5 Mei 2024

“Mereka bertanya kepadamu tentang khamr dan judi. Katakanlah: “pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar daripada manfaatnya ….”  (QS. Al-Baqarah: 219)

Setelah menuai kontroversi, Presiden Joko Widodo (Jokowi) akhirnya mencabut lampiran Peraturan Presiden (Perpres) izin investasi minuman keras (miras). Sebagaimana dilansir oleh laman Detiknews (2/3/2021) Presiden Jokowi resmi mencabut  Peraturan Presiden (Perpres) No. 10/2021 tentang bidang usaha penanaman modal. Salah satunya mengizinkan investasi minuman keras di 4 provinsi yang mayoritas non muslim. Keputusan itu dikeluarkan atas desakan dari berbagai pihak.

“Bersama ini saya sampaikan, saya putuskan lampiran Perpres terkait pembukaan investasi baru dalam industri miras yang mengandung alkohol saya nyatakan dicabut, ” kata Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam siaran pers virtual, Selasa (2/3/2021).

Sayangnya, meskipun lampiran  Perpres tersebut telah resmi dicabut, namun perdebatan soal miras masih ramai diperbincangkan publik dan netizen. Beragam tanggapan pro dan kontra datang dari seluruh elemen masyarakat. Tak terkecuali dari pakar telematika Roy Suryo. Melalui akun Twitter pribadinya, Roy mengatakan, “Demi kewibawaan dan kehormatan RI seharusnya tidak hanya cukup mencabut Perpres No. 10/2021 yang sangat amoral tersebut, ” cuit  Roy suryo.

Cuitan tersebut tampaknya bentuk ketidakpuasan Roy dengan keputusan Jokowi yang hanya mencabut Perpres soal investasi miras. Lebih lanjut, Roy Suryo juga meminta Jokowi agar memecat pihak-pihak yang ikut memberikan usulan terkait investasi minuman keras. Dirinya juga meminta Jokowi menindaklanjuti buzzer yang telah membuat gaduh masyarakat dengan segala unggahannya. (Suara.com, 2/3/2020)

Akhirnya, kegaduhan di tengah masyarakat akibat Perpres legalitas investasi miras agak sedikit mereda. Masyarakat Indonesia; mayoritas muslim seolah bisa bernafas lega, tidak lagi dibayang-bayangi oleh adanya Perpres yang membuat stress. Namun tentunya masyarakat tidak boleh terlena begitu saja dengan pencabutan putusan ini. Karena apabila ditelisik secara mendalam, munculnya Perpres ini tidak serta merta begitu saja. Ia dilahirkan sebagai bentuk realisasi UU Omnibus Law Cipta Kerja.

Omnibus Law tersebut mengubah UU 25/2007 tentang Penanaman Modal. Salah satu poin yang diubah adalah Pasal 12 mengenai bidang usaha yang terbuka dan tertutup untuk investasi. Pemerintah mengubah Daftar Negatif Investasi (DNI) dengan membuka 14 bidang usaha untuk investasi melalui UU Cipta Kerja. Di antara bidang usaha yang dibuka yakni minuman keras mengandung alkohol. (Katadata.Co.Id)

Tak bisa dipungkiri, bisnis miras dan narkoba sejauh ini memang dipandang sebagai bisnis yang menggiurkan untuk digeluti, pemasukan pajak dari produksi miras sangat tinggi. Dilansir oleh (Republika.co.id), pada 2012 pendapatan negara dari tarif cukai miras yang mengandung etil alkohol Rp3,2 triliun serta pendapatan dari etil alkohol dan etanol Rp123 miliar.

Pada 2013 hingga September, pendapatan cukai dan tembakau Rp76,3 triliun, dari jumlah ini 96 persen dari cukai tembakau. Adapun cukai miras berkontribusi 3,84 persen dan cukai etil alkohol 0,14 persen. Angka yang sangat  fantastis inilah rupanya yang melatarbelakangi alasan kenapa pemerintah tergiur untuk melegalkan investasi miras di 4 provinsi di Tanah Air.

Apabila merujuk pada fakta betapa menggiurkannya bisnis miras, maka tidak menutup kemungkinan, keputusan pencabutan investasi miras yang dilakukan presiden hanya untuk meredam amarah publik sementara. Terlebih yang dicabut hanya lampirannya saja. Sementara Omnibus Law Cipta Kerja yang nyata biang semua masalah ini masih dibiarkan begitu saja. Ibarat mencabut pohon tidak sampai ke akarnya. Maka sudah dapat dipastikan pohon tersebut akan tumbuh kembali dengan dahan dan ranting yang baru. Karenanya, mencabut lampiran investasi miras tidaklah cukup, selama akar masalahnya tidak dicabut.

Dengan hanya mencabut Lampiran, berarti semua pasal dari Perpres masih berlaku termasuk pasal 6 ayat (1) yang pada pokoknya menyatakan, bahwa bidang usaha dengan persyaratan tertentu dapat diusahakan oleh semua penanam modal termasuk Koperasi dan UMKM. Bidang usaha tersebut sesuai dengan rincian Lampiran III yang kontennya adalah usaha industri miras.

