam hadis riwayat Imam Ahmad dan Imam Muslim dari hadis Abu Qatadah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

صَوْمُ شَهْرِ الصَّبْرِ وَثَلَاثَةِ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ صَوْمُ الدَّهْرِ

“Puasa bulan kesabaran dan puasa tiga hari di setiap bulan adalah puasa sepanjang tahun.”

Khusus tentang puasa Ramadan, Rasulullah saw memberikan kabar gembira bagi siapa pun yang melaksanakannya karena keimanan, berharap keridaan-Nya akan memberikan ampunan, seperti sabda beliau:

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

”Barang siapa yang berpuasa di bulan Ramadan karena iman dan mengharap pahala dari Allah, maka dosanya di masa lalu pasti diampuni”. (HR Bukhari dan Muslim)

Ibnu Baththal rahimahullah mengatakan, “Yang dimaksud karena iman adalah membenarkan wajibnya puasa dan ganjaran dari Allah SWT ketika seseorang berpuasa dan melaksanakan qiyam Ramadan. Sementara makna “ihtisaban” adalah berharap mendapat pahala dari Allah dengan puasa tersebut dan senantiasa mengharap wajah-Nya.” (Syarh Al Bukhari libni Baththal, 7: 22).

Jelang Ramadan ini, merupakan waktu yang tepat bagi kita untuk mengukuhkan keimanan, sehingga siap beramal semata untuk menyambut seruan-Nya. Kita pun akan bersegera memenuhi setiap perintah-Nya. Tidak hanya puasa, namun juga kewajiban lainnya seperti salat, membaca Alquran, menuntut ilmu, berdakwah menegakkan syariat Allah, berbakti pada orang tua, mendidik anak, berbuat baik pada tetangga, dan lain sebagainya.

Seperti firman Allah SWT dalam QS Al Anfal [8] ayat 24 yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu, ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya dan sesungguhnya kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan.”

Kedua, persiapan ilmu seputar Ramadan.

Aktivitas Ramadan bukan perkara biasa, tapi merupakan rangkaian ibadah yang memiliki nilai kemuliaan. Namun keistimewaannya tidak mungkin bisa diperoleh kecuali jika dikerjakan secara benar sesuai tuntutan Rasulullah saw, teladan manusia dalam setiap perkara.

Di sinilah letak urgensi ilmu. Tanpa ilmu, akan mengantarkan pada sesatnya amal, menyebabkan tidak sampainya pada tujuan, dan yang paling berbahaya membuat amal tidak diterima Allah SWT.

Dalam Islam, kedudukan ilmu sangatlah penting. Banyak dalil yang menjelaskannya. Di antaranya adalah:

وَلَا تَقۡفُ مَا لَيۡسَ لَكَ بِهِۦ عِلۡمٌ‌ۚ إِنَّ ٱلسَّمۡعَ وَٱلۡبَصَرَ وَٱلۡفُؤَادَ كُلُّ أُوْلَـٰٓٮِٕكَ كَانَ عَنۡهُ مَسۡـُٔولاً۬

 “Dan janganlah engkau ikuti apa yang engkau tidak mempunyai ilmu tentangnya, sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati semuanya itu akan ditanya.” (QS Al-Isra’: 36).

Rasulullah saw bersabda,

مَنْ يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّي

“Barang siapa dikehendaki kebaikan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala, Dia berikan pemahaman tentang urusan agamanya.” (HR Bukhari-Muslim).

Dalam hadis di atas Rasulullah saw menggandengkan antara ilmu agama ‘faqqih fiddiin’, dengan kebaikan, yakni ilmu menjadi jalan diperolehnya kebaikan.

Dengan ilmu kita bisa mengetahui mana perkara yang dilarang di bulan Ramadan dan apa saja yang diperintahkan Allah. Ilmu laksana cahaya, akan menerangi ke jalan kebenaran dan akan menyelamatkan dari terjerumus pada kemaksiatan. Ilmu akan menyelamatkan kita dari kesia-siaan dan kekosongan pahala amal.

Terkait Ramadan, banyak ilmu yang harus kita kuasai, di antaranya adalah fikih seputar puasa dan amaliah Ramadan. Termasuk yang harus dipahami adalah tentang syarat wajib puasa: Islam, balig, berakal, sehat, bermukim (tidak musafir), serta suci (dari haid dan nifas).

Kita pun mesti mengetahui syarat sahnya puasa: Islam, berakal dan mumayiz, suci (dari haid dan nifas), benar-benar masuk bulan Ramadan (bukan hari “syak” antara akhir Syakban dengan awal Ramadan).

Demikian juga pengetahuan terkait rukun-rukun puasa agar diterima oleh Allah SWT, yakni: berniat dan menahan diri dari perkara yang membatalkan puasa, seperti makan dan minum dengan sengaja, memasukkan dengan sengaja benda ke dalam rongga atau saluran makanan, muntah dengan sengaja, keluar haid dan nifas, gila, murtad, keluar mani dengan sengaja, dan melakukan hubungan suami istri di siang hari.