Ketika pasal 6 ayat (1) masih tetap berlaku, maka kapan saja Lampiran III dapat muncul kembali bahkan bisa dengan rumusan yang lebih ganas. Potensi bahaya yang ditimbulkan pun akan lebih besar. Bahkan bisa jadi pelegalan miras bukan hanya di 4 provinsi saja, melainkan di seluruh Indonesia. Nauzubillah

Minuman keras (khamr) adalah minuman yang dilarang dikonsumsi bagi umat muslim. Sebab, dapat memabukkan dan merusak akal. Namun sungguh miris, negeri ini yang mayoritas kaum muslim dan dipimpin oleh seorang muslim justru dengan terang-terangan melegalkan miras, meskipun akhirnya pelegalan itu dicabut kembali. Namun semua itu sudah cukup menegaskan  bahwa sistem kapitalis-sekuler-liberal, telah melahirkan para pemimpin serakah yang hanya mengejar keuntungan tanpa memikirkan halal dan haram.

Sistem kapitalis telah menjadikan ekonomi sebagai tujuan utama, meskipun rakyat yang jadi korban. Apapun dilakukan demi mengejar keuntungan. Yang haram bisa menjadi halal, begitupun sebaliknya. Maka tidak heran jika investasi miras yang bertentangan dengan syariat Islam pun diizinkan, karena dianggap bisa menambah pemasukan. Sistem ini juga yang telah melahirkan UU Cipta Kerja dan ketentuan investasi miras yang meresahkan. Lebih ironis, hukum dalam sistem ini mudah diotak-atik dan ditarik ulur  sesuai kepentingan. Sehingga menghasilkan aturan yang berubah-ubah.

Tidak demikian dengan Islam. Islam sebagai agama rahmat yang diturunkan Allah Swt. mempunyai seperangkat aturan yang akan membawa ketenteraman dan keberkahan bagi manusia. Al-Qur’an dan hadis yang merupakan pedoman hidup bagi umat muslim, jauh-jauh hari telah memperingatkan bahwa miras mendatangkan banyak kemudharatan. Bahkan Rasulullah saw. menyebut khamr sebagai ummul khaba’its (induk dari segala kejahatan).

“Khamr adalah biang kejahatan dan dosa yang paling besar. Siapa saja yang meminum khamr bisa berzina dengan ibunya, saudari ibunya, dan saudari ayahnya.” (H.R. ath-Thabarani)

Juga dalam hadis lain Rasulullah saw. juga pernah bersabda, artinya : “Rasulullah saw. mengutuk sepuluh orang yang karena khamr; pembuatannya, pengedarnya, peminumnya, pembawanya, pengirimnya, penuangnya, penjualnya, pemakan hasil penjualannya, pembelinya dan pemesannya.” (H.R. Ibnu Majah dan Tirmidzi)

Berdasarkan dalil-dalil di atas jelaslah Islam memandang tegas segala macam miras adalah haram. Itulah sebabnya, Islam melarang total segala yang terkait dengan miras (khamr). Mulai dari pabrik dan produsen miras, distributor, penjual hingga konsumen.

Dalam Islam yang haram jelas haram dan begitupun sebaliknya. Karenanya, negara Islam (khilafah) dan pemimpin Islam (khalifah) tidak akan pernah memberikan toleransi sedikit pun terhadap miras, apalagi berpikir  melegalkan investasi barang haram tersebut. Meskipun mampu meningkatkan ekonomi.

Dalam Islam, peluang peredaran miras akan tertutup rapat. Negara Islam tidak akan segan-segan memberikan sanksi tegas bagi siapa saja yang terlibat barang haram tersebut; baik yang mengkonsumsi, mengedarkan, memberikan izin dan memproduksinya. Sanksi hukuman yang diberikan pun bermacam-macam. Dari mulai dicambuk sampai dikenakan ta’zir, sesuai dengan kadar kejahatan yang dilakukan.

Uniknya, sistem Islam tidak mengenal adanya kompromi ataupun perundingan hukum. Hal ini karena dalam Islam kedaulatan ada di tangan syara. Di mana Sang Pembuat Hukum hanyalah Allah Swt. manusia tidak berhak membuat hukum. Dengan demikian tidak ada peluang bagi manusia mengotak-atik hukum. Ataupun mengubah ketetapan Allah sesuai dengan kehendak dan kepentingannya.

Demikianlah betapa sempurnanya Islam dalam menjaga serta melindungi umatnya agar terhindar dari kejahatan segala bentuk miras. Jika Islam diterapkan maka peluang penyalahgunaan, pengedaran, serta penyelundupan miras dan narkobatak akan dibiarkan ada.

Dari sini, maka satu-satunya solusi mendasar dan menyeluruh terhadap masalah miras yang telah menggurita adalah dengan kembali kepada Islam dan menerapkannya secara menyeluruh dalam seluruh aspek kehidupan. Sekaligus mencampakkan sistem impor asing  kapitalisme-sekuler yang telah nyata terbukti kebobrokannya dan biang munculnya setiap masalah. Kalau ini tidak dilakukan, sudah terbukti persoalan bukan semakin baik, namun semakin memperpanjang masalah. Rasulullah bersabda:

” …Dan tidaklah pemimpin-pemimpin mereka enggan menjalankan hukum-hukum Allah dan mereka memilih-milih apa yang diturunkan Allah, kecuali Allah akan menjadikan bencana di antara mereka.”(H.R. Ibnu Majah dengan sanad hasan)

Wallahu a’lam bi ash-shawwab.

Penulis: Reni Rosmawati | Ibu Rumah Tangga, Pegiat Literasi AMK

Editor: Fadli

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.