Selain ilmu seputar pelaksanaan puasa, kita juga perlu menyiapkan terkait amal apa saja yang penting bahkan disunahkan dikerjakan di bulan penuh berkah ini. Seperti makan sahur dan mengakhirkan pelaksanaannya, menyegerakan berbuka ketika sudah masuk waktunya, membaca doa yang dicontohkan Nabi saw ketika berbuka puasa, mandi janabah sebelum terbit fajar bagi yang memiliki hadas besar; Menahan lisan dari perkataan tidak berguna seperti bohong, gibah, dll; Memperbanyak infak sedekah, memperbanyak membaca Alquran, berzikir, syahadat, istigfar, memohon surga dan berlindung dari siksa neraka; Juga salat sunat seperti tahajud dan tarawih, memberi makan untuk berbuka puasa, dll.

Ketiga, persiapan program.

Agenda yang dirancang dengan penuh persiapan tentu saja akan berbeda dengan acara yang dilakukan seadanya. Kita tidak boleh masuk ke dalam bulan penuh berkah ini tanpa persiapan sehingga akan berlalu tanpa hikmah yang diraih.

Gelar takwa adalah hikmah yang harus diupayakan dengan mengerjakan semua amaliah Ramadan. Allah SWT berfirman dalam surah Al Baqarah ayat 183:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.”

Semua harus kita lakukan dan optimalkan demi menggapai ketakwaan. Program dimulai dari sejak jelang Ramadan dengan menyambutnya penuh suka cita dan kegembiraan.

Marhaban yaa Ramadhan… Selamat datang bulan penuh kebaikan.

Demikianlah disabdakan baginda Nabi saw: “Telah datang kepada kalian Ramadan, bulan yang diberkahi. Allah mewajibkan atas kalian berpuasa padanya. Pintu-pintu surga dibuka padanya. Pintu-pintu Jahim (neraka) ditutup. Setan-setan dibelenggu. Di dalamnya terdapat sebuah malam yang lebih baik dibandingkan 1.000 bulan. Siapa yang dihalangi dari kebaikannya, maka sungguh ia terhalangi.” (HR Ahmad dalam Al-Musnad (2/385).

Berikutnya adalah berusaha mencari tahu kepastian waktu datangnya Ramadan. Bagi orang yang memiliki kemampuan dan kesempatan, bisa melaksanakannya sendiri dengan melakukan rukyatulhilal, melihat munculnya bulan sabit yang menandakan datangnya tanggal 1 Ramadan.

Ketentuan untuk menetapkan awal dan akhir Ramadan berdasarkan pada terlihatnya hilal disandarkan pada hadis berikut:

وَعَنِ اِبْنِ عُمَرَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا [ قَالَ ] : سَمِعْتُ رَسُولَ اَللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يَقُولُ: – إِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَصُومُوا, وَإِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَأَفْطِرُوا, فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَاقْدُرُوا لَهُ – مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, “Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Jika kalian melihat hilal, maka berpuasalah. Jika kalian melihatnya lagi, maka berharirayalah. Jika hilal tertutup, maka genapkanlah (bulan Syakban menjadi 30 hari).’” (Muttafaqun ‘alaih).

Sementara orang yang tidak memiliki kapasitas melakukan rukyatulhilal harus berupaya mencari informasi dengan berbagai cara supaya mengetahui kepastian kapan bulan Ramadan dimulai.

Di era globalisasi informasi seperti sekarang ini, bukan hal sulit mendapatkan berita terkait permulaan Ramadan, sekalipun peristiwa terlihatnya hilal terjadi di wilayah yang jauh.

Persiapan selanjutnya adalah membuat program optimalisasi amaliah Ramadan, baik agenda pribadi, agenda, keluarga, maupun kegiatan yang ditujukan untuk kebaikan umat.

Di masa pandemi, di mana waktu kita banyak berada di rumah, tidak berarti bahwa kita terbatas untuk melakukan berbagai amal saleh. Waktu yang dimiliki bisa diisi untuk meningkatkan kualitas diri seperti muhasabah dan evaluasi.

Program bersama keluarga juga lebih berpeluang untuk dilakukan karena semua berada di rumah. Membaca Alquran bersama dan mengkajinya secara rutin bisa menjadi ajang pembinaan dan menjalin kedekatan di antara anggota keluarga yang sebelumnya mungkin memiliki aktivitas masing-masing sehingga sulit bertemu dalam satu waktu.

Dakwah Islam untuk menyeru penegakan syariat kafah harus terus disampaikan sekalipun kita tetap tinggal di rumah. Kecanggihan teknologi bisa kita manfaatkan untuk menyebarluaskan pesan dakwah.dengan ini juga kita bisa mengamalkan ilmu yg telah kita dapat dengan membagikannya melalui pesan di sosial media .

Momen Ramadan adalah waktunya semua menempa diri dan berlomba-lomba meraih pahala. Sehingga semestinya ajakan untuk mengkaji Islam dan mengamalkannya akan mendapatkan respons lebih cepat.

Umat sedang giat dan semangat mendekat pada Allah SWT. Mereka berharap mendapat rahmat dan ampunan-Nya. Padahal itu semua hanya akan diraih ketika amal berkesesuaian dengan syariat Islam.

Dengan syariat, semua amal Ramadan menjadi bermakna dan penuh hikmah. Sebaliknya, tanpa keterikatan pada syariat, semua akan berlalu dengan sia-sia.

Selanjutnya program di akhir Ramadan. Biasanya, amalan yang sangat ditunggu siapa pun yang berharap limpahan keberkahan Ramadan adalah iktikaf di masjid selama 10 hari terakhir.

Pada sepertiga akhir Ramadan ini kita meniatkan diri tinggal menetap di masjid dengan melakukan berbagai amal saleh dalam rangka takarub pada Allah SWT dan memohon berkesempatan mendapatkan kebaikan malam yang lebih mulia dari 1.000 bulan, itulah lailatul qadar ‘lailatulkadar’.

Sebagaimana diceritakan Ummul Mu’minin Aisyah radhiyallahu ‘anh:

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَجْتَهِدُ فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مَا لاَ يَجْتَهِدُ فِى غَيْرِهِ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat bersungguh-sungguh pada sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadan, melebihi kesungguhan beliau di waktu yang lainnya.” (HR. Muslim)

Sementara peluang terjadinya lailatulkadar pada sepuluh malam terakhir Ramadan disabdakan Rasulullah saw dalam sebuah hadisnya:

تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ

“Carilah lailatulkadar pada sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadan.” (HR. Bukhari).

Pada masa serangan wabah yang masih melanda, kemungkinan akan sulit melakukan iktikaf di masjid-masjid. Kebijakan karantina mandiri dan karantina wilayah mengharuskan kita tetap berada di rumah dan membatasi diri berada di luar.

Semua dilakukan semata dalam rangka ikhtiar untuk menghindari paparan wabah dan menghentikan penyebarannya. Namun tidak berarti bahwa kita akan kehilangan kesempatan untuk bermunajat dan mendekat pada-Nya, juga tidak menutup peluang untuk mendapatkan kemuliaan malam al-Qadar.

Semua ibadah tersebut bisa kita lakukan di rumah. Allah Mahatahu uzur yang kita miliki yang menghalangi kita beriktikaf di rumah-Nya.

Program penutup, yakni memastikan zakat fitrah tersampaikan pada mustahik pada waktunya, salat Idulfitri, dan menjalin silaturahmi dengan kerabat. Penetapan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) tentu saja akan berpengaruh pada teknis pelaksanaan amaliah yang dikerjakan di penghujung Ramadan ini.

Karenanya, diperlukan penyiapan teknisnya sehingga semua tertunaikan dengan benar sesuai ketentuan syariat dengan tetap memperhatikan batasan kebijakan yang tengah diterapkan.

Ramadan Momen Ibadah dan Mencari Hikmah di Balik Wabah

Datangnya musibah tidak akan mengubah kita dalam beristikamah melakukan ibadah Ramadan, dan tidak akan menghalangi kita sungguh-sungguh meraih keberkahannya. Persiapan yang saksama in syaa Allah akan membantu kita mengoptimalkan amaliah Ramadan.

Dan yang tidak boleh kita lupakan bahwa dalam musibah yang sedang menimpa semua belahan dunia ini, ada banyak hikmah yang bisa diambil. Di antaranya adalah fakta yang tidak terbantahkan bahwa betapa lemahnya manusia, kecanggihan ilmu dan teknologi belum bisa menundukkan makhluk ciptaan Allah.

Saatnya menunjukkan pada umat bahwa kemajuan ciptaan akal manusia tidak bisa diandalkan untuk menjamin keselamatan dan kesejahteraan manusia.

Istigfar dan tobat yang terus kita lantunkan semoga memberikan kesadaran bahwa di balik wabah ada peringatan yang disampaikan Allah SWT atas kemaksiatan yang dilakukan manusia. Baik pelanggaran yang dilakukan individu maupun yang dikerjakan bersama berupa tidak diterapkannya syariat kafah sebagai sistem yang mengatur kehidupan (QS Ar Rum [30] :41).

Ketundukan kita pada semua aturan syariat terkait Ramadan demi diterimanya amal semoga menguatkan kita untuk siap pula terikat pada seluruh aturan syariat secara sempurna.

Tiba waktunya untuk berpaling pada aturan Islam yang diturunkan oleh Zat yang Mahakuasa, Allah SWT Pencipta semua makhluk.

Semoga momen Ramadan bisa kita gunakan untuk menunjukkan kesungguhan upaya kita dalam perjuangan deen  Islam. Sebagaimana yang dicontohkan baginda Nabi saw dan para sahabat beliau yang dengan gigih berani menghadapi kafir Quraisy dalam perang Badar yang terjadi pada bulan Ramadan tahun kedua hijriah, aamiin.

Penulis : Nurul hariani (Mahasiswi UINSU PRODI PGMI)

Editor : Fadli

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.